BANDUNG, Suara Muhammadiyah - Di lereng Kertasari, Kabupaten Bandung, udara sejuk pegunungan melengkapi semangat para petani kentang. Sejak pertengah Juli 2025, Lazismu Jawa Barat bersama Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) dan Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM) menggulirkan program Tani Bangkit.
Tani Bangkit, suatu ikhtiar untuk menghadirkan kemandirian dan kesejahteraan bagi petani kecil yang ditiupkan melalui semangat al-maun. Selama ini, para petani kentang di Desa Cibeureum kerap menghadapi persoalan yang menyulitkan saat bertani.
Akses memperoleh bibit unggul menjadi salah satu persoalan klasik. Ditambah lagi harga pupuk yang meroket. Tak berhenti sampai di sini, panjangnya rantai distribusi membuat hasil panen baru dibayar berminggu-minggu kemudian. Kondisi ini bukan hanya melelahkan, petani juga sulit untuk memutar modalnya.
Persoalan ini diakui Dadang Romansyah salah seorang petani. Dadang sulit menjual hasil panennya ke pasar. Ini kentang lokal, jenis granula, sebutnya. Menurutnya faktor cuaca turut memberikan dampak terhadap kualitas kentang. “Jika cuaca buruk kentang bisa cepat busuk,” ungkapnya.
Nasib Dadang masih beruntung. Ia bertemu dengan jamaah tani Muhammadiyah (Jatam). Keluh kesahnya didengar dan dicarikan Solusi. Melalui program Tani Bangkit, lahirlah terobosan sederhana namun bermakna.
Jatam selama ini mendampingi prosesnya. Dengan pola “Timbang Bayar”, hasil panen yang dibawa petani langsung ditimbang dan dibayar tunai sesuai harga pasar. Uang tunai Dadang terima, tanpa harus menunggu. “Alhamdulillah, sekarang hasil panen langsung dibayar. Jadi kami bersama petani lainnya bisa segera menanam kembali,” ungkap Dadang yang ikut merasakan manfaat program ini.
Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Luthfi, mengatakan bahwa program ini kolaborasi Jatam dan Lazismu Jabar. Pemberdayaan petani lewat program Tani Bangkit, pada dasarnya untuk meningkatkan kesejahteraan pertani.
Sejauh ini, kata dia, kita melihat permasalahan yang dihadapi petani seperti apa. “Persoalan modal, akses pasar menjadi masalah yang besar. Adapun masalah teknisnya petani sendiri yang punya, dan belajar dari pengalaman untuk edukasi petani sesuai dengan apa yang kita upayakan,” pungkasnya mengabarkan kepada tim media Lazismu Pusat, pada Jum'at (26/9/2025).
Menurutnya, konsep bertani secara ideal tidak mudah. Karena itu, Jatam masuk lewat pintu permodalan dan akses pasar serta bermitra dengan petani. Jatam menilai, dilihat dari proses bisnis ada lima kebutuhan dasarnya, yaitu lahan, pekerja, bibit, pupuk dan obat-obatan. Luthfi menekankan yang paling utama lahan harus milik petani pribadi, termasuk tenaga kerja yang dilibatkan. Kita menghindari pola bermitra dengan hibah dan uang, karena risiko disalah-gunakannya sangat besar.
Tiga kebutuhan lainnya kita dukung sehingga ada rasa saling memiliki. Hasil panennya dibeli dengan harga pasar secara tunai. Petani merasa aman, karena jenis kentang lokal ini bernama Granula yang layak untuk dikonsumsi. Sementara itu, dari sisi pemasarannya Jatam yang lakukan.
Ia meyakini meski untungnya kecil tapi petani merasa diuntungkan dan akan menyadari tentang nilai penting suatu wadah untuk belajar dan berbagi penglaman. Jatam dibentuk oleh MPM sebagai wadah pemberdayaan petani. Tempat untuk berkoordinasi dan bertukar informasi, sifatnya bukan struktur yang terpisah dari MPM, tapi kelompok tani yang membentuk wadah untuk saling berbagi.
Dari sisi prospek, kualitas kentang lokal ini masing terbilang cukup bagus. Satu hektar lahan bisa menghasilkan lebih dari 20 ton, idealnya. Maka peluangnya masih besar dengan permintaan konsumsi yang tinggi. “Secara ekonomi harganya lumayan dan mudah diserap di berbagai macam pasar,” tandasnya. Jauh lebih penting, ke depannya adalah teknik budi dayanya ini yang perlu didorong untuk memberdayakan petani.
Tidak hanya itu, para petani juga mendapat dukungan berupa bibit unggul, pupuk, serta pendampingan pascapanen. Semua dilakukan dengan pendekatan kolaboratif bersama perangkat desa, RT/RW, dan Jamaah Tani Muhammadiyah. “Kami ingin memberdayakan potensi lokal, sehingga petani tidak hanya produktif tetapi juga mandiri,” jelas Luthfi selakukoordinator lapangan program.
Manajer Area Program Lazismu Jawa Barat, Sani Sonjaya, menilai bahwa program Tani Bangkit tidak sekadar program ekonomi, di dalamnya ada ikhtiar dakwah sosial. “Memberi ruang bagi petani untuk bangkit, menyejahterakan keluarga, dan menjaga martabatnya,” ungkapnya.
Harapannya, Tani bangkit menjadi inspirasi bahwa setiap ikhtiar kecil yang dilakukan bersama dapat melahirkan perubahan besar. Dari Kertasari, semangat ini akan terus bergulir ke pelosok Jawa Barat lainnya.