Toleransi Bukan Mimpi: Pelajaran Berharga dari Abraham's Children

Publish

14 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
284
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Toleransi Bukan Mimpi: Pelajaran Berharga dari Abraham's Children

Oleh : Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

 

Di tengah dunia yang semakin terhubung, ironisnya, konflik berlatar belakang agama justru masih sering terjadi. Lalu, bagaimana kita meredam gejolak ini dan membangun toleransi antarumat beragama? Abraham's Children: Liberty and Tolerance in an Age of Religious Conflict (2012) hadir untuk menjawab pertanyaan tersebut. Buku ini menarik karena menampilkan 15 tokoh berpengaruh dari agama-agama Abrahamik (Islam, Kristen, dan Yahudi) yang menganalisis isu kebebasan dan toleransi beragama berdasarkan sudut pandang iman masing-masing.

Menariknya, buku ini bukanlah pilihan pertama saya. Awalnya, saya ingin mengulas buku lain dengan judul serupa, yaitu Abraham's Children (2005) yang disunting oleh Timothy Winter, dkk. Buku tersebut memuat artikel-artikel dari para cendekiawan tiga agama Abrahamik yang membahas tentang saling menghargai dan hidup berdampingan secara toleran. Sayangnya, buku itu sulit didapatkan dan harganya relatif mahal.

Dalam pencarian saya akan referensi yang tepat, ternyata banyak buku yang menggunakan judul "Anak-anak Abraham". Wajar saja, ketiganya memang merupakan agama monoteistik yang mengakui Nabi Ibrahim AS sebagai bapak spiritual. Namun, dalam proses pencarian, saya sempat terkecoh oleh buku yang membahas tentang Abraham Lincoln!

Kembali ke topik utama kita, yaitu Abraham, sang nabi Tuhan dan bapak monoteisme. Ternyata, ada banyak buku yang mengulas tentang "Anak-anak Abraham", dan buku yang kita bahas ini adalah salah satunya. Untungnya, buku ini mudah ditemukan dan menyenangkan untuk dibaca. Kelly James Clark, sang editor, dengan brilian mengajak kita untuk merenungkan pentingnya toleransi beragama. Ia menunjukkan bahwa Yudaisme, Kristen, dan Islam, seharusnya bisa hidup berdampingan secara damai.

Kelly menjelaskan bahwa "toleransi" bukan berarti kita harus menyetujui semua hal. Terkadang, kita perlu "menanggung" perbedaan yang ada. Seperti kata pepatah, "Kita bisa tidak sependapat, tapi tetap saling menghormati." Toleransi bukanlah tentang menoleransi orang, melainkan menghargai keberagaman ide dan keyakinan.

Yang menarik dari buku ini adalah para penulisnya berbicara tentang toleransi berdasarkan sudut pandang agama mereka masing-masing. Mereka menggali kitab suci mereka sendiri untuk menemukan landasan toleransi. Ada yang mengambil dari Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan juga Al-Qur`an. Dengan cara ini, toleransi bukanlah sebuah konsep asing yang dipaksakan dari luar, melainkan sesuatu yang memang sudah tertanam dalam ajaran agama itu sendiri.

Buku ini disusun dengan format yang cukup sederhana. Tiga bagian utama mewakili tiga agama Abrahamik: Yudaisme, Kristen, dan Islam. Meskipun tidak ada dialog langsung antar penulis dari agama yang berbeda, menyatukan mereka dalam satu buku saja sudah merupakan sebuah prestasi tersendiri.

Yang menarik, para penulis dalam buku ini berani menyoroti kekurangan dalam tradisi agama mereka sendiri. Misalnya, penulis Yahudi mengkritik pelanggaran HAM yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Jimmy Carter, seorang Kristen dan mantan presiden AS, mengakui bahwa umat Kristen pun bisa bersikap intoleran. Sementara itu, almarhum Abdurrahman Wahid yang merupakan tokoh Muslim dan presiden pertama Indonesia yang terpilih secara demokratis, menekankan pentingnya toleransi beragama berdasarkan Alquran dan sumber-sumber Islam lainnya.

Walaupun buku ini membahas tentang toleransi beragama, yang merupakan tema yang cukup umum, namun menariknya para penulis buku ini datang dengan beragam latar belakang dan sudut pandang yang berbeda-beda. Mereka tidak hanya menawarkan pandangan umum tentang toleransi, tetapi juga menyoroti berbagai aspek spesifik yang menurut mereka perlu mendapatkan perhatian lebih.

Salah satu contoh yang menarik adalah kritik yang disampaikan oleh seorang penulis Yahudi terhadap sistem pendidikan di Israel. Penulis tersebut menyampaikan keprihatinannya bahwa sistem pendidikan di Israel justru menanamkan benih-benih intoleransi kepada generasi muda. Ia menunjukkan bahwa buku-buku pelajaran sejarah dan geografi yang digunakan di sekolah-sekolah di Israel cenderung menyajikan informasi yang tidak netral dan objektif. Narasi-narasi dalam buku-buku tersebut dibangun sedemikian rupa untuk menumbuhkan semangat nasionalisme yang berlebihan dan pada saat yang sama mengaburkan fakta-fakta sejarah yang sebenarnya terkait dengan konflik Israel-Palestina.

Tentu saja, kritik semacam ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk disampaikan, terutama jika datang dari seseorang yang berasal dari komunitas Yahudi sendiri. Namun, hal ini justru menunjukkan keberanian dan objektivitas para penulis dalam buku ini untuk menyuarakan kebenaran dan mengajak pembaca untuk berpikir kritis terhadap berbagai bentuk intoleransi, di mana pun itu berada.

Di sisi lain, Jimmy Carter, mantan Presiden Amerika Serikat, menawarkan sudut pandang yang sangat menarik. Sebagai seorang Kristen yang pernah memimpin negara dengan penduduk yang beragam, ia harus menyeimbangkan keyakinan pribadinya dengan tuntutan politik praktis. Carter menekankan pentingnya berpegang pada prinsip-prinsip moral dan hak asasi manusia, bahkan ketika berhadapan dengan isu-isu seperti keamanan nasional dan kepentingan negara.

Refleksi Carter ini sangat relevan di tengah situasi dunia saat ini, di mana isu-isu hak asasi manusia dan standar moral seringkali dikompromikan demi kepentingan politik dan ekonomi. Semoga para pemimpin dunia saat ini, termasuk presiden Amerika Serikat, dapat belajar dari kebijaksanaan Jimmy Carter.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Nur Ngazizah Allah menciptakan laki-laki dan perempuan berpasang-pasangan. Melalui akad perni....

Suara Muhammadiyah

1 December 2023

Wawasan

Oleh: Amirsyah Tambunan, Sekjen MUI Perbincangan soal tambang seolah tidak akan berakhir, bagaikan ....

Suara Muhammadiyah

5 August 2024

Wawasan

Meniti Jalan Kehidupan dengan Ilmu dan Iman Oleh: Suko Wahyudi,  PRM Timuran Yogyakarta  ....

Suara Muhammadiyah

1 February 2025

Wawasan

Refleksi Hari Guru: Pilar Utama Membangun Peradaban Oleh: Raspa Laa, S.Pd.I.,M.Pd, Dosen STKIP Muha....

Suara Muhammadiyah

25 November 2024

Wawasan

Ketika Punakawan Harus Ikut Cacut Tali Wanda Oleh: Rumini Zulfikar Dalam pewayangan, kita mengenal....

Suara Muhammadiyah

12 February 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah