YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam waktu dekat, Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Conference Women’s Right on Islam (GCWRI). Kegiatan tersebut merupakan kolaborasi Muhammadiyah bersama Faith to Actions Network (Kenya) dan Universitas Al-Azhar (Mesir). GCWRI akan dilaksanakan pada Selasa-Kamis (14-16/5) di Convention Hall Masjid Walidah Dahlan, Unisa Yogyakarta.
Ketua Panitia Dr Askuri Ibnu Chamim, MSi mengatakan, konferensi ini menjadi kado milad Unisa Yogyakarta ke-33 bagi gerakan perempuan di seluruh dunia. konferensi ini akan melibatkan para ulama, intelektual Muslim, dan para aktivis hak-hak perempuan dari beberapa negara. Setidaknya sebanyak 200 orang peserta akan mengikuti kegiatan tersebut.
“Jadi peserta yang positif hadir dari berbagai negara, ada dari Mesir, Amerika Serikat, Inggris, Bosnia-Herzegovina, Belanda, Palestina, Kenya, dan masih banyak lagi. Ada lebih dari 200 orang yang akan hadir di konferensi ini,” ujarnya saat Konferensi Pers di Ruang Sidang Lt. 2, Gedung Siti Moendjijah, Kampus Terpadu Unisa Yogyakarta, Senin (13/5).
Wakil Rektor 1 Unisa Yogyakarta Taufiqur Rahman, SIP., MA., PhD menyampaikan kegiatan ini sangat relevan dengan keberadaan Unisa Yogyakarta yang memiliki komitmen kuat untuk melakukan pemberdayaan perempuaan berbasis nilai-nilai Islam berkemajuan. Di tambah lagi, kehadiran agama Islam sangat memuliakan kaum perempuan di muka bumi.
“Artinya, Islam secara luas diakui telah meningkatkan status perempuan dan melindungi hak-hak mereka, termasuk hak sipil, politik, sosial, dan ekonomi,” katanya.
CEO Faith to Action Network (F2A) Mr Peter Kariuki Munene mengatakan organisasi ini bersifat internasional yang berkhidmat untuk memajukan hak-hak perempuan dan keadilan gender. Juga di saat bersamaan organisasi yang berkolaborasi antaragama dalam rangka memajukan kesehatan dan kesejahteraan keluarga.
“Jadi F2A ini organisasi internasional yang bersifat interfaith untuk memajukan hak-hak perempuan dan keadilan gender. Anggotanya dari berbagai agama, yaitu agama Baha'i, Buddha, Kristen, Konfusianisme, Hindu, Muslim, dan Tradisional Afrika,” terangnya.
Peter menyebut organisasi F2A ini berdiri sejak tahun 2011. Berbagai organisasi seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Hindu-Budha, turut berpartisipasi dalam pendirian organisasi tersebut. Tujuannya sebagai misi untuk belajar dari pengalaman satu sama lain dan berbagi pembelajaran dalam mempromosikan hak-hak perempuan dalam Islam.
“Kami berkomitmen untuk mamajukan dan memberikan hak-hak perempuan untuk mendapatkan akses di berbagai bidang kehidupan. Juga melawan kekerasan seksual terhadap perempuan dan menghilangkan diskriminasi-diskriminasi dari masyarakat yang membuat perempuan tidak dapat berpartisipasi secara full di kehidupan,” terangnya.
Sementara, Sekretaris Lembaga Pengembangan dan Penelitian Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Prof. Alimatul Qibtiyah, SAg., MSi., MA, PhD menyebut konferensi ini sangat penting, karena agama Islam secara normatif mengakui hak-hak perempuan. Dalam Islam, tidak diskriminatif terhadap perempuan, semuanya dipandang setara dan sama.
“Perempuan juga sebagai makhluk yang bertanggung jawab atas apapun. Artinya di mata Allah tidak ada pembedaan, tangggung jawab, dan juga kesempatan untuk meningkatkan kualitas individu untuk bermanfaat di kehidupan,” paparnya.
Alim menyebut beberapa isu yang akan dibahas dalam konferensi ini antara lain kesetaraan gender dalam Islam, partisipasi perempuan dalam kehidupan pribadi, publik, dan politik di dalam Islam, kekerasan seksual berbasis gender, kekerasan di dalam rumah tangga, hak memiliki harta bagi perempuan di dalam Islam, hak asuh anak dalam hukum Islam, dan hak perempuan atas integritas tubuh dalam Islam.
Di sisi lain, Ketua LP2 PP ‘Aisyiyah Prof Siti Syamsiyatun, MA., PhD menyebut tujuan konferensi ini untuk saling belajar dari pengalaman dan berbagi pembelajaran dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dalam Islam. Selain itu, memberikan kepercayaan bahwa Indonesia sebagai pusat studi Islam.
“Upaya saling menginspirasi untuk menyelenggarakan inisiatif berbasis agama ini, baik regional dan internasional, bertujuan untuk memajukan hak-hak perempuan dalam Islam. Jadi dari konferensi ini, kita ingin meneguhkan meneguhkan bahwa, Indonesia jangan ragu-ragu menjadi pusat studi Islam. Jangan merasa minder, studi Islam bisa dibangun dari Indonesia tidak hanya dari Timur Tengah,” tegasnya. (Cris/Galih)