YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Toleransi beragama di perguruan tinggi menjadi kunci terciptanya suasana belajar yang inklusif. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), meski dikenal sebagai kampus berbasis Islam, membuktikan keterbukaannya dengan menerima mahasiswa dari beragam latar belakang.
Bukti nyata hadir dari Kadek Renita Yulia Dewi, mahasiswi Hindu yang terpilih sebagai wisudawan terbaik Program D3 Teknologi Elektromedis pada Wisuda Periode I Tahun Akademik 2025/2026. Renita mengaku memilih UMY bukan hanya karena jurusan yang sudah terakreditasi baik, tetapi juga karena atmosfer toleransi yang ia rasakan sejak awal kuliah.
“Jurusan Teknologi Elektromedis di UMY sudah punya akreditasi bagus. Selain itu, meskipun kampus Islam, di sini saya benar-benar merasa dihargai. Itu yang membuat saya nyaman sebagai non-muslim,” ujarnya saat diwawancara di Sportorium UMY, Kamis (11/9). Pelaksanaan Wisuda UMY Periode I ini dilaksanakan selama dua hari, yakni Rabu hingga Kamis (10-11/9).
Awalnya Renita sempat merasa canggung karena berasal dari latar belakang berbeda dengan mayoritas mahasiswa. Namun, rasa itu hilang setelah ia beradaptasi dengan budaya kampus. Salah satunya dengan memilih mengenakan hijab saat perkuliahan.
“Menurut saya menutup aurat itu tidak ada salahnya, malah memberi pengalaman baru. Saya juga merasa lebih nyaman berinteraksi dengan teman-teman, dan mereka sangat menghargai keputusan saya,” ungkapnya.
Pengalaman toleransi semakin terasa saat Ramadan. Ia tetap bisa makan dan minum dengan tenang meski teman-temannya berpuasa.
“Saya terharu karena tidak ada yang mempermasalahkan. Justru teman-teman bilang saya punya hak saya sendiri. Itu membuat saya semakin yakin diterima di sini,” tambahnya.
Dukungan juga datang dari keluarga. Ibunya, Ni Wayan Ayu Sukani, mengaku sempat ragu melepas anaknya kuliah di kampus Islam. Namun kekhawatiran itu berubah menjadi rasa syukur setelah melihat kenyataan.
“Awalnya kami tanya apakah mau pindah kampus setelah semester pertama, tapi dia bilang tetap lanjut karena merasa diterima. Padahal dia minoritas, tapi bisa belajar dengan nyaman. Kami sangat terharu,” ucapnya.
Menurutnya, pengalaman Renita menjadi bukti bahwa UMY mampu memberi ruang setara bagi semua mahasiswa tanpa memandang agama atau identitas pribadi.
“Harapan kami, UMY tetap terbuka pada siapa saja. Pendidikan itu milik semua orang, dan UMY sudah membuktikan itu,” tutupnya. (NF)