YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketua Lembaga Risiliensi Bencana (LRB) / Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Budi Setiawan mengenang Gempa Bumi 2006 yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya dengan magnitudo 5,9 Skala Richter pada Sabtu (27/5). Kala gempa itu terjadi, Budi tengah rehat setelah seharian melakukan aktivitasnya di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
“Tiba-tiba ditelepon oleh Pak Haedar di minta untuk ke PP. Sampai di PP ada Pak Dasron, Pak Rosyad, rapat di situ. Baru di mulai rapatnya, gempa bumi itu terjadi. Semuanya lari, tidak ada yang berani masuk,” kenangnya saat Refleksi Gempa Bumi Yogyakarta 2006, Selasa (27/5) di Gedung Muhammadiyah Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Esok harinya, banyak berderetan mobil-mobil terparkir di depan Gedung Muhammadiyah Ahmad Dahlan. Lalu situasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta disibukan dengan menangani para korban bencana.
“Ketika pagi gempa Yogyakarta, PKU menjadi sangat sibuk, dari awalnya tidak diketahui (peristiwa itu). Tidak tahu parahnya, seberapa besar akibat gempa itu,” bebernya.
Kala itu, Budi diberi amanat untuk mendirikan Posko Muhammadiyah. Ia meyakini setelah pendirian itu, akan banyak yang terlibat di dalamnya dan saling berkolaborasi.
“Ketika membentuk Posko Muhammadiyah, ada sekian banyak teman-teman dari berbagai ortom untuk menyiapkan kegiatan kita. Malamnya kita rapat bagaimana mengatur bantuan logistik yang terus datang. Pagi harinya bantuan terus berdatangan,” ucapnya.
Di situlah Budi menyadari betapa pentingnya sistematisasi organisasi. Terutama, dalam situasi kebencanaan. Baginya, ketanggapan bukan sekadar soal niat membantu, tetapi juga kemampuan bergerak cepat, terkoordinasi, dan tepat sasaran.
“Kita organisasi, jadi semuanya harus terencana. Kita punya sistem. Kita punya struktur dari pusat sampai ranting yang bisa digerakkan semuanya,” ujarnya.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Joko Murdianto melihat hal krusial saat itu dirasakan masyarakat. Yakni menyangkut sandang, pangan, dan papan. Dan hal ini yang kemudian direspons cepat oleh Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dengan bergandengan mengirimkan bantuan.
“Problem pada saat terjadi gempa itu adalah makanan. Jadi makanan tidak perlu menunggu lama, bantuan makanan yang dikelola oleh ibu-ibu ‘Aisyiyah langsung berdatangan. Logistik langsung datang,” tuturnya.
Joko melihat, keberaturan dalam memanajemen pengorganisasian begitu rapi ditunjukkan oleh Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Dari pendataan korban hingga distribusi bantuan, semua dijalankan dengan tertib dan terukur. “Saya kira ini perpaduan yang luar biasa,” tambahnya.
Sementara, Ketua Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Rahmawati Husein mengungkapkan banyak kerugian finansial dan kerusakan gedung amal usaha Muhammadiyah.
“Bangunan Muhammadiyah yang terdampak amal usahanya ada 153. Dari SD, SMP, sampai kantor kerugiannya lebih dari 100 miliar,” ungkapnya.
Kemudian, Husein mengungkapkan, LRB/MDMC membuat proposal untuk meningkatkan layanan kebutuhan dasar seperti kesehatan, hunian, pendidikan, dan sebagainya. Langkah ini dilakukan sebagai upaya memastikan pemulihan pascabencana secara berkelanjutan.
“Kalau kita melakukan dengan baik, kita akan diperhatikan oleh lembaga-lembaga yang lain. Mereka percaya Muhammadiyah bisa, dan perlu didukung, ini yang dilihat oleh organisasi lain,” ungkapnya.
Semua itu, sebut Husein, karena Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah secara kelembagaannya kuat dan teruji. Layanan yang diberikan juga sangat nyata dirasakan. Dan jaringan kerja samanya pun juga luas. “Kita menjadi kuat secara kelembagaan, kualitas responsnya bagus,” tandasnya. (Cris/Fab)