BANDUNG, Suara Muhammadiyah - Perkuat gerakan bersama tentang transisi energi berkeadilan melalui amal usaha pendidikan, dakwah, dan aksi nyata di komunitas, Mosaic, GreenFaith Indonesia, dan Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Jawa Barat jalin kolaborasi. Upaya ini dilakukan salah satunya lewat pengajian daring bertema “Fikih Transisi Energi Berkeadilan untuk Keadilan Antargenerasi” pada 29 Mei 2025, dihadiri Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah se Jawa Barat, serta jejaring Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PWA se Indonesia.
“Bagi kami di ‘Aisyiyah, program-program yang berderma untuk kelestarian alam, lingkungan yang bersih dan sehat, itu menjadi komitmen kami sejak awal,” ujar Ia Kurniati, Ketua Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Jawa Barat. “Allah telah memberi kekayaan energi melimpah seperti air, panas bumi, matahari, dan angin, yang bisa dipakai terus menerus, yang nol emisi, energinya bersih. Bisakah solar panel kita gunakan di sekolah-sekolah kita, dengan memakai energi terbarukan itu? Mudah, bermanfaat, dan menyuplai energi,” ajaknya kepada para peserta.
Ia menyambut antusias upaya PWA Jawa Barat memetakan sekolah-sekolah yang bisa menjadi model percontohan implementasi Green School. “Bekerjasama dengan Eco Bhinneka Muhammadiyah, PWA Jabar telah menyusun buku Islamic Green School, tuntunan bagaimana sekolah-sekolah bisa mengimplementasikan sekolah yang ramah lingkungan,” ucapnya. Ia kemudian menyebutkan bahwa telah terdapat 6 PDA yang bersedia terlibat dalam transisi energi melalui pemasangan solar panel di 6 sekolah TK maupun SD. PDA tersebut yaitu di PDA Kota Sukabumi, PDA Cianjur, PDA Garut, PDA Kabupaten Bandung, PDA Sumedang, PDA Kota Cirebon.
Sementara itu, jurnalis lingkungan dari Greeners.co, Dini Jembar Wardani, memaparkan hasil liputannya di tiga masjid—Jogokariyan - Yogyakarta, Ahmad Dahlan - Malang, dan Al Muharom - Bantul, yang telah memasang panel surya dan merasakan manfaat ekonomi dan sosial secara langsung. “Energi bersih bukan sekadar solusi teknis, tapi bentuk amal jariyah yang nyata. Ini bisa dimulai dari masjid di tengah desa,” ujarnya.
“Banyak orang mengira transisi energi itu rumit dan mahal. Tapi di lapangan, kami melihat bahwa dengan gotong royong dan semangat sedekah energi, masjid bisa menjadi pionir. Bahkan tagihan listrik bisa ditekan hingga 60%, dan sisa anggaran dimanfaatkan untuk kegiatan sosial,” tambah Dini. Menurutnya, panel surya bisa dipasang di atap, tidak perlu lahan yang luas, sehingga tidak membuat konflik sosial.
Sementara itu, Parid Ridwanuddin dari GreenFaith Indonesia menegaskan pentingnya memiliki panduan moral dalam transisi energi. Bersama Mosaic dan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, mereka telah menyusun Fikih Transisi Energi Berkeadilan, sebuah buku panduan etis yang lahir dari proses diskusi panjang dan mendalam. Fikih yang dimaksud adalah fikih yang dinamis, dan dimaknai sebagai kata kerja. “Di sini hubungan alam dan manusia dipahami secara integral. Ada 3 prinsip utama, ibadah, istiklaf (sebagai khalifah), dan isti’mar (pemakmur bumi) artinya menjadikan bumi makmur dan berumur panjang, tidak hanya dinikmati generasi masa kini namun juga generasi masa mendatang,” ujar Parid.
Ia menyebutkan bahwa transisi energi adalah cara atau metode, tapi ada tujuan yang ingin dicapai, yaitu keadilan antar generasi. “Karena dengan transisi energi kita ingin mendorong keadilan iklim. Keadilan iklim atau keadilan antar generasi itu kita memastikan hak generasi yang akan datang tidak direnggut oleh pilihan pembangunan hari ini,” ungkapnya.
Buku Fikih Transisi Energi yang Berkeadilan, imbuh Parid, merekomendasikan agar energi dipahami sebagai hak, bukan komoditas, dan mendorong pemerintah untuk mengintegrasikan nilai-nilai tersebut ke dalam kurikulum pendidikan. “Aisyiyah sudah memulai langkah itu, dan kami mendorong agar pendanaan seperti zakat, infak, dan wakaf juga dapat menopang gerakan energi bersih dari masyarakat,” tutupnya.
Lebih lanjut, Hening Parlan, National Coordinator GreenFaith Indonesia, menyampaikan bahwa forum diskusi ini juga menjadi ajakan untuk menyelenggarakan Training of Trainer (TOT) Islamic Green School ‘Aisyiyah, yang kemudian dari TOT tersebut dibentuk tim kecil perancang model program energi bersih di sekolah ‘Aisyiyah.
“Yang namanya mengurus umat itu kita harus dalam satu ekosistem, tidak mungkin saya sendiri, Majelis PAUD Dasmen sendiri, LLHPB sendiri, jadi kita harus bangun ekosistem ini dengan membuka diri, membuka hati, bersikap positif, berkolaborasi. Karena sudah ada bukunya dan ini menjadi panduan kita,” ujar Hening, yang kini juga menjabat sebagai Wakil Ketua LLHPB PP ‘Aisyiyah.
Dalam penutup, Amalia Nur Milla, Ketua Divisi Lingkungan Hidup LLHPB PWA Jabar sekaligus moderator, menyampaikan rencana pelatihan untuk seluruh kepala sekolah amal usaha pendidikan ‘Aisyiyah se-Jawa Barat dalam waktu dekat. “Transisi energi ini bukan proyek elit atau pemerintah saja. Ini harus menjadi gerakan akar rumput yang digerakkan oleh sekolah, guru, orang tua, dan komunitas. TOT yang akan datang adalah langkah awal untuk memastikan seluruh PDA dan amal usaha ‘Aisyiyah siap menjadi bagian dari perubahan ini,” pungkas Amalia.