Teknologi Yang Mengubah Cara Orang Naik Haji

Publish

18 April 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1348
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Teknologi Yang Mengubah Cara Orang Naik Haji

Oleh: Azhar Rasyid, Penilik sejarah Islam

Cepatnya perkembangan Islam ke luar Tanah Arab adalah satu hal yang mencengangkan banyak pengamat. Ekspedisi ke luar Arab yang digagas oleh para khalifah sesudah wafatnya Nabi Muhammad saw berhasil membawa Islam ke bagian timur dan barat Jazirah Arab. Dalam tahap selanjutnya, Islamisasi ini tidak hanya berhenti di Afrika Utara ataupun Irak dan Iran yang bertetangga dekat dengan Jazirah Arab, melainkan menjangkau hingga Asia Tengah, Rusia, Asia Timur bahkan Asia Tenggara. 

Di satu sisi, hal ini menunjukkan luasnya pengaruh Islam di dunia pada umumnya. Namun di sisi lain, muncul pertanyaan soal bagaimana kaum Muslim di daerah-daerah yang jauh dari pusat Islam—Mekkah dan Madinah—melaksanakan rukun Islam yang kelima, yang oleh banyak kalangan dikenal sebagai pertemuan keagamaan tahunan terbesar di dunia, yakni naik haji. 

Jawabannya adalah dengan memanfaatkan teknologi transportasi termutakhir di zamannya. Di zaman dahulu, dan terutama di daerah yang berdekatan dengan Jazirah Arab, menaiki unta dalam karavan adalah pilihan utama para calon haji. Unta kuat berjalan berhari-hari di gurun pasir yang tandus. Untuk menangani transportasi unta ini ada para perantara yang mengurusnya. 

Tapi, ada problem dari segi keselamatan dan keamanan. Gurun pasir yang tandus membuat banyak haji yang menderita lantaran kehausan. Rute darat para calon haji dihuni oleh Suku Badui Arab yang dikenal kejam karena kerap memeras para pejalan yang melintasi wilayah mereka. Para penguasa lokal sampai turun tangan untuk mengatasi gangguan ini. 

Sementara itu, mengingat besarnya animo kaum Muslim naik haji, maka jumlah unta yang dibutuhkan pun semakin banyak setiap tahunnya. Sampai-sampai di Suriah ada unta yang secara khusus diternakkan untuk merespon meningkatnya permintaan unta ini.

Ada teknologi transportasi terbaru yang kemudian diadopsi oleh para calon haji, yakni mobil. Dibangun dari yang bentuknya paling sederhana di abad ke-19, mobil akhirnya bisa diproduksi secara massal sejak awal abad ke-20. Para pengguna mobil mulai muncul di kota-kota besar, awalnya di Eropa dan Amerika, lalu menyebar hingga ke seantero dunia. Dan, menurut David E. Long dalam buku The Hajj Today: A Survey of the Contemporary Pilgrimage to Makkah, sejak dekade 1920an dan 1930an, para calon haji di Asia Barat mulai menggunakan mobil untuk naik haji. 

Kereta Hijaz. Sumber Foto: Railtech

Jalan untuk mobil sudah dibangun sejak tahun 1924. Rutenya: Tehran, Baghdad, Damaskus, Amman dan Hijaz. Maka, datanglah mobil-mobil calon haji ini dari Persia, Irak dan Suriah. Di Arab Saudi sendiri, rute jalan raya yang dibangun biasanya mengikuti rute karavan. Alhasil, mobilpun mulai menggantikan unta dalam membawa para calon haji ke Tanah Suci.  

Kaum Muslim di Rusia punya pengalaman lain dalam berhaji. Mereka datang dari wilayah yang mayoritas non-Muslim, dan dalam perjalanan ke Tanah Arab harus melewati banyak wilayah asing. Jadi, sebagaimana dicatat Eileen Kane dalam Russian Hajj: Empire and the Pilgrimage to Mecca, mereka perlu pemahaman tentang situasi politik terkini di wilayah yang mereka lalui, juga cuaca serta berbagai kemungkinan lainnya. 

Menurut catatan sejarah, di abad ke-18 dan 19 mereka mengambil jalur darat ke Mekkah. Mereka menyediakan waktu yang cukup banyak untuk berhaji sekaligus memperdalam agama Islam sepanjang perjalanan mereka ke Mekkah. Maka, tak heran bila dalam perjalanan haji ini mereka memilih untuk singgah di tempat-tempat yang punya nilai sejarah dalam Islam, misalnya Damaskus dan Yerusalem. Sebagian lainnya pergi ke Madinah atau Kairo guna mencari ilmu.

Di sisi lain Samudera Hindia, para calon jamaah haji di awalnya menggunakan kapal laut dari kampung halamannya menuju Jazirah Arab. Inilah sarana transportasi yang banyak dipakai kaum Muslim di Hindia Belanda, maupun di Malaya Britania, di zaman kolonial silam. Kapal laut para haji ini menghidupkan kota, pelabuhan, dan masyarakat di berbagai sisi Samudera Hindia. 

Tapi ada banyak kendala yang dialami calon haji dengan memakai kapal api. Waktu tempuhnya tergolong lama. Dari Hindia Belanda, umpamanya, dengan kapal api dibutuhkan sekitar tiga minggu untuk mencapai Jeddah. Belum lagi problem sepanjang perjalanan: makanan yang buruk, ketidakteraturan di kapal, keletihan hebat, hingga penyakit. Ada pula kapal haji yang tenggelam di lautan. Tapi bagi yang berhasil berhaji dengan kapal laut dan kembali ke tanah airnya, pengalaman berhaji yang demikian menjadi sangat mengesankan.

Pesawat Haji Sumber Foto Arab News

Lalu, lahirlah moda transportasi modern yang kini umumnya dipakai para calon haji dari daerah yang jauh dari Jazirah Arab, yakni kapal terbang. Pesawat sebenarnya sudah dipakai sejak era 1930an, jadi hampir bersamaan dengan kian intensifnya pemakaian mobil dan berkurangnya penggunaan unta. Inisiator penggunaan pesawat terbang adalah pemerintah Arab Saudi sendiri, yang pada tahun 1936 membuka kerja sama dengan maskapai Mesir yang bernama Misr Airlines. Tugas maskapai ini adalah menerbangkan para haji dari Jeddah ke Madinah. Namun, percobaan awal ini hanya berlangsung selama setahun lantaran ada permasalahan dengan mesin pesawat.

Walau permulaannya tampak tidak mulus, belakangan naik haji dengan pesawat terbang akhirnya menjadi primadona para calon haji dari luar Arab Saudi. Di Indonesia, kapal laut mulai berhenti beroperasi sebagai moda transportasi haji sejak era 1960an dan 1970an. Terlalu banyak problem yang dialami kapal laut, mulai dari calo hingga masa tempuh yang lama. Pesawat terbang pun kian diminati karena lebih praktis, walaupun biayanya mahal.

Dengan semakin baiknya kondisi ekonomi kaum Muslim dan ketersediaan kursi pesawat yang kian banyak, maka semakin banyak pulalah jumlah calon haji yang berdatangan ke Arab Saudi. Bahkan para calon haji dari Mesir, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Arab Saudi, juga menggunakan pesawat terbang. Tapi ada pula orang Mesir yang tetap memilih naik kapal. Mereka akan naik kapal di kota pelabuhan Suez, lalu dari menyeberangi Laut Merah. Akhirnya, sampailah mereka ke tujuan akhir: Jeddah. 

Di Indonesia sendiri, kini tak ada lagi yang naik haji dengan kapal. Itu artinya, pesawat menerbangkan sekitar dua ratus ribu calon haji Indonesia setiap tahunnya ke Arab Saudi. Bahkan, secara keseluruhan, pesawat pulalah yang menerbangkan jutaan orang dari berbagai penjuru Dunia Islam yang akan berhaji setiap tahunnya. Itu artinya, pesawat adalah sarana transportasi yang benar-benar mengubah cara orang naik haji dalam setengah abad terakhir ini. 

Sumber: Majalah SM Edisi 12 Tahun 2018


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Khazanah

Cita-cita Haji Hisyam Terwujud Setelah 43 Tahun: Inilah Universitas Muhammadiyah Pertama Oleh: Mu&r....

Suara Muhammadiyah

11 October 2023

Khazanah

Peta dan Kartografi di Dunia Islam Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Dosen FAI UMSU dan Kepala....

Suara Muhammadiyah

28 March 2024

Khazanah

Mengenal Surah-Surah Makkiyah dan Madaniyah Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Univers....

Suara Muhammadiyah

8 April 2024

Khazanah

Pemalsuan Hadits (Bagian ke-1) Oleh: Donny Syofyan Berbicara tentang hadits, kita memahaminya seba....

Suara Muhammadiyah

7 December 2023

Khazanah

Imam Abu Hanifah: Peneroka Ahlul Ra’yi Oleh: Donny Syofyan: Dosen Fakultas Ilmu Budaya Univer....

Suara Muhammadiyah

26 June 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah