Adab Menuntut Ilmu: Ikhlas dan Motivasi Belajar

Publish

28 January 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
156
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Adab Menuntut Ilmu: Ikhlas dan Motivasi Belajar

Oleh: Jannatul Husna, Kepala Program Studi Ilmu Hadits Fak. Agama Islam Univ. Ahmad Dahlan 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قال: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّم يَقُوْلُ: إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ ... وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ (رواه مسلم)

“Dari Abu Hurairah ra. berkata, sayamendengar Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya orang pertama yang diadili pada hari kiamat kelak ialah … dan seseorang yang belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Quran. Maka diperlihatkan kepadanya segala nikmat sehingga dia mengetahuinya dengan jelas. Allah bertanya: “apa yang telah kamu perbuat dengannya?” Dia menjawab: “saya belajar ilmu dan mengajarkannya, saya juga membaca al-Quran demi Engkau”. Allah berfirman: “kamu dusta, akan tetapi kamu belajar ilmu agar dikatakan sebagai seorang intelek (‘alim), dan kamu membaca al-Quran agar dikatakan seorang yang mahir dalam membaca (qari’). Dan sungguh kamu mendapat julukan itu (di dunia). Lalu diperintahkan pada malaikat supaya dia diseret dengan wajahnya hingga akhirnya dilemparkan ke dalam neraka” (HR. Muslim)

Hadits ini dilaporkan oleh Muslim dalam Shahih-nya, Kitab al-Imarah, Bab ManQatala li al-Riya’ wa al-Sum‘ah Istahaqqa al-Nar, 3/1514 no. 1905; at-Tirmidzi juga meriwayatkan secara makna dan lebih panjang dalam Sunan-nya, Kitab al-Zuhd, Bab Ma Ja’ fi al-Riya’ wa al-Sum‘ah, 4/511 No. 2382; an-Nasa’i dengan redaksi yang sama dengan Muslim dalam Sunan-nya, Kitab al-Jihad, Bab Man Qatala li Yuqal Fulan Jari’, 6/24 No. 3137; dan Ahmad dalam Musnad-nya, Baqi Musnad al-Muktsirin, Musnad Abi Hurairah, 2/322 No. 8078. Semua imam menerima Hadits tersebut melalui jalur Abu Hurairah. Menurut Jalaludin as-Suyuti dalam al-Jami‘ al-Saghir, Hadits ini berstatus shahih (t.th [1]: No. 3777). Demikian komentar al-Mutqi al-Hindi dalam Kanz al-‘Ummal (1981 [3/469-70]: No. 7470). Bahkan, Nashirudinal-Albani juga men-shahih-kan Hadits ini dalam Silsilah al-Ahadits as-Shahihah (2002 [7/1471]: No. 3518).

Hadits tersebut diriwayatkan dalam redaksi yang agak panjang, bercerita tentang tiga kelompok manusia yang pertama kali dihisab di pengadilan akhirat. Pertama, yang mengaku menggunakan segala nikmat untuk menempuh syahid di jalan Allah. Kedua, yang mendakwa dirinya menggunakan nikmat untuk menjadi kaum terpelajar dan pembaca al-Quran yang fasih. Ketiga, yang menerima nikmat kekayaan lalu mengaku telah membelanjakan semua hartanya di jalan Allah. Namun, pengakuan itu dibantah oleh Allah, karena motivasi mereka hanya ingin disebut sebagai pemberani (jari’), cerdik-cendekia dan qari, serta dermawan (jawwad). Semua sebutan dan popularitas dimaksud telahpun mereka peroleh di hadapan manusia waktu di dunia. Akhirnya, semua kelompok manusia ini diseret dengan wajah masing-masing lalu dilemparkan ke dalam neraka. 

Seperti diketahui oleh kebanyakan orang beriman, niat adalah motivasi dalam beramal (al-ba’its ‘ala al-‘amal), juga untuk mentaati perintah Allah, mencari keridhaan, dan ganjaran di sisi-Nyaatau mengikuti nafsu syahwat dan godaan setan. Niatlah yang membedakan antara ‘adat (rutinitas harian) dengan ‘ibadat (ritual keagamaan). Seperti duduk di masjid yang apabila dimaksudkan untuk sekedar istirahat, melepas penat, dan menghindari panas terik dan hujan lebat di luar masjid, maka jadilah adat kebiasaan semata. Namun, jika diniatkan untuk iktikaf, menghadiri majelis ilmu, shalat dan semisalnya, maka jadilah ia sebagai ibadah. Begitu pula halnya dengan mandi sebagai tradisi harian untuk membersihkan diri semata-mata atau mandi yang diawali dengan niat menghilangkan hadas dan najis karena Allah, maka ia mengandung unsur ibadah (Mawardi, t.th: 3). Demikian halnya dengan belajar dan menuntut ilmu, menjadi amal di sisi Allah demi mengharap ridha-Nya, dan menjadi tradisi biasa sekiranya hanya ingin menggapai manfaat duniawi semata. Pendek kata, semua itu bergantung kepada niatnya. 

Demikian signifikan keberadaan niat ini, pekerjaan yang kecil lagi sederhana di mata manusia dapat bernilai besar di hadapan Allah andai dimulai dengan niat yang baik. Manakala pekerjaan besar lagi berbiaya mahal dalam pandangan lahiriah, namun tanpa niat yang lurus di dalamnya, niscaya kecil tiada bermakna. Sebagaimana ungkapan ‘Abdullah bin al-Mubarak (w. 797) yang dipopulerkan oleh Abu Talib al-Makki (w. 998; 2005 [2]: 268), Abu Hamid al-Ghazali (w. 1111; t.th [4]: 364), dan Ibn Rajab al-Hanbali (w. 1393; 2001 [1]: 71) dalam kitab masing-masing:

رُبَّ عَمَلٍ صَغِيرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَبِيرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّةُ

“Betapa banyak amalan sederhana menjadi besar nilainya karena niat. Dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil artinya karena niat” 

Menuntut ilmu, seperti dipesankan oleh Imam al-Syafii (w. 820) adalah pekerjaan mulia dan tidak semua orang “mampu” melakoninya. Belajar memerlukan potensi akal (kecerdasan), semangat dan kesungguhan, modal finansial yang lumayan besar, dan kesabaran tingkat tinggi karena harus menghadapi tipikal guru dan disiplin keilmuan yang beraneka ragam, dan tentunya perlu waktu yang panjang, tidak bisa instan. Idealnya, tujuan utama dari menuntut ilmu adalah untuk mencari keridhaan Allah. Mengutip penjelasan Mahmud Syaraf al-Qudhah (2003: 31), Guru Besar Hadits di Universitas Jordania, bukanlahmaknaikhlas itu menafikan obsesi memperoleh ijazah dan pekerjaan yang layak. Justeru, apabila tujuan mendapat ijazah dan pekerjaan itu digunakan demi meraih ridha-Nya, tidaklah menafikan makna ikhlas itu sendiri. Namun, pesan beliau agar berhati-hati dari godaan setan sehingga niat utama itu tergelincir, yang akhirnya tinggal obsesi duniawi semata-mata.

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِي النَّارِ (رواه ابن ماجه)

“Siapa yang menuntut ilmu untuk berdebat dengan orang bodoh atau untuk bersaing dengan para ulama atau untuk menarik perhatian manusia (agar terkenal-populer), maka tempat tinggalnya adalah neraka” (HR. Ibnu Majah)

Dalam pemahaman terbalik (mafhum mukhalafa), barangkali inilah yang dapat kita fahami dari Hadits riwayat Ibn Majah di atas, bahwa tidak dilarang mengalami mobilitas sosial dari kaum terbelakang menjadi kaum terdidik, ucapan kita didengar dan tindakan baik kita ditiru oleh khalayak. Asalkan, motivasi utama kita menjadi kelompok terdidik itu bukan semata-mata ingin menandingi orang-orang pandai (ulama), berbangga-bangga di hadapan orang bodoh (sufaha’), atau mendapat sanjungan dan popularitas dari masyarakat luas saja.

Akhirnya, kepada pembelajar, baik yang sedang menuntut ilmu atau mengajarkannya hendaklah selalu memperbarui motivasi belajar dan mengajar kita, agar terhindar dari syahwat ingin mendapat pekerjaan, gaji dan kehidupan duniawi yang layak belaka. Alangkah baiknya, kita gantungkan niat itu untuk memperoleh ridha dan kasih-Nya, sebab Allah dan Rasulullah menyeru untuk belajar dan mengajar demi mencerahkan kehidupan umat. Adapun sekiranya kita mendapatkan manfaat dari apa yang dipelajari dan ajarkan tersebut, berupa penghargaan dan apresiasi duniawi, maka ituadalahdown payment (uang muka) yang Allah bayarkan sebelum ganjaran yang lebih baik di sisi-Nya kelak. Sebagaimana ketika Nabi Saw. ditanya:

ياَ رَسُوْلَ اللهِ، أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنْ الْخَيْرِ وَيَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ قَالَ تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ (رواه مسلم)

 “Wahai Rasulullah, bagaimana menurut pendapatmu sekiranya ada seseorang yang melakukan perbuatan baik, lalu manusia memujinya? Beliau bersabda: itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin” (HR. Muslim)

Sumber: Majalah SM No 17 Tahun 2020


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Khazanah

Islam dan Leluhur Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Mengapa oran....

Suara Muhammadiyah

8 July 2024

Khazanah

Wabah Penyakit, Siksa dan Hukuman dari Tuhan?  Oleh: Mukhlis Rahmanto, Dosen Fakultas Agama Is....

Suara Muhammadiyah

4 October 2024

Khazanah

Pengumpulan dan Penulisan Hadits Oleh: Donny Syofyan Al-Qur’an memerintahkan kita mematuhi A....

Suara Muhammadiyah

27 November 2023

Khazanah

Menafsirkan Al-Qur`an dengan Sunnah  Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universit....

Suara Muhammadiyah

2 May 2024

Khazanah

Mengenal Surah-Surah Makkiyah dan Madaniyah Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Univers....

Suara Muhammadiyah

8 April 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah