YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah -Dalam menarik minat turis asing yang beragama Islam, praktik wisata halal seringkali menjadi faktor penting dengan tersedianya berbagai akomodasi yang sesuai dengan prinsip Islam. Produk halal, termasuk di sektor kuliner merupakan salah satu yang paling umum dalam wisata halal serta memiliki banyak kelebihan yang tidak hanya terbatas dalam kewajiban agama, namun makanan halal juga sering diasosiasikan sebagai makanan sehat. Ekosistem dalam industri wisata dan makanan halal yang berkelanjutan menjadi isu pembahasan dalam salah satu agenda Summer School yang digelar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), yaitu International Pharmacy Summer School (IPSS).
Diah Setyawati Dewanti, M.Sc., Ph.D. dosen UMY yang menjadi salah satu pembicara dalam IPSS menyampaikan saat agenda Stadium General pada Kamis (11/7) bahwa wisata halal memiliki aspek penting untuk membentuk ekosistem yang berkelanjutan. Strategi yang dapat meningkatkan penggunaan wisata halal, termasuk produk dan layanan halal yang menguntungkan bisnis adalah dengan menguatkan aspek kepercayaan, komunitas lokal dan digitalisasi.
“Ketiga aspek tersebut dapat meningkatkan keberlanjutan dari wisata halal di suatu negara, melalui beberapa cara seperti meningkatkan interaksi dengan komunitas lokal dalam menciptakan produk atau layanan wisata, hingga mendukung usaha lokal yang menyediakan akomodasi halal seperti hotel dan restoran. Kepercayaan yang dimiliki wisatawan Muslim cenderung akan mencari destinasi wisata yang menyediakan kebutuhan sesuai ajaran agama, sehingga otomatis akan menjalin hubungan dengan kebudayaan Islam ataupun komunitas Muslim lokal di suatu negara,” ujar Diah.
Komunitas lokal dan digitalisasi pun memiliki andil yang dapat mempengaruhi keputusan wisatawan Muslim dalam mengunjungi suatu negara. Menurut Diah, komunitas Muslim lokal dapat memberikan pengalaman yang membuat wisatawan merasa dekat karena persamaan latar belakang, serta menjadi akses untuk mendapatkan makanan lokal yang halal. Sementara digitalisasi berperan untuk menyebarluaskan informasi wisata halal dan memberikan layanan yang lebih mulus untuk reservasi tempat seperti hotel dan restoran.
Makanan halal pun dianggap menjadi salah satu produk yang memiliki potensi besar dalam ekosistem wisata halal. Diah yang juga merupakan dosen Ilmu Ekonomi UMY menyampaikan bahwa industri makanan halal di negara berkembang seperti Indonesia memiliki beberapa keunggulan, bahkan jika dibandingkan dengan negara maju. Dengan masifnya populasi masyarakat beragama Islam, Indonesia memiliki pangsa pasar untuk industri makanan halal dengan nilai yang sangat besar.
“Indonesia memiliki potensi pembelian dari konsumen untuk makanan halal dengan total mencapai 191 miliar US Dollar, sangat jauh jika dibandingkan negara maju seperti Inggris yang hanya mencapai 1,4 juta US Dollar. Namun Indonesia masih harus bergantung kepada produk yang dihasilkan UMKM dalam membangun ekosistem wisata halal, sehingga diperlukan manajemen rantai pasok yang dapat meningkatkan produktivitas dari makanan halal,” imbuhnya.
Manajemen organisasi dan rantai pasok untuk ekosistem wisata halal dianggap oleh Diah sebagai faktor yang krusial untuk dibenahi, terutama oleh pihak produsen dari industri tersebut. Diah menyebutkan bahwa manajemen organisasi dari wisata halal pun harus sesuai dengan prinsip Islam, seperti kontrak kerja dan pemberian gaji bagi karyawan. (ID)