Taurat dan Injil Dalam Al-Qur`an
Oleh: Donny Syofyan: Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Melanjutkan pembahasan mengenai ayat-ayat yang sering disalahpahami, kali ini kita akan mendalami ayat ketiga dari surat Ali Imran. Ayat tersebut berbunyi, “Dan Dia, Allah, menurunkan Taurat dan Injil”
Pertanyaan yang muncul adalah, apa yang menjadi sumber kesalahpahaman dalam menafsirkan ayat ini? Bagi umat Islam, kesulitan utama terletak pada definisi Taurat dan Injil. Al-Qur`an tidak memberikan penjelasan rinci mengenai kedua kitab tersebut. Meskipun kita mengetahui bahwa Taurat dikaitkan dengan Nabi Musa as dan berisi hukum-hukum Allah, serta Injil diturunkan kepada Nabi Isa as, namun bagaimana kaitannya dengan keempat Injil yang terdapat dalam Alkitab Kristen masih menjadi pertanyaan yang perlu dikaji lebih dalam.
Dalam dialog antaragama, umat Kristen seringkali menggunakan ayat ini sebagai landasan untuk mengajak umat Islam menerima kitab-kitab mereka. Mereka berargumen, "Al-Qur`an kalian sendiri mengakui bahwa Allah menurunkan Taurat dan Injil, dan inilah kitab-kitab tersebut. Namun, Injil mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan keyakinan Islam. Jadi, jika kalian menolak Taurat dan Injil, berarti kalian juga menolak Al-Qur`an. Sebaliknya, jika kalian menerima Taurat dan Injil, maka kalian harus menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat."
Argumen ini perlu dicermati lebih lanjut. Penting untuk memahami makna Taurat dan Injil dalam konteks Al-Qur`an. Al-Qur`an tidak secara eksplisit mendefinisikan kedua kitab tersebut, sehingga kita tidak dapat langsung menyamakannya dengan kitab-kitab yang ada dalam Alkitab saat ini. Misalnya, Taurat yang disebutkan dalam Al-Qur`an tidak bisa begitu saja dianggap sama dengan lima kitab pertama dalam Alkitab (Pentateukh).
Faktanya, jika kita meneliti isi kitab Kejadian hingga Ulangan, terdapat bukti kuat bahwa keseluruhan kitab tersebut tidak mungkin ditulis langsung oleh Nabi Musa as. Kitab Ulangan secara eksplisit menceritakan tentang wafatnya Nabi Musa, yang menunjukkan bahwa penulisan kitab ini dilakukan setelah beliau wafat.
Beberapa kelompok fundamentalis berusaha menjelaskan hal ini dengan berpendapat bahwa kitab tersebut mungkin ditulis oleh Nabi Yusya', penerus Nabi Musa. Namun, argumen ini tidak memiliki dasar yang kuat dan membuka kemungkinan bahwa bagian-bagian lain dari Taurat juga ditulis oleh orang lain di masa yang berbeda. Hal ini menimbulkan keraguan mengenai keaslian dan otentisitas keseluruhan isi Taurat yang ada saat ini.
Berbeda dengan Taurat, Al-Qur`an menyebut Injil dalam bentuk tunggal, mengindikasikan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Isa as. Namun, keempat Injil dalam Alkitab justru lebih menyerupai biografi tentang Yesus, yang ditulis setelah peristiwa penyaliban dan kematiannya.
Para ahli Alkitab umumnya sepakat bahwa Injil Markus adalah yang paling awal ditulis, sekitar tahun 70 Masehi, atau sekitar 40 tahun setelah kepergian Nabi Isa. Injil Matius dan Lukas menyusul sekitar tahun 85 Masehi, meskipun beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa Injil Lukas mungkin ditulis lebih lambat lagi. Injil Yohanes diperkirakan ditulis sekitar tahun 90 Masehi dan mengalami beberapa revisi hingga selesai pada akhir abad pertama, sekitar 70 tahun setelah Nabi Isa as meninggalkan dunia.
Beberapa ahli mencoba memperluas makna Injil dalam Al-Qur`an untuk mencakup keseluruhan Perjanjian Baru. Namun, pandangan ini dianggap kurang tepat dan terlalu menggeneralisasi makna Injil yang disebutkan dalam Al-Qur`an.
Kembali pada persoalan keempat Injil dalam Alkitab, pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah mengapa terdapat empat versi Injil, sedangkan Al-Qur`an hanya menyebutkan Injil dalam bentuk tunggal? Keempat Injil yang ada saat ini, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, masing-masing menyajikan narasi tentang kehidupan Yesus dari sudut pandang yang berbeda. Mereka menceritakan di mana Yesus tinggal, perjalanan-perjalanannya, serta khotbah-khotbah yang beliau sampaikan.
Bagi seorang Muslim, keempat Injil tersebut dapat dianggap sebagai bagian dari "sirah" atau riwayat hidup Nabi Isa as. Sirah ini mirip dengan sirah Nabi Muhammad SAW, yang juga berisi catatan tentang kehidupan, perjalanan, dan ajaran beliau. Dengan demikian, khotbah-khotbah Nabi Isa yang termaktub dalam Injil dapat dianggap sebagai bentuk Injil itu sendiri, sebagaimana sabda-sabda Nabi Muhammad SAW di luar Al-Qur`an disebut sebagai hadits.
Perlu dicatat bahwa hadits dalam Islam memiliki kedudukan yang berbeda dengan Al-Qur`an. Hadits merupakan kumpulan riwayat tentang perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW, yang berfungsi sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi umat Islam setelah Al-Qur`an. Meskipun hadits tidak memiliki derajat kesucian yang sama dengan Al-Qur`an, namun keberadaannya sangat penting dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh.
Perbedaan mendasar yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Al-Qur`an merupakan wahyu langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, tanpa perantara. Hal ini berbeda dengan Injil, di mana sebagian besar isinya merupakan catatan tentang perkataan dan khotbah-khotbah Yesus kepada umatnya. Meskipun beberapa bagian dalam Injil mengindikasikan adanya wahyu yang diterima Yesus, namun sebagian besar isinya lebih bersifat pengajaran dan nasihat kepada para pengikutnya.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Injil dalam pemahaman Islam merujuk pada inti ajaran dan wahyu yang disampaikan oleh Nabi Isa as, bukan keseluruhan isi kitab-kitab Injil yang ada saat ini. Terlebih lagi, khotbah-khotbah Nabi Isa tersebut tidak sampai kepada kita dalam bentuk aslinya, melainkan telah mengalami proses transmisi dan penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain.
Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa khotbah-khotbah Nabi Isa as kemungkinan besar disampaikan dalam bahasa Aram, sementara Injil yang kita miliki saat ini ditulis dalam bahasa Yunani. Ini berarti telah terjadi proses penerjemahan yang rentan terhadap perubahan makna dan interpretasi. Selain itu, proses penulisan Injil tidak terjadi secara langsung setelah Nabi Isa as menyampaikan ajarannya. Terdapat rentang waktu yang cukup panjang, sekitar 40 tahun hingga penulisan Injil Markus, di mana ajaran-ajaran tersebut ditransmisikan secara lisan. Selama periode ini, sangat mungkin terjadi perubahan, penambahan, atau penghilangan informasi, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, umat Islam dapat memahami bahwa ayat tersebut mengajarkan kita untuk menghormati Taurat dan Injil sebagai kitab-kitab suci yang pernah diturunkan oleh Allah SWT. Namun, kita juga perlu bersikap kritis dan tidak menerima begitu saja isi Taurat dan Injil yang ada saat ini secara mentah-mentah. Penting untuk melakukan kajian dan penelitian lebih lanjut untuk memahami pesan asli yang terkandung di dalamnya, serta membandingkannya dengan ajaran Al-Qur`an sebagai sumber kebenaran yang terjaga keasliannya.