YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah — Di tengah ancaman perubahan iklim yang kian nyata dan krisis energi yang membayangi masa depan bumi, Muhammadiyah memilih untuk tidak tinggal diam. Dengan semangat dakwah berkemajuan, organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia ini menyalakan obor perubahan melalui program 1000 Cahaya Muhammadiyah — sebuah gerakan yang menanamkan kesadaran ekologis dari ruang kelas hingga ruang ibadah.
Gerakan ini kini memasuki babak penting lewat Training of Trainer (TOT) Kader Pintar – Pionir Transisi Energi Indonesia Raya, yang digelar di Balai PMD Kalasan, Yogyakarta, pada 11–13 November 2025. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Program 1000 Cahaya bekerja sama dengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah serta Pendidikan Nonformal (Dikdasmen dan PNF) PP Muhammadiyah, Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, dan Forum Guru Muhammadiyah.
Selama tiga hari, 58 peserta dari sekolah dan pondok pesantren Muhammadiyah di seluruh Indonesia akan dibekali kemampuan dan pengetahuan untuk menjadi pelatih serta penggerak transisi energi di lingkungannya masing-masing.
Langkah Nyata Muhammadiyah untuk Green Energi
Direktur 1000 Cahaya, Hening Parlan, dalam sambutan pembukanya menegaskan bahwa krisis iklim bukan sekadar isu global, melainkan tanggung jawab moral setiap manusia beriman.
“Perubahan iklim itu nyata. Tapi kita sering abai menempatkannya sebagai prioritas. Melalui 1000 Cahaya, Muhammadiyah ingin menjadikan kepedulian terhadap lingkungan sebagai bagian dari dakwah berkemajuan,” ujarnya.
Program ini menjadi wujud nyata komitmen Muhammadiyah menuju Green Muhammadiyah — gerakan pendidikan dan dakwah yang memadukan ilmu, iman, dan aksi nyata dalam menjaga bumi.
Selama pelatihan, peserta mendalami tiga materi utama: efisiensi energi, pengenalan energi surya, dan pemanfaatan ulang panel surya tak terpakai. Hening mencontohkan, hingga kini 18 unit panel surya telah terpasang di lembaga pendidikan Muhammadiyah, menurunkan emisi karbon secara signifikan.
“Bayangkan bila 60 juta warga Muhammadiyah menggunakan energi surya, berapa juta ton emisi bisa kita kurangi. Ini bukan sekadar program, tapi bentuk ibadah,” tambahnya.
Gerakan Iklim sebagai Gerakan Akhlak
Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, Dr. Gatot Supangkat, menilai pelatihan ini bukan hanya pelajaran teknis, melainkan gerakan akhlak ekologis.
“Dalam setahun, lebih dari 2.100 bencana terjadi di Indonesia, dan 82,8 persen disebabkan oleh ulah manusia. QS Ar-Rum ayat 41 sudah mengingatkan kita: telah nampak kerusakan di darat dan laut akibat ulah tangan manusia,” ujarnya.
Gatot menegaskan, akar dari krisis lingkungan adalah cara pandang yang keliru terhadap alam. Karena itu, pendidikan menjadi kunci perubahan.
“Akhlak tidak cukup diajarkan, tapi harus dicontohkan. Dari hemat listrik hingga memilah sampah—itu bagian dari dakwah. Inilah yang kita bangun melalui 1000 Cahaya,” katanya.
Pendidikan sebagai Pusat Perubahan
Perwakilan dari Majelis Dikdasmen dan PNF PP Muhammadiyah, Dr. Hardi Santoso, menyebut gerakan ini sebagai jalan sunyi yang mulia.
“Berbicara tentang lingkungan memang jalan sepi. Tidak banyak yang tertarik. Tapi biarlah kita menjadi pelatih yang tidak mendapat panggung besar, asalkan kelak membawa keberkahan bagi anak cucu,” ungkapnya dengan nada haru.
Menurut Hardi, kesadaran ekologis di sekolah-sekolah Muhammadiyah adalah tolok ukur peradaban.
“Isu perubahan iklim bukan hanya pelajaran IPA, tapi refleksi moral kita sebagai umat beriman,” tegasnya.
Ketua Bidang Pendidikan, Kebudayaan, dan Olahraga PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Irwan Akib, M.Pd., menegaskan bahwa gerakan ini bukan sekadar kegiatan lingkungan, melainkan bagian dari amanat besar Muhammadiyah untuk mencerdaskan sekaligus mensejahterakan umat.
“Kalau pemerintah menargetkan nol emisi tahun 2060, Muhammadiyah bisa mempercepatnya. Kita punya ribuan sekolah, pesantren, dan amal usaha yang bisa menjadi pionir perubahan,” ujarnya penuh semangat.
Ia menekankan, mengurus lingkungan bukan hanya urusan kebersihan atau kebijakan teknis, melainkan tugas luhur manusia sebagai khalifah di muka bumi.
“Prinsip Kiai Ahmad Dahlan adalah mencerdaskan dan mensejahterakan. Maka mari kita tulus mengurus lingkungan, karena itu bagian dari ibadah kita—ibadah yang tidak hanya menyelamatkan manusia, tapi juga bumi tempat kita berpijak,” tuturnya.
Bagi Prof. Irwan, kepedulian terhadap energi dan alam bukanlah proyek sesaat, melainkan investasi moral dan spiritual bagi masa depan bangsa.
“Apa yang kita lakukan hari ini bukan untuk diri kita, tetapi untuk anak cucu kita. Jika setiap sekolah, pesantren, dan rumah tangga Muhammadiyah menyalakan satu cahaya perubahan, maka sejatinya kita sedang menyalakan harapan bagi Indonesia,” ujarnya menutup sambutan.
Tentang Program 1000 Cahaya Muhammadiyah
Program "1000 Cahaya" adalah sebuah gerakan yang digagas oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mengatasi krisis iklim melalui pendekatan kolektif di tingkat ranting, sekolah, pondok pesantren, dan masjid. Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, mempromosikan penggunaan energi bersih dan terbarukan, serta mendorong efisiensi energi di masyarakat, yang dianggap sebagai tanggung jawab moral dan spiritual.


