YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Sejumlah wilayah Indonesia telah memasuki musim penghujan. Merespons hal tersebut, Ketua Lembaga Resiliensi Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah Budi Setiawan mengingatkan hal ihwal potensi terjadinya bencana hidrometeorologi.
“Bencana hidrometeorologi memegang peran dalam hal jatuhnya korban. Jauh lebih banyak daripada bencana geologi atau yang lainnya,” katanya saat Dialog Pagi RRI Jogja, Rabu (20/11).
Budi mengtatakan, bencana hedrometeorologi menimbulkan cuaca dan curah hujan yang sangat ekstrem. Misalnya, di Kota Yogyakarta pada bagian utara, intensitas hujan tinggi disertai dengan angin lebat. Tetapi, pada wilayah lainnya justru aman dari hujan, hanya gerimis ringan.
“Ini yang membuat terkadang masyarakat kita lengah. Oleh karena itu, kalau di sebagian wilayah terjadi cuaca ekstrem, maka berarti itu juga peringatan bagi daerah-daerah lain,” tuturnya.
Bencana hidrometeorologi, lanjut Budi, spektrumnya sangat luas. Di antaranya ada badai siklon tropis, badai petir, badai es, tornado, curah hujan ekstrem, banjir, embun, dan suhu dingin. Semua ini berdampak signifikan dalam kehidupan masyarakat.
Menggarisbawahi wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya punya aliran sungai bersumber dari puncak Gunung Merapi, Budi mengimbau kepada segenap masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan mengenai potensi banjir yang membawa material vulkanik. Hal ini penting untuk meminimalkan risiko kerugian dan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap masyarakat.
“Ini satu hal yang masyarakat perlu mengerti dan memahami bersama potensi bencana hidrometeorologi. Sehingga kejadian itu bisa dihindari, atau kalau memang terjadi bisa meminimalkan korban atau dampaknya ditekan sekecil mungkin,” ucapnya. (Cris)