Yusuf dalam Al-Qur`an dan Alkitab
Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Saya ingin melanjutkan tentang kisah Yusuf yang begitu indah. Dalam Al-Qur'an, kisah Nabi Yusuf ini diceritakan secara paling lengkap, bahkan menjadi satu surah tersendiri. Kisahnya pun diuraikan secara runtut dan kronologis, ayat demi ayat. Apakah hal serupa juga kita temukan dalam Alkitab? Pada umumnya Alkitab juga menyajikan kisah para nabi secara berurutan, terutama dalam kitab Kejadian, di mana kisah Yusuf termuat.
Ketika membaca kisah Yusuf baik dalam Alkitab maupun Al-Qur`an, saya menemukan bahwa kedua narasi tersebut memiliki banyak kemiripan. Hanya ada beberapa perbedaan kecil di sana-sini. Beberapa perbedaan kecil itu kemungkinan besar disebabkan oleh cara penyusunan Alkitab. Para sejarawan saat ini berpendapat bahwa Pentateukh, atau lima kitab pertama Alkitab yang juga dikenal sebagai Taurat, disusun dari berbagai sumber narasi yang berbeda. Salah satunya disebut "J" karena menggunakan nama "Yehuwa" untuk Tuhan, yang lain disebut "E" karena menggunakan kata "Elohim", dan ada juga sumber ketiga yang disebut "P" atau “Priestly” yang artinya "Imam".
Konsepnya adalah, setelah kembali dari pengasingan di Yerusalem, para pemimpin Yahudi menyatukan dua sumber narasi yang ada, J dan E, menjadi satu kesatuan. Para imam kemudian berperan sebagai editor, menyisipkan narasi mereka sendiri di antara keduanya untuk menciptakan alur cerita yang lebih koheren, sekaligus menambahkan tafsir dan perspektif mereka. Hasilnya adalah kitab Kejadian yang kita kenal sekarang, dengan tiga lapisan narasi yang berbeda: J, E, dan P.
Karena kisah Yusuf disusun dari berbagai sumber ini, terdapat beberapa ketidakkonsistenan dalam narasinya. Misalnya, ada bagian yang menyebutkan Yusuf dijual ke Mesir oleh kafilah Ismael, namun di bagian lain dikatakan bahwa orang Midian yang membelinya dan kemudian menjualnya lagi ke orang Ismael, atau bahkan langsung ke Mesir.
Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan kecil ini, secara keseluruhan kisah Yusuf tetap mengalir dengan lancar, menggambarkan perjalanan hidupnya dari seorang pemuda hingga menjadi penguasa berpengaruh di Mesir. Pada akhirnya, ia bertemu kembali dengan keluarganya yang memberikan penghormatan kepadanya, sebuah momen yang menggenapi mimpi-mimpi yang pernah ia alami sebelumnya.
Dalam Al-Qur`an, Yusuf digambarkan sebagai salah satu nabi yang diberkahi oleh Allah dengan kemampuan luar biasa untuk menafsirkan mimpi. Bahkan, dalam tradisi Islam, mimpi dianggap sebagai salah satu bentuk wahyu atau petunjuk dari Tuhan kepada para nabi-Nya. Melalui mimpi, para nabi menerima bimbingan ilahi yang kemudian mereka sampaikan kepada umat manusia.
Salah satu mimpi penting yang dialami Yusuf adalah ketika ia melihat matahari, bulan, dan sebelas bintang bersujud kepadanya. Ia menceritakan mimpi ini kepada ayahnya, Nabi Ya’qub, yang kemudian menasihatinya untuk tidak menceritakannya kepada saudara-saudaranya karena khawatir akan menimbulkan kecemburuan dan niat jahat. Yusuf pun menyimpan rahasia mimpinya itu, hingga akhirnya ia menyaksikan sendiri bagaimana mimpi tersebut menjadi kenyataan. Matahari dan bulan melambangkan ayah dan ibunya, sementara sebelas bintang mewakili saudara-saudaranya, yang pada akhirnya bersujud dan menghormatinya, layaknya rakyat kepada seorang raja.
Selain itu, Yusuf juga dikenal karena kemampuannya menafsirkan mimpi, bahkan ketika ia masih berada di dalam penjara. Ia pernah menafsirkan mimpi dua orang tahanan lainnya, dan juga mimpi sang penguasa, yang dalam Alkitab disebut sebagai Firaun, meskipun tidak demikian dalam Al-Qur`an.
Dalam narasi Al-Qur`an, diceritakan bahwa Yusuf, selama di penjara, menafsirkan mimpi teman-teman satu selnya. Namun, sebelum memberikan tafsir, ia mengajak mereka merenung tentang konsep ketuhanan. Ia bertanya, "Mana yang lebih baik, menyembah satu Tuhan Yang Maha Esa, atau menyembah banyak tuhan yang orang-orang puja?" Yusuf dengan tegas menyatakan bahwa tuhan-tuhan selain Allah hanyalah nama-nama yang diciptakan manusia. Setelah itu, barulah ia menyampaikan tafsir mimpi mereka. Kepada salah satu tahanan yang mimpinya menandakan akan dibebaskan, Yusuf berpesan, "Tolong sebutkan namaku kepada raja."
Akhirnya, ketika raja sendiri mengalami mimpi yang membingungkan, mantan teman satu sel Yusuf tersebut teringat akan kemampuan Yusuf. Yusuf pun dipanggil untuk menafsirkan mimpi raja, dan ia menyampaikan bahwa mimpi tersebut meramalkan tujuh tahun masa kemakmuran yang akan diikuti oleh tujuh tahun masa paceklik di Mesir. Yusuf juga memberikan saran bijak kepada raja untuk menyimpan cadangan makanan selama masa kemakmuran sebagai persiapan menghadapi masa paceklik. Nasihat ini terbukti berhasil dan menyelamatkan Mesir dari bencana kelaparan.
Dengan kemampuannya yang luar biasa, Yusuf tidak hanya dikenal sebagai penafsir mimpi yang handal, tetapi juga sebagai sosok yang dapat dipercaya untuk memegang tampuk kekuasaan. Ia kemudian diangkat menjadi pejabat tinggi yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan distribusi bahan pangan di Mesir.
Dalam kisah Yusuf, Tuhan digambarkan sebagai pemegang kendali tertinggi atas segala urusan manusia. Meskipun manusia memiliki kehendak bebas dan dapat merencanakan berbagai intrik, pada akhirnya Tuhanlah yang menentukan takdir dan mewujudkan rencana-Nya. Yusuf, yang dibuang ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, justru diangkat oleh Tuhan ke posisi yang terhormat dan berkuasa di Mesir. Ini adalah sesuatu yang tak pernah terbayangkan, baik oleh Yusuf sendiri maupun oleh saudara-saudaranya, namun Tuhan menjadikannya nyata, bahkan menggenapi mimpi yang pernah diberikan-Nya kepada Yusuf.
Ada masa dalam hidup Yusuf di mana, dari sudut pandang manusia biasa, segala harapan tampak sirna. Namun, Tuhan mampu membalikkan keadaan dan mewujudkan apa yang tampaknya mustahil. Kisah Yusuf mengajarkan kita untuk senantiasa berpegang teguh pada iman dan keyakinan kepada Tuhan. Bahkan ketika segala sesuatunya tampak gelap, Tuhan bisa saja sedang menyiapkan kejutan indah yang tak terduga. Marilah kita menjadikan kisah Yusuf sebagai sumber inspirasi untuk terus melangkah maju, penuh harapan dan kepercayaan pada kuasa-Nya.
Dalam narasi Alkitab, Tuhan tidak begitu menonjol, seperti secara pukulan demi pukulan, seperti dalam narasi Al-Qur'an, meskipun jelas hasil akhir yang sama dicapai bahwa Tuhan mengendalikan segala sesuatu dan Tuhan mewujudkan yang terbaik untuk Dalam narasi Alkitab, peran Tuhan tidak digambarkan sedetail dan sejelas dalam Al-Qur`an. Al-Qur`an secara eksplisit menunjukkan setiap langkah campur tangan Tuhan dalam perjalanan hidup Yusuf. Meskipun demikian, kedua kitab suci ini pada akhirnya menyampaikan pesan yang sama: Tuhan memegang kendali atas segala sesuatu dan akan selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya yang beriman, seperti yang ditunjukkan dalam kisah Yusuf dan keluarganya. Yusuf dan keluarganya.
Ya’qub juga digambarkan sebagai nabi Tuhan yang diberi pengetahuan, sehingga dia merasa bahwa putranya tidak mati tetapi akhirnya akan ditemukan. Maka ia menyuruh putra-putranya yang lain, "Pergilah, pergilah, kamu tahu, tanyakan tentang Yusuf." Dia merasa bahwa Yusuf masih hidup bahkan ketika putra-putranya mengira dia mungkin sudah mati.
Dan kemudian dia melakukan kesabaran yang besar menurut Al-Qur'an, dan kesabaran itulah yang sekarang menjadi pokok dalam kisah ini. Ya’qub digambarkan sebagai seorang nabi yang dikaruniai pengetahuan oleh Tuhan. Ia memiliki keyakinan mendalam bahwa Yusuf, putranya yang hilang, masih hidup dan suatu hari akan ditemukan. Dengan penuh keyakinan, ia mengutus putra-putranya yang lain untuk mencari Yusuf, meskipun mereka sendiri telah putus asa dan menganggap Yusuf telah tiada.
Kesabaran Ya’qub dalam menghadapi cobaan kehilangan putranya ini begitu luar biasa hingga menjadi teladan yang sering diangkat dalam khotbah-khotbah di masjid-masjid. Bahkan, kesabaran Ya’qub seringkali disejajarkan dengan kesabaran Nabi Ayub yang begitu masyhur. Kisah Ya’qub ini mengingatkan kita akan pentingnya bersabar dan bertawakal kepada Tuhan, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. ahasan banyak khotbah Muslim dari khotbah Jumat dan masjid Muslim. Dan kita akan sering menemukan referensi tentang kesabaran Ayub, tetapi juga yang merupakan pepatah, tetapi juga kesabaran ayah Yusuf.