Oleh: Drh H Baskoro Tri Caroko, LPCRPM PP Muhammadiyah, Bidang Pemberdayaan Ekonomi, Seni dan Budaya
Hobi masa kecil nonton wayang kulit tak bisa hilang, malam itu saya nonton di Youtube lakon Semar Mbangun Khayangan, dalang Ki Seno Nugraha. Cerita diawali pisowanan di Amarta, negeri kaya raya karena tanahnya subur, sumberdaya melimpah, pemandangan alamnya Indah, penduduknya ramah, sehingga banyak mancanegara berminat menjalin diplomatik, untuk perdagangan dan politik. Amarta dipimpin Puntadewa raja arif bijaksana yang memiliki 4 saudara bernama Werkudoro, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Pisowanan digunakan membahas tata negara dan kesejahteraan rakyatnya.
Kemudian hadir Baladewa raja negeri Mandura, bermaksud minta pusaka Jamus Kalimasada sebagai tumbal yang katanya sebagai syarat untuk mengatasi pandemi di Dwarawati negerinya Kresna.
Pisowanan dikejutkan hadirnya Gareng, Petruk dan Bagong yang disuruh Semar supaya melaporkan terjadinya pandemi di Karang Kadempel dan rencana Semar Mbangun Khayangan, maksudnya Semar ingin segera memperbaiki Karang Kadempel melalui penguatan ideologi, ekonomi dan kaderisasi, agar segera terwujud masyarakat religius yang sehat, cerdas, bahagia dan sejahtera, sebagaimana nikmatnya kehidupan di Khayangan (Syurga). Selanjutnya Petruk sebagai juru bicara menyampaikan harapan Semar agar para Pendawa Lima berkenan hadir di Karang Kadempel dengan membawa serta pusaka Jamus Kalimasada sebagai antisipasi agar semua rencana berjalan lancar, berhasil dan sukses.
Timbul perdebatan antara Baladewa mewakili negara lain melawan Petruk sebagai juru bicara warga Karang Kadempel yang juga bagian dari Amarta. Situasi memanas disebabkan Baladewa mengeluarkan kata kata kasar dengan sengaja menghina Semar bapak dari ketiga punokawan tersebut, sebagai orang rendahan, miskin, tak tahu diri, bagaikan kerdil menginginkan bintang. Hinaan tersebut membuat Gareng, Petruk dan Bagong menjadi sangat tersinggung, demi membela nama baik Semar dan harga diri mereka sebagai lelaki sehingga nekat berani menghadapi Baladewa yang sakti mandraguna dan memiliki pusaka ampuh bernama Nanggala dan Alu Jaladara.
Semar sejatinya adalah Bethara Ismaya sebagai dewa yang ngejawantah menjalani takdirnya, hidup sederhana sebagai punokawan untuk pengasuh ksatria calon pemimpin bangsa dimuka bumi. Setelah mendapat kabar bahwa ketiga anaknya menghadapi kendala dan terancam keselamatannya, maka Semar memutuskan turun tangan sendiri, melakukan investigasi, mencari biang keladi sumber dari semua tragedi, dengan niat ingin baik meredam angkara murka agar tidak semakin merajalela .
Singkat cerita dengan kesaktiannya akhirnya Semar berhasil mengungkap fakta bahwa kabar pandemi di negerinya Kresna adalah hoaks sebagai tipu daya Durna untuk memiliki Jamus Kalimasada, agar Amarta menjadi lemah dan mudah dihancurkan. Semar juga sukses membekuk Durga dan Srani tokoh utama creator pandemi penyakit dan krisis ekonomi di Karang Kadempel.
Kedua tokoh jahat tersebut mengakui bahwa segala rekayasa tipu daya yang dilakukan tersebut adalah untuk mencari sumber pangan bagi diri sendiri dan kelompoknya yaitu kaum predator, jin, syetan, gendruwo, banaspati, dan bajubarat. Kekalahan Durga dan Srani oleh Semar menjadi lambang runtuhnya angkara murka linebur dening pangastuti, kejahatan pasti akan dikalahkan oleh kebaikan. Ki Dalang Seno Nugraha menutup kisah “Semar Mbangun Khayangan”, dengan tancep kayon, menorehkan kesan tersendiri bagi saya.
Kisah Semar Mbangun Khayangan itu sebuah cerita fiksi di jagat pewayangan, tetapi sifat tamak, rakus dan serakah terbukti selalu menimbulkan kekacauan dan kerusakan dahsyat dimuka bumi. Dan orang yang hebat itu bukan karena lebih berkuasa, bergelimang harta, penuh tipu daya, ahli rekayasa atau pandai berpura pura. Tetapi mereka adalah orang yang sabar dan pandai menjaga lisannya, membela martabat, agama, keluarga, bangsa dan negaranya, serta membawa manfaat bagi manusia lainnya.