Muhammadiyah dan Lotre

Publish

29 August 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

1
998
Foto Dok SM

Foto Dok SM

Muhammadiyah dan Lotre

Oleh: Mu’arif, Sejarawan, Redaktur Suara Muhammadiyah

Percayakah anda jika Muhammadiyah pernah jual lotre? “Lotre Muhammadiyah” sampai diiklankan, bahkan dirilis menjadi berita (news) di media massa. Bukan hanya di media massa milik kaum bumiputra, tapi lotre Muhammadiyah sampai dimuat di media massa milik kolonial Belanda. Hasil dari penjualan lotre akan terkumpul dana yang lumayan cukup untuk mendanai operasional Persyarikatan Muhammadiyah, seperti rapat-rapat pimpinan, pembangunan gedung, termasuk pengadaan santunan anak yatim. Ada pula hasil penjualan lotre Muhammadiyah untuk membangun sebuah amal usaha di bidang pendidikan di Solo.

Lotre Zaman Kolonial

Lotre (loterij) atau penjualan kupon berhadiah dengan mekanisme pengundian yang akan menentukan siapa pemenangnya dan berhak mendapatkan hadiah yang cukup besar (jika dibanding dengan harga atau biaya kupon) telah menjadi ajang bisnis baru pada awal abad ke-20. Berdasarkan hasil pantauan dokumentasi surat kabar berbahasa Belanda (delpher.nl), setidak-tidaknya ditemukan berita atau iklan lotre paling awal sejak 1927. 

Pada masanya, lotre atau yang sekarang akrab disebut togel, masih dianggap sebagai kegiatan bisnis sosial yang biasa-biasa saja. Tidak ada hukum haram-halal karena memang ini masih menjadi budaya baru di Hindia-Nederland. Dikatakan sebagai bisnis karena pihak penyelenggara adalah perusahaan yang memproduksi, mempromosikan, dan mendistribusikan kupon yang sudah barang tentu mengeluarkan biaya tidak sedikit. Bahkan perusahaan tersebut harus mengiklankan produk lotre di media massa, sudah pasti membutuhkan biaya yang tidak kecil. Hasil dari penjualan kupon akan terkumpul dana yang sangat besar, yang nantinya akan dibagi-bagi berdasarkan prosentase tertentu antara pihak perusahaan, penyelenggara, penyedia hadiah, dan seterusnya.

Siapa saja penyelenggara lotre yang melibatkan perusahaan bisnis ini? Membaca rilis berita De Sumatra Post, edisi 16 Mei 1930, membuat saya kaget. Inilah beberapa daftar penyelenggara bisnis lotre: 1) Komite Utama Eksekutif dalam persiapan untuk partisipasi Ned Indiö dalam Pameran Kolonial Internasional di Paris 1931, 2) Perkumpulan “Eyken Stichting,” 3) Dewan Gereja Komunitas Protestan di Surabaya, 4) Perkumpulan “Soerabajasche Ziekennursing,” 5) “Asosiasi” Pesantren Kristen Militer “di Koetaraaja, 6) Perkumpulan “Leprozerie Menado,” 7) Perkumpulan “Ziekenzorg” di Solo, 8) Persatuan "Internaat-Ternate," 9) Pengurus PAUD Padiran Roemah di Jogja, 10) Pengurus Besar "Moehammadijah" di Jogja, 11) Panti Asuhan Katolik Roma di Semarang, 12) Guru Agama Islam Persertoean di Padang, 13) Institut Buta Vorstenlandsch di Jogja, 14) Prefek Apostolik Padang, 15) Prefek Apostolik Bangka, Belitung, dan Riau, 16) Prefek Apostolik Bengkulu, 17) Prefek Apostolik Surabaya, 18) Vikaris Apostolik Batavia, 19) Vikaris Apostolik Kepulauan Kloine Soanda, 20) Vikaris Apostolik New Guinea, 21) Perkumpulan “Helpfonds van den H. Viucenüus a Paulo” di Surabaya,  22) Rumah Sakit R.K. “Sin; Vincentius a Paulo” di Surabaya, 23) Da Sint Willebrordus-Vereeniging di Toeal, 24) Pengurus Persatuan Sekolah Netral Inlandsche di Solo, 25)  Persatuan "Al Irsjad" di Batavia, dan 26) Pengurus Utama "Boedi Oetomo" di Jogja. 

Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah di Jogja dan Al-Irsyad di Batavia, termasuk pengurus besar Boedi Oetomo di Jogja, adalah tiga di antara perkumpulan atau organisasi penyelenggara lotre. Dengan membaca serta mencermati berita berikutnya, kita akan paham bahwa bisnis ini memang dianggap legal pada zamannya. Harian De Sumatra Post, edisi 16 Mei 1930, merilis berita berbahasa Belanda tentang lotre yang kurang lebih begini bunyinya: “Bisnis togel di Hindia perlahan mulai berubah menjadi bisnis yang berkembang dan berkesinambungan, terbukti dari tiket lotre tunai berikutnya yang berjumlah dua juta sudah dicetak dan tersedia dalam jumlah banyak dikirimkan ke Escompto M. Hindia-Belanda. Lotre baru ini, diizinkan berdasarkan keputusan direktur kehakiman tertanggal 14 Maret (1930)....” Dengan demikian, sudah jelas bahwa lotre pada zaman tersebut dianggap legal sehingga banyak yang berminat.                 

Lotre Muhammadiyah 

Sebuah berita-iklan (advertorial) yang cukup mengagetkan saya, “Vrouwentehuis Moehammadijah” (Rumah Wanita Muhammadiyah) di harian De Locomotif edisi 14 Juli 1927. Berita ini mengonfirmasi beberapa hal. Pertama, pembangunan Vrouwentehuis Moehammadijah sedang berjalan di Surabaya yang telah diinisiasi dan sekaligus dipimpin oleh Dokter Soetomo (ketua pertama gerakan Boedi Oetomo). Tokoh nasional ini terlibat di Muhammadiyah sebagai adviseur (penasehat) di Poliklinik Muhammadiyah Surabaya. Kedua, konsep Vrouwentehuis Moehammadijah semacam panti khusus para janda dari seluruh Hindia-Nederland, bahkan dinyatakan siap menerima para janda dari luar negeri. Mereka akan dididik keterampilan dan pendidikan spiritual oleh Muhammadiyah. Ketiga, sumber pendanaan pembangunan gedung Vrouwentehuis Moehammadijah menggunakan penjualan lotre.

Harian De Locomotif, edisi 30 Maret 1933, memuat advertorial “Steun aan Moehammadijah” (Dukungan kepada Muhammadiyah) yang isinya mengabarkan pendapatan hasil penjualan lotre untuk kegiatan organisasi. “Aan Moehammadijah is een aandeel inde laatst gehouden groote loterij, groot f 5000.—, toegekend t.b.v. het weeshuis te Jogja. Moehammadijah houdt den 3den April een alg. leden vergadering, den 4den April een openbare vergadering op Ketanggoengan en den sden April inde ochtenduren een bidstond” (Moehammadijah mendapat bagian dalam undian besar terakhir sebesar 5.000 gulden untuk kepentingan panti asuhan di Jogja. Moehammadijah akan mengadakan rapat anggota umum pada tanggal 3 April, rapat umum di Ketanggoengan pada tanggal 4 April, dan rapat doa pada pagi hari bulan April). 

De Locomotif edisi 17 Mei 1935 juga memberitakan, “Trekking loterij Mohammadijah Standaardschool te Solo” (Pengundian Lotre di Sekolah Standar Muhammadiyah Solo). “Zondag 19 dezer ten 10 ure voormiddag zal de trekking plaats hebben van de loterij ten üëhoeve van de Moehammadijah standaardschool alhier, ten huize van den Demang van Kadipira” (Pada hari Minggu tanggal 19 pagi ini jam 10 pagi akan dilakukan pengundian undian di rumah sekolah berstandar Moehammadijah di sini, di rumah Demang Kadipira).

“De Nieuwe Loterij” (lotre baru), demikian judul advertorial Nederlandsch-Indie, edisi 31 Maret 1938. “Hedenmorgen is bij de kantoren van de Escompto Mij. hier ter stede en elders de verkoop van de nieuwe loterij begonnen. Deze loterij is ten behoeve van de Vereeniging Moehammadijah" te Jogja. Zoowel het Batavia-kantoor als het bijkantoor te Batavia-Centrum waren hedenmorgen reeds geheel uitverkocht. Er zijn nog geen berichten van den verkoop uit videre plaatsen ontvangen. De loterij trekt op 29 April a.s., zooals gewoonlijk in Maison Versteeg. Het schema van deze nieuwe loterij is gelijk aan dat van de voorgaande” (Pagi ini di kantor Escompto Mij. penjualan lotre baru telah dimulai di sini, di kota ini dan di tempat lain. Undian ini untuk kepentingan Persatuan Moehammadijah di Jogja. Baik kantor Batavia maupun kantor cabang di Batavia Center pagi ini sudah ludes terjual. Belum ada laporan penjualan dari tempat lain. Undian ditutup 29 April mendatang, seperti biasa di Maison Versteeg, jadwal undian baru ini sama dengan sebelumnya).

Refleksi

Pengertian suatu tindakan dalam perspektif sejarah ide mengalami apa yang disebut perubahan atau pergeseran makna. Sebut saja tentang sejarah lotre yang terus mengalami perubahan nama dan bentuknya di Indonesia. Sejak zaman kolonial Belanda (disebut loterij), memasuki zaman Orde Lama (Toto, Nalo/National Lotre, dll), zaman Orde Baru (Porkas, SOB/Sumbangan Olahraga Berhadiah, SDSB/Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah, dll) hingga memasuki masa Reformasi (Kupon Asuransi Kematian—kebijakan belum terwujud) menjadi indikator bahwa tindakan atau perbuatan mengandung “peruntungan” tidak mudah dihilangkan dalam tradisi masyarakat kita. Pada mulanya tindakan tersebut dibolehkan, bahkan dilegalkan oleh pemerintah, yang secara otomatis diikuti oleh elemen-elemen masyarakat, tidak terkecuali ormas Islam.

Pada masanya, suatu tindakan dibolehkan, bahkan dapat dibenarkan, yaitu ketika tingkat literasi masyarakat masih menempatkan suatu perbuatan sebagai tindakan umum yang dipandang tidak berseberangan dengan kaidah atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Namun, seiring berkembangnya daya literasi masyarakat, ditopang dengan pengalaman tentang dampak baik-buruknya suatu perbuatan, maka maknanya pun akan bergeser. Seperti sejarah lotre di tanah air yang semula dibolehkan, namun karena ditemukan adanya unsur “maysir” dan dampaknya yang menyebabkan orang malah bekerja keras, maka saat ini lotre telah diharamkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pada awal abad ke-20, penyelenggaraan lotre sangat populer bahkan sampai diiklankan di media massa nasional. Misalnya, koran De Locomotif edisi 17 Mei 1935 memuat advertensi tentang penyelenggaraan lotre untuk pembangunan sebuah sekolah swasta di Solo. Atau Nederlandsch-Indie edisi 31 Maret 1938 memuat iklan lotre untuk menyokong dana kegiatan salah satu organisasi Islam modernis di tanah air pada waktu itu. Begitu juga De Sumatra Post edisi 16 Mei 1930 memuat iklan lotre yang bertujuan penggalangan dana untuk kegiatan suatu ormas. Makna lotre pada waktu itu semacam program menghimpun dana dari masyarakat untuk kegiatan sosial-kemanusiaan sekalipun dengan iming-iming hadiah. Hasil penggalangan dana dari masyarakat lewat lotre memang sangat fantastis.  

Pada tahun 1960an, perjudian dalam bentuk lotre dikenal dengan “lotre buntut.” Di Bandung disebut Toto Raga—upaya penggalangan dana untuk pacuan kuda. Di Jakarta, Gubernur Ali Sadikin melegalkan Toto dan Nalo yang kemudian dilarang lewat Keppres No 113 Tahun 1965 karena lotre dinilai merusak moral bangsa dan masuk dalam kategori subversif. 

Sampai memasuki tahun 1974, pemerintah lewat Menteri Sosial mengusung gagasan penyelenggaraan Forecast—dikenal dengan sebutan Porkas—sebuah bentuk undian yang konon dinilai tanpa ekses judi. Kegiatan ini merupakan replikasi dari penyelenggaraan forecast di Inggris. Menteri Sosial Republik Indonesia yang menggagas Porkas adalah Muhammad Syafaat (MS) Minaredja yang pada saat bersamaan menjabat sebagai Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Partai ini berafiliasi dengan salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia.

Porkas lahir berdasarkan UU No 22 Tahun 1954 tentang Undian, yang antara lain bertujuan agar undian yang menghasilkan hadiah tidak menimbulkan berbagai keburukan sosial. Akhir tahun 1987, Porkas berubah nama menjadi Sumbangan Olahraga Berhadiah (SOB) dan bersifat lebih realistis. Namun pada tahun 1988, Fraksi Karya Pembangunan dan Fraksi Persatuan Pembangunan menyatakan SOB menimbulkan akibat negatif. 

Sekalipun SOB telah dihapus, tetapi bentuk dan mekanisme baru lotre Kembali hari ketika Haryati Soebadio menjabat sebagai Menteri Sosial, yaitu berganti nama menjadi Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB). Sebelum akhirnya program ini dicabut pada 25 November 1993, praktik lotre memang menguntungkan bagi pihak penyelenggara, terutama Kementerian Sosial yang berhasil menghimpun dana dalam jumlah yang fantastis dari masyarakat.

Apapun bentuk dan nama programnya, aktivitas penggalangan dana dengan iming-iming hadiah yang besar lewat lotre tetap mengandung unsur “maysir” (peruntungan) yang dalam ajaran agama Islam dilarang (diharamkan). Apalagi dampak psikologis bagi masyarakat menciptakan watak atau mental yang malas bekerja keras dan terlalu besar harapan meraih sukses tanpa ikhtiar maksimal.    


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Khazanah

 Serangan Mongol (Bagian ke-1)  Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Univ....

Suara Muhammadiyah

18 December 2023

Khazanah

Pemalsuan Hadits (Bagian ke-2) Oleh: Donny Syofyan Pertimbangan dan keyakinan subjektif tak bisa d....

Suara Muhammadiyah

8 December 2023

Khazanah

Khadijah binti Khuwaylid (Bagian ke-1) Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andala....

Suara Muhammadiyah

12 February 2024

Khazanah

Peta dan Kartografi di Dunia Islam Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Dosen FAI UMSU dan Kepala....

Suara Muhammadiyah

28 March 2024

Khazanah

Kemunculan Madzhab dan Kedudukan Hadits (Bagian ke-2) Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Buda....

Suara Muhammadiyah

12 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah