Khadijah binti Khuwaylid (Bagian ke-2)
Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Khadijah sangat diberkati dalam pernikahan dengan Muhammad dan memiliki enam anak. Dua putra pertama, Qasim dan Abdullah, kemudian diikuti anak-anak perempuan, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Ini adalah rumah tangga yang sangat bahagia dan damai. Tetapi Muhammad merasakan ada sesuatu yang hilang dan dia sangat gelisah. Dia ingin menyendiri selama sebulan sekali setahun ke gua Hira untuk memusatkan dirinya sepenuhnya untuk berdoa dan mereneng.
Suatu hari dia merasakan kehadiran makhluk lain yang memeluknya dalam dekapan erat. Kemudian dia melonggarkan cengkeramannya dan memintanya untuk membaca. Muhammad menjawab bahwa dia tidak bisa membaca. Tetapi makhluk itu, yang ternyata adalah Malaikat Jibril, mengulangi ucapan yang sama, “Bacalah, Bacalah.” Lalu akhirnya Jibril membaca ayat yang merupakan wahyu pertama dari Al-Qur`an, Surah Al-'Alaq, ayat 1-5, “(1) Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”
Lalu Jibril menghilang. Ini adalah pengalaman yang luar biasa sehingga Muhammad pulang ke rumah berkeringat dan gemetar. Dia memanggil dan meminta Khadijah untuk menutupinya dengan selimut. Ketika Muhammad mulai tenang, dia memberi tahu istrinya bahwa dia takut dan menceritakan seluruh kejadian kepada istrinya. Khadijah dengan penuh kesetiaan dan ketenangan menghiburnya dengan mengatakan bahwa Allah pasti akan melindunginya dari bahaya apa pun. Tuhan tidak akan membiarkan siapa pun menyakitinya karena Muhammad adalah seorang manusia yang mencintai kedamaian dan selalu mengulurkan tangan persahabatan kepada semua orang.
Muhammad tidak pernah berbohong, berlaku ramah, selalu memikirkan persoalan orang lain dan membantu mereka yang berada dalam kesulitan. Sikap simpatik dan pemahaman yang menenangkan dari Khadijah memberinya kekuatan dan kepercayaan diri yang sukar diukur. Khadijah kemudian membawa suaminya bertemu dengan sepupunya, Waraqah bin Nawfal. Dia segera menduga sosok yang hadir di gua Hira adalah Malaikat Jibril utusan Allah yang juga telah mengunjungi Nabi Musa. Waraqah, yang sudah berusia uzur, berharap bisa hidup lebih lama sehingga bisa melihat ketika Muhammad sebagai Nabi dipaksa hijrah oleh kaumnya.
Mendengar penuturan Waraqah, Nabi Muhammad sangat terkejut dan bertanya apakah umatnya benar-benar berbuat seperti itu padanya. Waraqah meyakinkannya bahwa mereka adalah tipikal manusia yang tidak akan pernah menghargai atau mengikuti seorang Nabi yang muncul di kalangan mereka. Waraqah menambahkan bila dia masih hidup pada waktu itu, maka dia akan membantu Muhammad. Dia menambahkan jika apa yang telah dia beritahukan benar maka suami Khadijah adalah Nabi Allah yang kedatangannya telah disebutkan dalam Taurat dan Injil.
Keempat putri Khadijah tumbuh menjadi Muslimah yang setia dan berani. Mereka semua hijrah ke Madinah bersama Rasulullah. Zainab menikah dengan Abu Aas bin Rabi'ah dan Ruqayyah menikah dengan Utsman bin Affan. Ketika Ruqayyah wafat, Utsman menikah dengan saudara perempuannya Ummu Kultsum. Lalu Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Tiga putri pertama Nabi meninggal semasa Nabi Muhammad dan Fatimah hidup hanya enam bulan setelah Rasulullah wafat.
Ketika orang-orang musyrik menyaksikan bahwa Islam kian hari menarik lebih banyak pengikut meskipun mereka sudah menggunakan semua taktik untuk menggagalkannya, kaum musyrik Makkah mengumumkan boikot politik dan ekonomi secara terbuka dan total terhadap suku Bani Hasyim. Hal ini terjadi pada tahun ketujuh setelah Muhammad mendeklarasikan dirinya sebagai Rasulullah. Hal ini juga dikenal dalam sejarah Islam sebagai Syi’bi atau Syi’ib Abi Thalib.
Dampaknya sangat parah sehingga anak-anak yang tidak bersalah harus menderita kelaparan. Orang dewasa harus selamat dengan memakan daun-daun pohon. Namun para pengikut Muhammad yang teguh tidak berpaling dari agama yang mereka percayai. Kaum Muslimin nyatanya berhasil keluar dari cobaan tersebut. Mereka lebih kuat dan lebih ikhlas dari sebelumnya.
Khadijah, yang terbiasa dibesarkan dalam kemewahan di rumah ayahnya yang kaya-raya, kini menghadapi kesulitan ekonomi. Namun dia berlaku sabar dan berani. Sikap ini merupakan bagian penting dari peristiwa boikot. Keluhuran budi pekerti dan tingkah laku Khadijah membuat Allah rida sehingga Allah mengirimkan salam khusus untuknya.
Khadijah adalah istri dan ibu idaman. Nabi SAW tinggal di rumah Khadijah yang menjadi tempat yang diberkati karena kehadirannya. Malaikat Jibril sering datang mengunjungi Muhammad di sana dengan membawa wahyu. Rumah ini menjadi pusat Islam, di mana semua sahabat dan sahabiyah sering berkunjung untuk mengambil bagian dalam keramahtamahan Nabi Muhammad dan istrinya, Khadijah.
Setelah Nabi hijrah ke Madinah, rumah tersebut ditempati oleh Ali. Kemudian Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang menulis sebagian wahyu membeli rumah ini dan merubahnya jadi masjid. Dengan demikian rumah Khadijah menjadi tempat shalat dan beribadah sepanjang masa. Khadijah telah terbiasa shalat dua rakaat, pagi dan sore bersama Nabi, bahkan sebelum shalat diwajibkan oleh Allah. Setelah menerima Islam, Khadijah menjadi lebih kontemplatif dan cenderung beribadah. Dia menemukan kedamaian yang diberkati dalam shalat.