Tajdid Instruktur, Tajdid Kaderisasi

Publish

6 December 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
166
Istimewa

Istimewa

Tajdid Instruktur, Tajdid Kaderisasi

Oleh: Dzulfikar Ahmad Tawalla, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah

Bagi Pemuda Muhammadiyah, pertanyaan tentang bagaimana menjaring dan membina generasi muda kini menjadi sorotan yang tak terhindarkan. Di tengah perubahan sosial yang begitu cepat, keberhasilan merawat regenerasi akan menentukan apakah organisasi ini tetap hadir sebagai kekuatan pembaruan, atau justru kehilangan sebagian energinya karena tidak mampu menyesuaikan diri. 

Generasi muda hari ini tumbuh dalam lingkungan yang lebih cair, lebih terbuka, dan lebih kompetitif; tanpa pendekatan kaderisasi yang adaptif, kesempatan untuk membentuk mereka dapat dengan mudah bergeser ke ruang-ruang lain di luar organisasi. Tantangan regenerasi bukan hanya milik Pemuda Muhammadiyah. Banyak organisasi keagamaan dan kemasyarakatan menghadapi persoalan serupa: struktur terlihat besar, tetapi tingkat keterlibatan tidak merata. Aktivitas organisasi kerap bertumpu pada figur-figur yang telah lama mengabdikan diri, sementara kehadiran kader baru tidak selalu terbangun secara sistematis. Ketika terjadi pergantian generasi, celah itu segera terasa. 

Problem ini bukan sekadar krisis ideologi, tetapi lebih pada ketidaksinkronan antara pola kaderisasi yang diwariskan dan perubahan cara pandang generasi yang tumbuh dalam ekosistem digital. Dalam konteks inilah gagasan tajdid instruktur dan kaderisasi pemuda negarawan menemukan pijakannya. Ia berangkat dari kesadaran bahwa metode pembinaan tidak bisa lagi mengandalkan pola satu arah atau struktur hierarkis yang kaku. Kebutuhan saat ini adalah pendekatan yang lebih dialogis, lebih kontekstual, dan lebih mampu membangun keterhubungan antarindividu. Tajdid berupaya menjembatani jarak antara tradisi organisatoris yang kuat dengan dinamika generasi muda yang mencari ruang partisipasi, pengalaman belajar yang bermakna, dan relasi kepemimpinan yang lebih setara.

Pemuda Negarawan

Empat pilar pemuda negarawan, yaitu Islam berkemajuan, intelektual-sosial, keilmuan, dan kewirausahaan sosial, tidak dimaksudkan sebagai jargon formal organisasi. Ia lahir dari kebutuhan mendesak untuk menjawab kegelisahan generasi muda yang hidup dalam arus informasi yang cepat, tekanan ekonomi, dan meningkatnya kompleksitas sosial. Pilar-pilar ini menjadi kerangka untuk memastikan bahwa narasi keagamaan tidak berhenti pada slogan, tetapi diterjemahkan menjadi orientasi etis dan sosial yang membentuk cara berpikir dan cara bertindak.

Dalam praktiknya, pilar tersebut dirancang untuk menggeser posisi pemuda dari sekadar konsumen retorika religius menjadi aktor yang aktif dan reflektif. Islam Berkemajuan, misalnya, memberi arah keagamaan yang mendorong nalar kritis dan sikap inklusif, sementara orientasi intelektual-sosial memperkuat kemampuan membaca persoalan masyarakat secara jernih dan mengambil peran dalam merawat kohesi sosial. Tradisi keilmuan ditempatkan sebagai pusat pembentukan kader yang mampu memverifikasi informasi, mengembangkan argumen, dan merumuskan gagasan yang relevan dengan kebutuhan zaman.

Pada saat yang sama, semangat kewirausahaan sosial memperluas cakupan kaderisasi dengan menanamkan kemandirian ekonomi yang berakar pada etika sosial. Pilar ini tidak melahirkan wirausahawan yang hanya berorientasi profit, tetapi individu yang memahami bahwa inovasi dan kebermanfaatan publik harus berjalan beriringan. Artinya, keempat pilar tersebut bekerja sebagai satu kesatuan yang memampukan pemuda menjadi generasi yang kritis, kreatif, dan bertanggung jawab, bukan hanya dalam wacana, tetapi dalam tindakan nyata di ruang publik.

Menyikapi Pertumbuhan Digital

Di tengah perubahan zaman, terutama revolusi digital, pola komunikasi, pembelajaran, dan interaksi sosial sudah berubah drastis. Generasi muda sekarang lebih akrab dengan internet, media sosial, dan informasi cepat. Oleh karena itu, metode kaderisasi dengan pendekatan lama (tatap muka, ceramah, retorika) mungkin tidak cukup. Instruktur harus mampu menggunakan metode modern: dialog interaktif, studi kasus kontekstual, diskusi kritis, pemanfaatan media digital sebagai ruang pembelajaran, serta pendekatan yang memungkinkan kader memasukkan gagasan mereka sendiri. Instruktur harus adaptif dalam arti tidak hanya aktif sebagai penyampai materi, tetapi fasilitator dan mentor yang memahami cara pandang generasi digital.

Pelatihan instruktur nasional seperti yang direncanakan bukan sekadar formalitas, tetapi momentum strategis. Dengan mengumpulkan peserta dari seluruh Indonesia, dari berbagai latar belakang, konteks sosial, dan pengalaman lokal, forum ini dapat menjadi wahana evaluasi terhadap praktik kaderisasi lama, serta laboratorium ide untuk metode baru. Dalam forum seperti ini, bukan hanya materi yang dibagikan, tetapi pengalaman kontekstual, problem lokal, dan strategi kreatif dapat dipertukarkan. Jika dilakukan serius, pelatihan ini bisa menumbuhkan kesamaan visi dan metode, sehingga ketika instruktur kembali ke daerahnya masing-masing, mereka bisa menyesuaikan pendekatan dengan karakteristik daerah masing-masing tanpa mengorbankan orientasi ideologis dan nilai dasar.

Namun, keberhasilan tajdid instruktur sangat ditentukan oleh komitmen jangka panjang. Banyak organisasi pernah menggagas pelatihan bersemangat, tetapi karena tidak dibarengi dengan pendampingan lanjutan, evaluasi, dan adaptasi, hasilnya pun memudar. Padahal tanpa itu, pelatihan bisa berhenti sebagai satu acara semata, tanpa efek signifikan terhadap realitas perkaderan di basis lokal.

Argumentasi tajdid ini juga harus diiringi kesadaran bahwa Indonesia kini menghadapi problem sosial yang kompleks, kemiskinan struktural, kesenjangan ekonomi, kerusakan lingkungan, disinformasi, krisis moral, hingga polarisasi sosial-politik. Pemuda Muhammadiyah yang dibentuk dengan empat pilar tadi bisa berkontribusi menjadi bagian dari solusi, bukan hanya di ranah dakwah atau keagamaan, tetapi di ranah sosial, ekonomi, dan intelektual. Misalnya, dengan menekankan kewirausahaan sosial, kader bisa merespons kebutuhan masyarakat, menciptakan lapangan kerja bagi mereka, menginisiasi proyek pemberdayaan komunitas, membantu kelompok rentan, dan membangun solidaritas kolektif. Dengan cara ini, identitas keislaman tidak dilepaskan dari tanggung jawab kebangsaan dan kemanusiaan.

Saat ini, salah satu risiko besar adalah bahwa organisasi keagamaan besar seperti Muhammadiyah, dengan skala nasional dan jaringan luas, menjadi lembaga “warisan” tanpa daya tarik masa kini. Struktur besar bisa jadi beban ketika tidak disertai inovasi, kecepatan adaptasi, dan pendekatan yang resonan dengan generasi muda. Banyak dari mereka tumbuh dalam gaya hidup modern, urban, digital, dan memiliki kebutuhan, aspirasi, serta problem berbeda dari generasi sebelumnya. Jika kaderisasi gagal menjawab itu, maka partisipasi mereka terhadap organisasi tinggal historis, bukan aktual. Tajdid instruktur ini hadir tidak lain sebagai upaya untuk menjadi jembatan antara warisan institusional dan aspirasi generasi kontemporer.

Lebih jauh lagi, relevansi Pemuda Muhammadiyah bagi masa depan bangsa tergantung pada kemampuannya membentuk pemimpin muda yang bukan sekadar aktif dalam ormas, tetapi mampu mengambil peran strategis dalam masyarakat luas, mulai dari masyarakat sipil, lembaga sosial, bahkan ranah kebijakan publik. Tentu, semua ini tidak instan. Proses tajdid kaderisasi butuh waktu, komitmen, dan konsistensi dari seluruh elemen.

Oleh karena itu, pembaruan instruktur harus disertai sistem: pelatihan berkelanjutan, mentoring, modul kontekstual, evaluasi program, dan asesmen terhadap efektivitas metode. Harus ada indikator keberhasilan, berapa banyak kader baru yang aktif, berapa banyak inisiatif sosial-kemasyarakatan yang muncul, bagaimana kualitas partisipasi di masyarakat. 

Di saat Indonesia menghadapi tantangan disrupsi teknologi, ketidakpastian ekonomi, fragmentasi sosial, kita membutuhkan generasi muda yang tidak hanya religius, tetapi cerdas, kritis, produktif, dan berwawasan kebangsaan. Pemuda Muhammadiyah, melalui tajdid instruktur dan kaderisasi kontekstual, diorientasikan untuk menjadi bagian dari solusi, bukan hanya bagi umat, tetapi bagi bangsa Indonesia.

 

(*) Tulisan ini disusun untuk menyambut agenda nasional PP Pemuda Muhammadiyah, yaitu Pelatihan Instruktur Nasional (PINAS) dan Lokakarya Perkaderan yang akan berlangsung di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 4-7 Desember 2025.

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Inklusi Sosial untuk Mewujudkan Masyarakat Berkemajuan Oleh: Saherman Saya berkesempatan untuk ter....

Suara Muhammadiyah

27 February 2024

Wawasan

Surga: Apakah Cukup dengan Identitas Agama di Kolom KTP? Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Ranti....

Suara Muhammadiyah

8 April 2025

Wawasan

Darah Biru Mimi dan Mintuno Oleh: Khafid Sirotudin, Ketua LPUMKM PWM Jateng, Kabid Diaspora Ka....

Suara Muhammadiyah

8 January 2025

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Istilah "jihad" sering kali dis....

Suara Muhammadiyah

7 October 2024

Wawasan

Menyingkap Huruf-Huruf Misterius dalam Al-Qur`an (1) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Buday....

Suara Muhammadiyah

24 April 2024