BERBAH, Suara Muhammadiyah – SMP Muhammadiyah 7 Yogyakarta (Moetoe) berupaya menghidupkan denyut nadi kebudayaan sebagai endapan dari kegiatan dan karya manusia berupa cipta, karsa, dan rasa. Hal itu dilakukan lewat gelar budaya, Sabtu (28/12) di Pendapa Keboyeman, Semoya, Berbah, Sleman, DIY.
Gelaran ini mempersembahkan solo vokal, biola, macapat (macapat sinom grandel laras slendro pathet 9 lan macapat kinanthi sekar gadhung laras pelog bem). Selain itu, ada juga penamilan Tari Jantrane Sang Lelaku, Karawitan (Ladrang Nuswantara kalajengaken Lancaran Prau Layar lan Ojo di Pleroki).
Salah satu siswa SMP Moetoe Airlangga Dharma N tampil sebagai dalang cilik dalam gelaran budaya ini. Puncaknya, gelaran wayang kulit oleh Ki Rofit Ibrahim (lakon: Sugriwa-Subali).
Lebih lanjut, SMP Motoe juga memberikan reward kepada siswa berprestasi dalam kompetisi karawitan di SMKN 1 Kasihan, macapat dan tari kreasi kelompok di SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta.
Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta Edi Sukoco menyampaikan apresiasi kepada SMP Motoe atas gelar budaya yang sangat menarik, kreatif, terlebih dilakukan para siswa berbakat.
“Gelar budaya ini merupakan simbol Muhammadiyah tidak masa bodoh dengan budaya, sehingga budaya itu tumbuh dan hidup,” katanya.
Edi menegaskan, Muhammadiyah bukan organisasi Islam yang anti budaya. Justru sejak awal, kebudayaan sudah lekat dengan Muhammadiyah.
“Muhammadiyah itu tidak anti budaya. Itu penting tengahkan di sini. Makanya dibentuk Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah,” tegasnya.
Anggota Majelis Dikdasmen-PNF PWM DIY Marwata HN menyebut, gelar budaya ini menunjukkan SMP Moetoe berhasil mengembangkan potensi para siswanya. Lebih-lebih dibidang kebudayaan yang tidak banyak siswa berminat di bidang ini.
“Ini menunjukkan sekolah ini memiliki visi untuk mengembangkan potensi oleh siswanya. Saat ini yang dibutuhkan adalah bagaimana mengembangkan potensi anak-anak itu bisa bermanfaat bagi kehidupan,” ujarnya.
Marwata melihat SMP Moetoe sudah memulai sejak awal untuk membantu siswanya mengembangkan potensinya. “Karena itu, bapak ibu tidak salah pilih menyekolahkan putra-putrinya di sekolah ini,” bebernya.
Kepala Sekolah SMP Motoe Supriyadi mengungkpan, gelar budaya sebagai project dari sekolah penggerak. Dan yang membedakan gelar budaya ini menjalin kolaborasi dengan masyarakat.
“Kalau yang lainnya hanya simpel, berada di sekolah, dan tidak banyak melibatkan banyak pihak. Kalau ini kita kolaborasi pengrawit, dalang, warga masyarakat, pimpinan Muhammadiyah,” tuturnya.
Gelar budaya ini bukan hanya disaksikan oleh guru, tetapi masyarakat sekitar. Tampak masyarakat menikmati penampilan siswa SMP Moetoe yang berbakat di bidang kebudayaan.
“Ini pagelaran yang tidak melibatkan sekolah saja, masyarakat juga terlibat di sini,” katanya.
Supriyadi mengatakan, para siswa yang terlibat berasal dari kelas peminatan seni budaya. “Anaknya punya basic kecakapan seni. Maka ini coba kita kombinasikan,” ulasnya. Ia mengharapkan ke depan acara serupa dapat digelar lebih meriah dan semarak lagi. (Cris)