Serangan Mongol (Bagian ke-1)
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Pada akhir abad ke-13 dunia telah berubah. Kaum rasionalis Mu`tazilah memudar dan sisa-sisa gagasan mereka telah berasimilasi dengan doktrin Syiah. Sementara itu doktrin Asy`ari mendominasi teologi kaum Sunni. Di Iberia wilayah-wilayah Muslim telah direbut kembali oleh pasukan Kristen. Mereka kemudian menyerap studi klasik dan ilmiah Plato, Aristoteles, Euklid serta komentar-komentar Ibn Sina, Al Farabi, Ibn Rusyd, dll. Dari bekas wilayah Kordoba, karya-karya ilmiah kekhalifahan dari para ilmuwan Muslim disaring menuju Eropa Barat dan merambah pelbagai perpustakaan dan biara di kota-kota Eropa.
Penerjemahan teks-teks Arab ke dalam bahasa-bahasa Eropa berjalan lancar sehingga pada abad ke-13 kurikulum universitas Oxford, Paris dan Napoli mencantumkan ilmu-ilmu Islam. Dari praktik ini lahirlah para pemikir revolusioner seperti Thomas Aquinas, Duns Scotus, dan lainnya. Sementara itu di Timur Tengah, kekaisaran Seljuk kian meredup tak ubahnya cangkang kosong. Dari sisa-sisa dinasti Seljuk muncullah kekaisaran Khwarazmia yang telah menaklukkan Khurasan dan Persia. Dinasti Khwarazmia dengan tradisi Turki-Persia yang kental terampil menggulingkan dinasti-dinasti lokal dan mengonsolidasikan kekuatan mereka di seluruh area kekhalifahan.
Pada awal abad ke-13 Shah Muhammad II naik tahta sebagai bagian kekaisaran Khwarazmia. Shah menganggap dirinya sebagai figur militer dan berusaha untuk memperluas wilayah kekuasannya ke timur. Dia menaklukkan kota-kota besar seperti Samarkand dan Tashkent (sekarang Uzbekistan) dan menaklukkan kerajaan di Lembah Fergana. Pada 1217 Shah Mohammed II telah menaklukkan semua daerah antara Teluk Persia dan Sungai Jaxartes (kini Kazakhstan). Suatu ketika, Shah ini mendengar desas-desus bahwa jauh di timur di sudut Asia Tengah, seorang penguasa misterius baru telah menyatukan suku-suku Mongol. Rakyatnya menyebutnya sebagai Temujin (penguasa universal) tetapi bagi kalangan luar dia lebih dikenal sebagai Jengis Khan. Shah Mohammad II menganggap ini sebagai peluang untuk memperluas wilayah lebih jauh ke timur.
Rumor juga menyebut bahwa Jengis Khan membawa serta para pemanah dan tentara penunggang kuda yang disiplin, tetapi ada rumor lain menyatakan bahwa orang-orang Mongol tidak memiliki peralatan pengepungan, yang berarti mereka tidak punya kemampuan mengepung pemukiman. Shah Muhammad II membuat rencananya berdasarkan informasi ini. Dia akan memprovokasi Jengis Khan untuk menyerang dan begitu gesekan mulai berdampak pada pasukan Mongol, penguasa Khwarezmian ini akan melakukan serangan balik dan menaklukkan tanah Mongol. Muhammad II percaya bahwa dia telah mengatur jebakan yang brilian. Karena itu dia dengan sengaja memicu perang dan menunggu Jengis Khan untuk menyerang terlebih dahulu.
Apa yang tidak diketahui oleh Muhammad II adalah bahwa Jengis Khan baru saja menyelesaikan serangan militer yang memorak-porandakan China sehingga mereka memperoleh teknologi terbaru menyangkut peralatan pengepungan. Bahkan ketika Jengis Khan melintasi Sungai Syr Darya sekitar seribu insinyur China menemani pasukan Mongol. Dengan kekuatan sekitar 150.000 sebetulnya tentara Mongol tidak terlalu besar. Namun strategi, taktik, dan keganasan mereka belum pernah terjadi sebelumnya di dunia. Mereka menggunakan busur komposit unik yang dapat menembak lebih jauh dan lebih sulit ketimbang busur yang biasa digunakan oleh kekuatan regional lainnya. Terlebih lagi bahwa kuda-kuda Mongol lebih kecil, lebih cepat, dan lebih kuat. Kaum Mongol hidup dengan budaya yang berpusat pada kecakapan menunggang kuda.
Ketika berperang, misalnya, pasukan Mongol akan menggorok urat nadi di leher kuda dan menguras darah dalam cangkir untuk mereka jadikan minuman. Jadi orang-orang Mongol bisa makan dan tidur di pelana dan melakukan perjalanan jauh dalam waktu yang sangat singkat. Ini sering kali mengejutkan musuh-musuh mereka. Karena orang-orang Mongol memiliki lebih banyak kuda daripada tenaga manusia, mereka sering membingungkan para musuh dengan memasang boneka di atas kuda mereka. Ini mengesankan bahwa pasukan Mongol adalah gerombolan yang luar biasa. Lewat keganasan dan taktik unik yang mereka miliki—ditambah dengan kemampuan menunggang kuda, keterampilan memanah yang luar biasa dan peralatan pengepungan ala China yang canggih—pasukan Mongol tak pelak sebagai kekuatan yang paling menghancurkan di muka bumi masa itu.
Penguasa Khwarezmia tidak memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri. Begitu Jengis Khan menyerang pasukan dan benteng Khwarezmia, dia menghancurkan wilayah yang didudukinya. Pasukannya menjarah kota-kota dan desa-desa dan melakukan tindakan pembunuhan massal dan kekejaman di seantero Timur Tengah dan Asia Tengah. Kota-kota besar seperti Bukhara dan Balkh dan perbendaharaan sastra Persia hancur lebur tanpa ada peluang dipulihkan kembali. Kebudayaan Nishapur dan Herat habis seketika ketika pembunuhan massal mencapai angka ratusan ribu. Di Transoxiana kerja-kerja kanal bawah tanah, yang merupakan jalur kehidupan pertanian Asia Tengah dan Selatan, runtuh. Tanah subur berubah menjadi pasir yang kembali gersang. Dalam beberapa tahun setidaknya seperempat dari populasi Persia dan Khurasan ikut binasa—Bersambung.*