Spirit Fastabiqul Khairat

Publish

23 April 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
109
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Spirit Fastabiqul Khairat

Oleh: Muhammad Zaini, SHI. MSI., Ketua Majelis Tabligh PDM Pamekasan

Jargon "Fastabiqul Khairat" menjadi identitas Muhammadiyah dalam setiap pergelaran rapat, perkumpulan dan momentum apapun untuk mengobarkan spirit pergerakan organisasi. Tidak main-main jargon tersebut merujuk langsung pada Q.S.  Al-Baqarah: 148. Muhammadiyah dengan jargon ini dapat membuktikan pada umat tentang sebuah prestasi kemajuan yang ditorehnya, tidak saja dalam skala nasional, melainkan juga internasional. Dari sisi kuantitas pengikut yang tidak mayoritas di negeri ini, tetapi tidak berarti minoritas dari sisi kualitas dan prestasi yang diraihnya. Muhammadiyah menjadi catatan terbesar yang berkontribusi di bidang Amal Usaha Pendidikan yang mewarnai tanah air ini. 

Muhammadiyah menyebut dirinya sebagai organisasi modern adalah sangat pantas dan bukan lip service semata. Dunia menyaksikan dengan capaian global yang ditunjukkan dari sajian keberhasilan dari waktu ke waktu. Haedar Nashir Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyebut ilmuwan asing mulai dari Mitsuo Nakamura sampai dengan Robert W. Hefener, seorang asal Boston University, Amerika Serikat mengakui kebesaran dan kemajuan Muhammadiyah.

Dengan spirit "Fastabiqul Khairat" pergerakan persyarikatan terus bergelora tanpa henti, bahkan tidak terbendung. Sebuah organisasi yang lepas dari kepemilikan personal, dengan pola kepemimpinan kolektif-kolegial, tidak saja sekadar perkumpulan yang ramai dari banyaknya simpatisan, melainkan benar-benar menghadirkan kebermanfaatan melalui keberadaan institusi-institusi yang profesional.

Publik dan sejarah telah mencatat, bahwa bukti karya monumental Muhammadiyah di berbagai lini dan aspek tidak dapat dibantah. Lembaga sosial, pendidikan, dakwah dan kesehatan adalah deretan realitas karya yang telah menjadi catatan sisi kemajuan yang layak menjadi koleksi khazanah peradaban dunia. Hal ini tentu suatu prestasi yang tidak biasa, mungkin saja sebagian orang berdalih sebagai pembenar yang menganggap kemajuan sebagai sebuah kewajaran, karena Muhammadiyah menjadi perkumpulan orang-orang mapan dari sisi ekonomi.

kenyataannya juga tidak. Muhammadiyah di mana-mana selalu menjadi pergerakan dengan kuantitas pengikut yang dari sisi jumlah tidak fantastis, bahkan selalu berada pada posisi minoritas. Ada sebuah kampung di Kendal Jawa Tengah (dalam catatan penulis), simpatisan atau warga Muhammadiyah tergolong relatif minim dengan letak geografis yang tidak strategis dan jauh dari jangkauan perkotaan, tetapi capaian kemajuannya luar biasa membanggakan. 

Ada sebuah Amal Usaha yang mercusuar di Kendal tersebut. Saat itu penulis (2011) pernah berkunjung ke Pesantren Darul Arqam yang menjadi rintisan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kendal, yang jumlah santrinya mencapai ribuan, padahal letak lokasinya di lereng perbukitan. Di sekitarnya banyak semak-semak dan jalannya penuh dengan kelokan tajam. Ada event besar yang diselanggarakan waktu itu, dengan menghadirkan peserta dari berbagai daerah se-Indonesia.

Acaranya spektakuler dan mengundang magnet tinggi bagi semua peserta yang hadir, karena dari sisi letak geografis tergolong unik dan terpencil, namun menghadirkan sebuah Amal Usaha yang mengejutkan. Pesantren Darul Arqam Kendal itu berbasis manajemen modern dengan pengelolaan yang profesional. Aroma spirit perjuangan para penggeraknya, mulai dari pimpinan pesantren, dewan asatidz dan pimpinan persyarikatan sangat kental militansi dakwahnya. Walhasil, para undangan yang hadir saat itu banyak terkesima dan terinspirasi.

Lagi-lagi Pesantren Darul Arqam tersebut memancarkan spirit “Fastabiqul Khairat”. Penulis menyajikan salah satu Amal Usaha di Kendal sekadar sebagai contoh, tanpa menegasikan Amal-Amal Usaha di dearah lain. Penulis yakin, tentu tidak sedikit Amal Usaha di daerah lain yang juga tidak kalah cemerlang dengan yang ada di Kendal, bahkan boleh jadi banyak yang memiliki prestasi yang lebih unggul. Ini semua membuktikan, Muhammadiyah maju dan berhasil bukan mengandalkan sisi kuantitas pengikut, tetapi lebih pada ghirah keikhlasan atau ketulusan dan semangat ber-fastabiqul khairat.

Di Muhammadiyan apakah juga aman dari persinggungan atau pergesekan lintas personal atu struktural yang terkadang menjadi faktor melemahnya pergerakan organisasi? ternyata juga tidak. Semua itu terjadi, sebagaimana lazimnya sebuah perkumpulan yang di dalamya banyak ide, gagasan dan kepentingan, tetapi ada kesadaran etis yang tertanam kokoh pada setiap kader yang memilih aktif sebagai penggerak organisasi atau persyarikatan, sehingga relatif aman konfrontasi yang kurang sehat.

Coba kita potret keteladanan para tokoh nasional yang duduk di Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Setiap pergantian pimpinan sebuah keniscayaan jika ada aroma politik yang melekat sebagai interest personal. Banyak figur  nasional di Muhammadiyah yang juga melekat jabatan kepemerintahan sebagai amanah yang harus diemban. Semua menjadi aman karena masing-masing tokoh diperkuat oleh prinsip etika berorganisasi, sehingga ada jarak antara kepentingan pribadi dan kepentingan organiasi, ada jarak antara kemaslahatan umat dan kemaslahatan personal.

Dari tahun ke tahun sampai masuk hitungan satu abad, Muhammadiyah dapat dikatakan benar-benar teruji dari suasana gaduh akibat perhelatan suksesi kepemimpinan. Bahkan Gus Mus (sapaan akrab Kiai Mushthafa Bisri) asal Rembang sebagai ulama’ karismatik dan tokoh sesepuh NU, pernyataannya sempat menjadi headline Harian Jawa Pos bahwa “Muktamar NU Gaduh, Muktamar Muhammadiyah Teduh” (2015). Pernyataan itu sebagai apresiasi Gus Mus terhadap keteduhan Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang digelar di Makassar pada Rabu, 05 Agustus 2015. 

Penulis mengutip pernyataan Gus Mus sama sekali tidak bermaksud membandingkan dua ormas besar ini secara konfrontatif, melainkan ada pesan etis yang ingin penulis sampaikan, bahwa Muhammadiyah menjadi organisasi besar yang modern dan berkemajuan adalah memegang teguh prinsip etika sebagai landasan moral berorganisasi. Spirit “Fastabiqul Khairat” tidak saja menjadi jargon suci tanpa akar yang membumi. Fastabiqul Khairat benar-benar hadir sebagai sebuah gerakan nilai yang melapisi setiap gerak langkah dan derap kemajuan persyarikatan, mulai dari pusat, wilayah, daerah sampai ke ranting-ranting.

Prinsip nilai ini yang seharusnya diteguhkan dalam setiap pergerakan, proses perkaderan, dan setiap pergelaran suksesi kepamimpinan, agar tidak tercium aroma interest ego pribadi, sektoral dan kelompok-kelompok kecil di internal organisasi yang dapat mengarah pada munculnya dinasti kepemimpinan di tubuh persyarikatan. Selamat membaca, semoga bermanfaat.    


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Salah Kaprah tentang Nasikh dan Mansukh (2) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Univers....

Suara Muhammadiyah

17 April 2024

Wawasan

Idul Fitri dan Keadilan Sosial Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas ....

Suara Muhammadiyah

10 April 2024

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (11) Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra Di da....

Suara Muhammadiyah

16 November 2023

Wawasan

Tanggapan atas putusan Mahkamah Konstitusi tentang Syarat Usia Capres-Cawapres Oleh: Dr. phil. Ridh....

Suara Muhammadiyah

17 October 2023

Wawasan

Karakter Ayat-ayat Shiyām Ramadhān (1): Iman Menumbuhkan Kekuatan Pengendali Ust. Rifqi Rosy....

Suara Muhammadiyah

21 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah