JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengapresiasi kiprah Aisyiyah dalam berkhidmat untuk kehidupan umat dan bangsa. Menurut Haedar, semua kiprah-kiprahnya meniscayakan tersemainya kemaslahatan yang dirasakan secara nyata oleh seluruh masyarakat.
“Aisyiyah hadir dengan peran-peran nyata dibidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, tapi juga gerakan keagamaan yang melintas batas,” bebernya saat membuka Tanwir 1 Aisyiyah Periode 2022-2027 di Hotel Tavia Heritage, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu (15/1).
Menurut Haedar, kini yang perlu dilakukan Aisyiyah yaitu melakukan transformasi gerakan. Baginya, Aisyiyah mesti mengkapitalisasi semua kiprah yang telah diejawantahkan secara lebih luas, baik di kancah nasional maupun internasional.
“Dan sebagaimana komitmen Aisyiyah, maka tugas dan kuncinya (melakukan hal tersebut) ada pada pimpinan,” katanya.
Dalam pandangan Imam Al-Mawardi, pemimpin dikategorisasikan sebagai “al imamah maudhuatu li-khilafati al-nubuwat fi-harasati al-dini wa-siyasati al-dunya.” Yaitu kepemimpinan yang memproyeksi dari fungsi kenabian dalam hal menegakkan agama dan mengurus dunia.
“Artinya kepemimpinan profetik, membawa pesan langit untuk ke bumi dan membumi, bukan kembali ke langit. Jadi fungsinya dua, menegakkan nilai-nilai agama dan mengurus urusan dunia dengan baik. Sehingga agama dan dunia itu menjadi suatu yang diintegrasikan, sehingga dunia dijiwai, diinspirasi, dilandasi, dan dibingkai oleh agama,” tuturnya.
Dari situ kemudian, tidak akan terjadi proses sekularisasi (pemisahan antara agama dengan segala aspek kehidupan). Juga, bersamaan dengan itu tidak pula terjadi proses teosentrisme (yang menjauhkan agama dari realitas kehidupan). Di sinilah relevansinya transformasi gerakan dan menghadirkan kepemimpinan yang menggerakkan.
“Kepemimpinan yang hadir dalam setiap keadaan. Kepemimpinan yang menjadi suri tauladan. Kepemimpinan yang kata sejalan dengan tindakan. Dan kepemimpinan yang selalu bersama proses yang terjadi dalam kehidudpan kita,” tegasnya.
Haedar percaya jika Aisyiyah mampu menggerakkan roda organisasi perempuan Islam berkemajuan tersebut. Tentunya dengan menggunakan paradigma kepemimpinan sebagaimana diuraikan di atas.
Namun realitanya menunjukkan, jika banyak ditemukan kendala dan tantangan pelik. Yaitu banyak orang terlibat tapi sedikit yang proaktif dalam terlibat. Lebih-lebih di era artificial intelligence (AI) yang membuat semua hal bisa digantikan dengan mesin dan teknologi.
“Maka, jangan sampai ke depan ormas-ormas itu diganti kepemimpinannya oleh robot. Karena banyak yang tidak terlibat dalam aktivitas. Itu yang disebut dengan kepemimpinan semu, organisasi semu. Banyak orang seperti paguyuban, tapi tidak ada kontribusi untuk menggerakkan keadaan,” ujarnya.
Haedar meyakini jika Aisyiyah dan seluruh organisasi perempuan lainnya tidak berada dalam posisi menjalankan kepemimpinan semu. “Karena Aisyiyah masih memiliki jiwa pergerakkan,” tandasnya. (Cris)