MAKASSAR, Suara Muhammadiyah - Selama periode 2015-2021, Komnas Perempuan menerima 67 laporan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Dari seluruh laporan tersebut, mayoritasnya atau 35% berasal dari kampus atau perguruan tinggi.
Selain kampus, lingkungan pendidikan lain yang banyak melaporkan kasus kekerasan seksual adalah pesantren (16%) dan SMA/SMK (15%). Kemudian ada laporan dari SMP, SD, TK, sekolah luar biasa (SLB), vokasi, serta pendidikan gereja dengan proporsi lebih sedikit.
Data tersebut diungkap Ketua Dewan Kehormatan, Etik, dan Advokasi (DKEA) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Abd. Kadir Adys SH MH, saat mengulas latar belakang terbitnya Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Hal tersebut ia sampaikan dalam pembukaan sosialisasi Permendikbudristek tersebut dalam lingkup Unismuh, yang digelar pada Senin, 25 Maret 2024 di Mini Hall Fakultas Keguruan dan Ilmi Pendidikan (FKIP) Unismuh.
Acara ini akan digelar di semua fakuktas. Sosialisasi perdana tahap diawali di FKIP. Sosialisasi tersebut dilaksanakan oleh Satuan Tugas Pencegahan Penanganan Kekerasan Seksual, Perundungan, dan Intoleransi (Satgas PPKSPI) Unismuh Makassar. Satgas ini juga kerap disebut Satgas Tiga Dosa Besar Pendidikan.
Gencarkan Sosialisasi
Dalam sambutannya pada pembukaan sosialisasi, Dekan FKIP Unismuh Erwin Akib PhD memberikan sejumlah masukan bagi Satgas PPKSPI. Ia berharap sosialisasi bukan hanya digelar dalam bentuk tatap muka, melainkan dengan menggunakan media promosi.
"Mestinya sejak orang masuk kampus, sudah ada papan bicara di berbagai sudut strategis, yang memperkenalkan apa itu kekerasan seksual. Itu kan banyak bentuknya, ada yang dalam bentuk verbal, ataupun tulisan, seperti melalui Whats App. Itu perlu diketahui warga kampus," ungkap Erwin.
Pengurus Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah itu juga menyarankan sosialisasi dalam bentuk buku saku digital, yang bisa disebarkan ke segenap sivitas akademika.
"Mungkin ada pula yang lebih senang dengan bentuk audio visual, jadi bisa dibuatkan video yang bisa disebarkan melalui media sosial," ujar nakhoda FKIP Unismuh itu.
Selain itu, Erwin berharap sosialisasi bisa digelar dengan menggandeng Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
"Kebetulan salah satu dosen FKIP, adalah staf khusus di Kemen PPPA, jadi kita bisa buat sosialisasi lebih besar dengan menghadirkan orang Kementerian di Balai Sidang Unismuh," ujar Erwin, yang merupakan Ketua Majelis Dikdasmen-PNF Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel.
Integrasi Kurikulum
Erwin menambahkan, strategi lain yang bisa ditempuh, dengan mengintegrasikan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi dalam kurikulum. "Boleh dibuatkan mata kuliah 0 SKS, tapi bersifat wajib diikuti," usulnya.
Sementara itu, Wakil Rektor IV Unismuh Dr Mawardi Pewangi, yang mewakili Pimpinan Universitas, menegaskan komitmen Unismuh untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi dalam kampus.
Merespon usulan Dekan FKIP, Mawardi menyebut pokok bahasan tersebut dapat dijadikan pokok bahasan dalam Mata Kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK). Satgas dapat menyiapkan modul yang dapat diajarkan oleh para dosen AIK.
Acara diakhiri dengan penyematan rompi Satgas PPKSPI Unismuh kepada Wakil Rektor IV dan Dekan FKIP oleh Ketua Satgas Dr Ir Nenny, ST MT IPM. Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan sosialisasi.
Narasumber dalam sosialisasi Permendikbudristek No 30/2021 yakni Dr. Ir. Nenny ST MT IPM, Abd. Kadir Adys SH MH, Auliah Andika Rukman SH MH, Nasaruddin SPd MM, Dra Indra Jauharini Amry MPd, Muhammad lbnu Maulana Ruslan SH MH.