Aisyah binti Abu Bakar: Wanita Kritis dan Pemberani
Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Aisyah, istri Nabi Muhammad, adalah seorang wanita yang sangat muda ketika dia menikah dengan Nabi Muhammad SAW. Dia adalah seorang individu yang dihormati, figur yang blak-blakan, dan intelektual yang mengajarkan Islam kepada orang lain.
Ketika kita melihat pernikahan Nabi Muhammad, banyak yang bertanya sinis, "Yah, mengapa Nabi SAW menikahi wanita yang sangat muda ini?" Para sarjana menganalisis bahwa karena usianya yang masih muda maka Aisyah mampu hidup lebih lama setelah Nabi Muhammad wafat. Ini sampai ke periode ketika orang-orang secara aktif mulai mencoba mengingat dan mencatat apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad. Masyarakat ingin mendapatkan informasi secara langsung dari seseorang yang menjadi saksi mata bagi kehidupan Nabi. Para sahabat hanya melihat kehidupan Nabi di luar rumah atau di ruang publik, sementara masyarakat juga menginginkan riwayat tentang beliau dari ‘dalam’ rumah tangga beliau.
Bagaimana sosok Nabi Muhammad dalam rumah tangganya? Maka Aisyah adalah orang yang memberi kita informasi tentang itu. Seringkali seorang pria terlihat baik dari luar, tetapi ternyata dia berlaku kasar kepada keluarganya. Namun Aisyah adalah seseorang yang memberi kita testimoni atau meriwayatkan bagaimana betul kepribadian Nabi Muhammad terhadap keluarganya.
Tidak hanya hubungan Nabi dengan anggota keluarganya, tetapi juga bagaimana beliau beribadah dan berperilaku di rumah. Seseorang bisa mengenakan atau menampakkan wajah publik yang ramah, tetapi dia bisa menjadi munafik dalam ranah privat, menjadi orang lain yang sama sekali berbeda bahkan berakhlak jahat.
Riwayat tentang Nabi SAW biasanya ditelusuri kembali dari saat ia dicatat dalam pelbagai kitab. Semuanya memiliki rantai periwayatan sampai ke saksi mata pertama yang mengatakan bahwa dia mendengar atau melihat Nabi berbicara atau berbuat seperti ini dan itu. Aisyah berada di puncak sebab dia meriwayatkan 2210 hadits dari Rasulullah SAW. Dia adalah salah satu narator hadits yang paling produktif.
Kadang-kadang saat mendengarkan suatu hadits, tidak jarang Aisyah berkata, "Ini tidak masuk akal.” Ketika dia mendengar orang berkata, "Oh, Nabi mengatakan ini dan itu," Aisyah juga sering menimpali, "Tidak mungkin Nabi mengatakan seperti itu." Aisyah muncul sebagai seorang sarjana dengan kualifikasi yang luar biasa. Ini sesuatu yang baik buat umat Islam sebab ini menunjukkan bahwa dunia keilmuan pada awal Islam tidak sepenuhnya didominasi oleh kaum laki-laki.
Aisyah memiliki tempat yang sangat penting dalam sejarah Islam karena dia menyuguhkan bagaimana perspektif wanita tentang banyak hal. Sering dikatakan bahwa setengah dari riwayat hadits yang dibagikan berasal dari kaum laki-laki dan separonya lagi dari Aisyah. Tentu ini bukan dalam pengertian secara kuantitatif, tetapi lebih dalam hal pembagian antara riwayat seputar kehidupan rumah tangga Nabi dan ranah publik.
Ada kalanya orang menceritakan hal-hal tentang Nabi karena mereka kebetulan mendengarnya dan menceritakan kembali secara dangkal tanpa merenungkan makna yang mendalam dari apa yang mereka bicarakan. Atau boleh jadi mereka melihat satu hal yang dilakukan lalu menarik kesimpulan yang salah.
Namun Aisyah memiliki wawasan yang mendalam. Dia mengikat dan menatap apapun secara utuh. Dia menyadari bahwa apa yang diajarkan oleh Nabi harus selaras dengan apa yang dinyatakan Al-Qur`an karena Al-Qur`an diwahyukan kepada Nabi Muhammad sebagai perintah kepadanya sebelum diteruskan kepada orang lain. Nabi SAW harus menjadi praktisi pertama dari apa yang ditentukan Al-Qur`an.
Jika seseorang meriwayatkan sesuatu yang dikatakan Nabi dan dia menyadari bahwa ini bertentangan dengan apa yang dikatakan Al-Qur`an, Aisyah akan mengoreksinya. Dia akan berkata, "Maksud ini tidak seperti itu karena Al-Qur`an mengatakan hal lain."
Sejumlah sahabat Rasulullah SAW juga pernah dikritik oleh Aisyah karena riwayat mereka bertentangan dengan apa yang dimaksud Nabi, tidak senapas dengan apa yang dikatakan Al-Qur`an, atau dalam kesempatan tertentu bahwa apa yang dipraktikan Nabi memiliki makna berbeda seperti yang dipahami oleh sementara pihak atau bahkan sahabat.
Sebagi misal, rumah Nabi SAW begitu kecil sehingga ketika beliau shalat malam di rumahnya, beliau kerap bersujud di tempat di mana Aisyah masih setengah tertidur dan kakinya terentang. Saat Aisyah sadar bahwa Rasulullah membutuhkan ruang untuk dahinya buat bersujud, saat itulah dia akan menarik kakinya sehingga Nabi bisa bersujud di sana.
Karenanya, Aisyah menolak riwayat dari Nabi yang menyebutkan bahwa jika seorang wanita lewat di depan Anda, maka itu akan membatalkan shalat Anda. Sebab Aisyah sadar betul dia ada di sana, di depan Nabi ketika Nabi shalat. Dan Nabi melanjutkan shalatnya. Aisyah benar-benar hadir sebagai guru yang sangat penting bagi umat Islam. Dia membawa sudut pandang atau lensa dari kehidupan rumah tangga Nabi SAW.
Aisyah juga menunjukkan kepada kita bagaimana menjadi seorang wanita. Selama ini kita memiliki gambaran Muslimah tradisional yang pendiam, sopan, duduk di belakang atau diam di tempatnya. Tapi ini bukan Aisyah. Dia sangat blak-blakan. Dia tidak akan membiarkan haknya dilanggar. Saat dia berpikir ada sesuatu yang salah, dia akan berbicara menentangnya. Dia bahkan memimpin orang dalam pertempuran. Dia mengajari orang akan Islam. Jadi dia sangat aktif, bahkan di ruang publik. Dia akan menanyai Nabi tentang berbagai hal dan tidak akan secara pasif menerima begitu saja.
Menarik bahwa keragaman kaum Muslimah sudah eksis, bahkan sejak zaman Nabi. Tidak hanya satu jenis wanita tertentu. Kita tanpa sadar cenderung membuat segalanya sesuai dengan cara kita, bayangan kita, pikiran kita atau bahkan cita-cita kita. Kita lupa bahwa manusia itu banyak dan beragam. Aisyah mewakili sosok wanita Muslimah yang mampu berbicara untuk dirinya sendiri, menantang atau berdebat dengan kaum pria di domain publik, bahkan memimpin kaum laki-laki dalam peperangan.
Aisyah memimpin peperangan, termasuk di antara para pengikutnya adalah para sahabat Nabi Muhammad yang sangat terkemuka, yang kita kenal sebagai al-'asyaratu al-mubasysyarûn bil jannah (العشرة المبشرون بالجنة)—10 sahabat Nabi yang dijamin masuk sorga, termasuk Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Bagi Aisyah, untuk dapat melakukan ini dan berada di tengah-tengah pertempuran menunjukkan bahwa tempat wanita tidak hanya dibatasi di dalam rumah, tetapi seorang wanita dapat berperan dalam berbagai fungsi dalam masyarakat Muslim.