ENDE, Suara Muhammadiyah - Pada Rabu (17/12), Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Fajar Riza Ul Haq meninjau revitalisasi satuan pendidikan dan pemanfaatan intercative flat panel (IFP) di SMA Muhammadiyah Ende, Nusa Tenggara Timur. Dalam rangkaian itu juga diselenggarakan dialog bersama kepala sekolah, para guru, dan keluarga besar Muhammadiyah Ende.
Pada kesempatan tersebut, Wamen Fajar mengenang kembali perjalanannya saat pertama kali menginjakkan kaki di Kota Ende pada tahun 2008. Saat itu, bersama Abdul Mu’ti, ia tengah melakukan penelitian di beberapa sekolah Muhammadiyah termasuk SMA Muhammadiyah Ende, yang kemudian melahirkan sebuah buku berjudul Kristen Muhammadiyah.
“Saya dan Pak Menteri Abdul Mu’ti punya hubungan emosional dengan SMA Muhammadiyah Ende. Pada tahun 2008, saya pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Sekolah ini telah melahirkan seorang doktor dan doktor itu sekarang menjadi Menteri Pendidikan. Pak Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti meraih gelar doktornya setelah melakukan penelitian di beberapa sekolah Muhammadiyah, salah satunya SMA Muhammadiyah Ende. Saya adalah asisten yang membantu beliau pada waktu penelitian itu. Dan saya yang datang ke sekolah ini,” kenang Wamen Fajar.
“Penelitian di sekolah ini pula yang akhirnya melahirkan satu buku yang ditulis oleh Pak Mu’ti dan saya, judulnya adalah Kristen Muhammadiyah. Jadi, saya ingin menunjukkan bahwa sekolah yang sederhana ini telah melahirkan karya yang penting secara akademik. Juga sudah menjadi banyak perbincangan di level nasional oleh kalangan akademisi,” sambungnya.
Wamen Fajar mengatakan bahwa buku ini banyak menguraikan tentang perjalanan dan perkembangan Muhammadiyah terutama dalam bidang pendidikan di Pulau Flores, khususnya di Kota Ende. SMA Muhammadiyah Ende, katanya, sudah berdiri sejak tahun 1971 dan sejak saat itu pula telah menjadi salah satu sekolah yang menjadi pilihan utama masyarakat setempat.
“Sekolah Muhammadiyah di NTT, itu sangat toleran, sangat terbuka. Buktinya apa? Di Ende ada SMA Muhammadiyah yang 2/3 siswanya adalah non-Muslim (Katolik dan Protestan. Itu yang menjadi salah satu kebanggaan bahwa Muhammadiyah ini merangkul, Muhammadiyah ini inklusif. Hemat saya, spirit itu yang harus terus diabadikan oleh sekolah ini. Dengan cara itulah sekolah ini bisa terus berkembang dan bertahan,” ungkap Fajar yang juga Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis PP Muhammadiyah.
Menurutnya, banyak momen-momen bersejarah di Ende yang tidak lepas dari Muhammadiyah. Misalnya, pengasingan Soekarno ke Ende yang kemudian melahirkan inspirasi tentang Pancasila sehingga kota ini dikenal sebagai Kota Pancasila.
“Soekarno merupakan kader Muhammadiyah. Soekarno pernah menjadi pengurus bahkan Ketua Majelis Pendidikan dan Pengajaran Muhammadiyah Bengkulu. Jadi, begitu banyak momen-momen bersejarah yang itu tidak lepas dari Muhammadiyah. Kalau itu dinarasikan ulang, dikemas ulang, saya percaya Muhammadiyah di sini akan bersinar. Menyala. Sering saya katakan, kalau matahari itu tidak pernah pilih kasih memberikan cahaya. Matahari memberikan sinar yang sama kepada siapa pun. Itulah filosofi Muhammadiyah, Sang Surya,” tutupnya.

