Sinergi PP 'Aisyiyah dan KemenPPPA Hadapi Kekerasan Seksual

Publish

22 October 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
170
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Tingkatkan Peran Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan, Pencegahan, dan Penanganan

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PP ‘Aisyiyah) bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melakukan Pelatihan Pelayanan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual untuk Tenaga Kesehatan pada Sabtu (21/10/23). Acara ini diikuti oleh 75 tenaga kesehatan klinik dan rumah sakit ‘Aisyiyah yang berasal dari berbagai daerah. 

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Eni Widiyanti dalam kesempatan tersebut menyampaikan apreasiasinya kepada Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang telah menginisiasi pelatihan ini yang merupakan kegiatan yang sangat penting dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. “Perlindungan kepada perempuan dan anak anak menjadi kewajiban negara yang mengacu pada prinsip no one left behind dan no violents againt women and girls dan zero toleransi untuk kekerasan pada perempuan dan anak, ini sudah tercantum di UUD negara kita yang mengamanatkan jaminan perlindungan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia termasuk perempuan.” 

Terkait kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan dan anak di Indonesia, Eni menyebutkan bahwa hingga kini masih sangat tinggi. Mengacu pada Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional di Tahun 2021, 1 dari 4 perempuan pernah mengalami kekerasan selama hidupnya. “Sebanyak 26,1% perempuan usia 15-64 th yang artinya 24.5jt perempuan mengalami kekerasan selama hidupnya,” jelas Eni. Data tahunan terakhir menunjukkan 5.2% atau 4.9 juta perempuan pernah mengalami kekerasan dalam 1 tahun oleh orang lain. Sedangkan data pada tahun 2022 yang melapor tercatat 11.538 kasus atau artinya hanya 0.1% yang berani melapor.  

Kondisi ini menurut Eni sangat memprihatinkan karena hanya sedikit yang berani dan mampu melaporkan kekerasan yang dialaminya. Hal lain lagi yang menjadi perhatian adalah jika ada data pelaporan kekerasan yang meningkat justru dianggap meresahkan oleh para pemangku kepentingan. “Padahal dalam perlindungan dan pencegahan kekerasan seksual, peningkatan angka pelaporan adalah berita baik karena saat pelaporan meningkat sudah banyak perempuan tahu hak dan memiliki keberanian melapor.” 

Padahal menurut Eni data pelaporan ini dapat ditindaklanjuti dengan penanganan yang terbaik bagi korban dan bagi pelaku untuk menimbulkan efek jera. Hal ini menurut Eni masih menjadi tantangan kita bersama. “Kekerasan jenis apapun baik fisik, psikis, seksual, ekonomi dan lainnya itu tidak boleh terjadi dan tidak dibenarkan karena berdampak sangat negatif bagi kesehatan mental dan berdampak negatif pada perempuan dan anak. Ini membutuhkan kerja bersama, kolaborasi multi stakeholder termasuk dengan PP ‘Aisyiyah ini sangat kita apresiasi karena ini sangat penting dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang dialami perempuan dan anak.”

Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah menyampaikan bahwa komitmen ‘Aisyiyah untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada perempuan dan anak sudah menjadi perhatian sejak awal berdirinya. Komitmen ini diperkuat lagi dengan komitmen perempuan berkemajuan di Muktamar ke-48 ‘Aisyiyah pada tahun 2022 yang salah satunya adalah tentang komitmen untuk peduli terhadap masalah kemanusiaan universal. “Tidak hanya kepekaan ‘Aisyiyah pada persoalan dunia namun yang terpenting ‘Aisyiyah berdiri dan hadir dalam isu-isu pembelaan kaum yang membutuhkan, salah satunya mereka yang menjadi korban kekerasan seksual.”

Seluruh elemen bangsa disebut Salmah harus berupaya serta menjamin terlaksananya penanganan perlindungan dan pemulihan bagi setiap korban kekerasan seksual. Meskipun sudah disahkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada tahun 2022 namun implementasi dan sosialisasinya menurut Salmah masih belum maksimal termasuk di lingkup aparat penegak hukum dan masyarakat. 

Masih tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak disebut Salmah juga dikarenakan kurangnya pemahaman pada upaya pencegahan, pelayanan, dan penanganan korban kekerasan seksual lintas profesi. Terutama dalam hal ini tenaga kesehatan yang merupakan garda terdepan pelayanan dan penanganan korban kekerasan seksual yang perlu mendapatkan tindakan intensif. Penyembuhan korban kekerasan seksual tidak hanya pada pendampingan psikososial namun sejak pertolongan pertama korban kekerasan seksual memerlukan bantuan dan itu terjadi di RS atau klinik terdekat. “Tenaga kesehatan menjadi pemberi layanan profesi pertama yang menerima korban kekerasan seksual, saat ini Muhammadiyah 'Aisyh memiliki 300 dan klinik yang tersebar di seluruh Indonesia yang tentu harus siap memberikan layanan pertama pada perempuan dan anak terutamanya adalah korban kekerasan seksual.”

Warsiti, Ketua Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa fenomena di lapangan para korban kekerasan seksual saat datang ke fasilitas kesehatan cendreurng tidak mampu menceritakan kekerasan yang dialaminya karena berbagai hal. “Seringkali kita lengah sebagai tenaga kesehatan hanya fokus pada keluhan fisiknya, kita lengah kemudian kita tidak pastikan ketika pulang tidak ada pendamping. Padahal seharusnya tenaga kesehatan bisa mencurigai bahwa kondisi yang dialami adalah akibat adanya tindak kekerasan, sehingga sebagai tenaga kesehatan tidak memulangkan begitu saja tetapi bagaimana kemudian kita melakukan proses rujukan dan sebagainya, itulah yang akan kita pelajari,” ujar Warsiti 

Warsiti menyebutkan tujuan pelatihan ini Pertama, agar para tenakes mendapatkan pemahaman tentang pendampingan korban kekerasan seksual yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit. Kedua, meningkatkan pemahaman dan persepsi yang sama terhadap korban kekerasan seksual dan mekanisme penanganan korban kekerasan seksual yang melakukan pemeriksaan kesehatan di lingkungan rumah sakit.  Ketiga, meningkatkan kemampuan untuk memberikan dukungan dalam hal bukti-bukti hukum dalam rangka menghasilkan putusan hukum yang berkeadilan bagi korban.

Ketua panitia pelatihan ini, Widyastuti yang juga merupakan Ketua Lembaga Budaya, Seni, dan Olahraga PP ‘Aisyiyah menyampaikan pelatihan ini akan berlanjut pada tanggal 28-29 Oktober dengan fokus pelatihan kapasitas advokasi dan konseling pendamping korban kekerasan seksual untuk Guru PAUD dan Guru BK. Sehingga pelatihan ini menyasar tenaga kesehatan serta guru PAUD dan BK ‘Aisyiyah. 

“Dengan dua sasaran yang kami anggap bisa langsung berkaitan dengan korban atau perempuan dan anak yang berpotensi terkena kekerasan kami berharap ‘Aisyiyah memiliki kemampuan untuk melakukan deteksi dini pada perempuan dan anak yang berpotensi menjadi korban karena speak up bagi korban yang terkena kekerasan seksual ini masih perlu kita tingkatkan.” (Suri)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Raden Isnanta membuka Kuliah Kewirau....

Suara Muhammadiyah

14 September 2023

Berita

REMBANG, Suara Muhammadiyah - Sebagai aktivis muda Muhammadiyah, kita harus memiliki kemandirian di ....

Suara Muhammadiyah

26 March 2024

Berita

BANDUNG, Suara Muhammadiyah — Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis ....

Suara Muhammadiyah

22 December 2023

Berita

SOLO, Suara Muhammadiyah - Menjadi salah satu dari 53 universitas penyelenggara, Universitas Muhamma....

Suara Muhammadiyah

8 January 2024

Berita

SEMARANG, Suara Muhammadiyah – Setelah resmi dibuka program bertajuk "Balik Kerja Bareng BPKH ....

Suara Muhammadiyah

14 April 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah