BANTUL, Suara Muhammadiyah – Ketua Bidang Kader Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Daerah Istimewa Yogyakarta, Muhammad Zulfa Zaidan Ichsani, menyampaikan sambutan penuh inspirasi pada pembukaan Writing Camp For Gen Z, (21/6). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkolaborasi dengan Pimpinan Wilayah IPM DIY ini berlangsung di Pusdiklat Tabligh Institute Muhammadiyah.
Dalam sambutannya, Muhammad Zulfa menegaskan bahwa Writing Camp ini merupakan wujud nyata semangat kader Muhammadiyah untuk terus belajar, berkarya, dan berdakwah melalui medium yang sangat dekat dengan generasi muda, yaitu tulisan.
“Hari ini kita berkumpul di ruang pelajar, ruang bersama, yang menjadi simbol semangat kita sebagai kader Muhammadiyah untuk terus belajar, berkarya, dan berdakwah melalui medium yang sangat akrab dengan generasi muda, yaitu tulisan,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Writing Camp Gen Z merupakan respons terhadap tantangan zaman yang menuntut pelajar tidak hanya kritis dalam berbicara, tetapi juga produktif dalam menyampaikan gagasan.
Muhammad Zulfa menambahkan di era digital saat ini, konten dakwah yang tidak cultural akan sulit diterima. “Oleh karena itu, kader Angkatan Muda Muhammadiyah, termasuk dari IPM, IMM, dan NA, perlu mampu menyajikan narasi Islam dalam bahasa yang bisa diterima oleh publik, khususnya generasi muda,” katanya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa menjadi pimpinan Muhammadiyah tidak cukup hanya cerdas atau pandai berdiplomasi. Kader Muhammadiyah harus memiliki intelektualitas dan kesanggupan membangun gerakan, termasuk gerakan literasi.
“Seperti yang sering dikatakan para tokoh Muhammadiyah, kader Muhammadiyah harus memiliki intelektualitas dan kesanggupan untuk membangun gerakan—termasuk gerakan literasi,” jelasnya.
Sekretaris Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Askuri Ibnu Hamim, menyambut hangat para peserta dan mengungkapkan bahwa gedung Tabligh Institute terbuka bagi seluruh aktivis lintas organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah.
Ia mengaku memiliki kedekatan emosional karena pernah aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). “Makanya saat menyanyikan Mars IPM, saya masih hafal,” ujarnya.
Di hadapan para peserta, Ia menyampaikan refleksi mendalam tentang pentingnya kemampuan menulis sebagai ekspresi pikiran dan sarana membangun imajinasi kolektif. “Pikiran manusia hanya bisa dikenali dan dipahami jika dikomunikasikan melalui bahasa,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa bahasa telah berevolusi dari bentuk lisan menuju tulisan. Dalam masyarakat modern, bahasa tulis menjadi lebih penting karena menuntut ketepatan logika dan estetika bahasa. “Menulis tidak hanya soal menyampaikan informasi, tapi juga membangun struktur pikiran dan daya imajinasi,” tambahnya.
Iwan Setiawan, Wakil Ketua PWM DIY Iwan mengamati telah terjadi pergeseran dalam dunia kepenulisan, khususnya dalam jurnalisme. Jika dahulu menulis berita berbasis pada struktur 5W + 1H, kini pendekatannya lebih menitikberatkan pada konten dan kutipan yang menarik dari isi acara, bukan hanya laporan formalnya.
“Saya pernah ikut pelatihan jurnalisme online. Sekarang yang ditulis bukan acaranya, tapi isinya,” ungkapnya.
Karena kegiatan ini diinisiasi oleh Majelis Tabligh, Iwan menekankan bahwa kemampuan menulis harus dilihat sebagai bagian dari strategi dakwah.
“Bicara tulis-menulis itu sekarang mengalami pergeseran. Tapi nilai dakwahnya tetap ada. Sekarang ekspresi dakwah bukan hanya tulisan—bisa juga lewat podcast, video, atau konten digital lainnya. Tapi dasarnya tetap kemampuan menulis dan membaca,” tandasnya. (Indra/Cris)