Al-Qur`an Bukanlah Kitab Kekerasan

Publish

15 May 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
160
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Al-Qur`an Bukanlah Kitab Kekerasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Al-Qur`an bukanlah kitab kekerasan, jadi kebutuhan untuk memahami penafsiran Al-Qur`an tentang ayat-ayat kekerasan menjadi keniscayaan. Dengan membaca tafsir-tafsir klasik, kita akan menemukan bahwa ayat-ayat tertentu dalam Al-Qur`an diidentifikasi sebagai ayat-ayat yang, menurut para penafsir, menunjukkan bahwa Muslim harus melakukan kekerasan terhadap non-Muslim.

Para mufasir ini memiliki niat baik dan memahami dunia dari sudut pandang mereka. Tetapi, kita perlu melangkah lebih maju dengan memahami dunia tempat kita tinggal, perubahan, dinamisme, dan cara umat Islam dan non-Muslim hidup bersama dalam damai dan harmoni. Kita masih menyaksikan ada kantong-kantong di dunia di mana kekerasan terus berlanjut, lalu ada yang bertanya, “Apa yang Allah katakan dalam Al-Qur`an? Apakah Allah memerintahkan kita untuk berbuat kekerasan terhadap orang lain, atau hidup dengan orang lain dalam damai dan harmoni?”

Nabi Muhammad SAW selama 13 tahun berdakwah di Mekah dan tidak mengangkat pedang melawan musuhnya. Beliau dan pengikutnya mengalami persekusi, tetapi beliau menghadapi penganiayaan itu dengan sabar, dan Allah memerintahkan beliau dan para pengikutnya untuk bersabar.

Kemudian Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, sekitar 400 kilometer ke utara, dan di sana beliau mendirikan sebuah negara. Selain menjadi Nabi Allah, beliau juga menjadi pemimpin politik. Beliau harus, seperti pemimpin politik lainnya, memiliki tanggung jawab untuk melindungi rakyatnya. Maka ketika kaum non-Muslim datang memerangi Nabi dan umatnya lewat pasukan demi pasukan, saat itulah Allah memberikan izin kepada kaum Muslim untuk mempertahankan diri.

Salah satu ayat Madaniyah, yakni surah Al-Hajj, ayat 39 dan 40, Allah memberikan izin kepada Muslim untuk melawan, “Orang-orang mukmin yang diperangi orang-orang musyrik telah diizinkan memerangi mereka, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya baik lisan maupun perbuatan oleh orang-orang kafir. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa untuk menolong mereka dengan menghilangkan siksaan orang kafir. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Mahakuat, Mahaperkasa.” (QS. 22: 39-40)

Jadi Anda lihat ada pembenaran untuk berperang di sini; untuk mempertahankan diri, untuk mempertahankan iman, untuk mempertahankan sinagog, gereja, masjid, dan biara, dan sebagainya sehingga nama Tuhan dapat terus dikenang di semua tempat ibadah ini. Kebebasan beragama di sini jelas dijamin, dan umat Islam diingatkan mereka harus melindungi komunitas agama mereka sendiri dan juga kelompok agama dari agama lain.

Bila tidak maka para penindas akan memiliki kebebasan untuk melakukan apapun yang mereka inginkan terhadap orang-orang beriman. Jadi, izin diberikan kepada umat Islam untuk mempertahankan diri, tetapi Al-Qur`an sangat jelas tentang ini, bahwa Muslim harus bersikap adil dalam pertempuran atau peperangan, dan mereka tidak boleh melampaui batas. Dalam surah Al-Baqarah ayat 190, Al-Quran mengatakan, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. 2: 190)

Kita perlu memahami Al-Qur`an secara menyeluruh. Al-Quran tidak dimaksudkan sebagai kitab kekerasan. Ia tidak boleh ditafsirkan sebagai kitab yang mengandung unsur kekerasan,  melainkan kita harus menafsirkan dan memahaminya secara adil dengan cara yang tidak mengandung kekerasan, karena begitu banyak ayat dalam Al-Quran yang memerintahkan kita untuk hidup damai dan harmonis dengan semua orang. Misalnya, dalam surah Al-Baqarah ayat 83, “…bertutur katalah yang baik kepada manusia..” (QS. 2: 83) Saat kita disuruh untuk berbicara dengan baik kepada orang lain, maka sebetulnya lebih dari itu, bahwa kita tidak boleh melakukan apapun yang akan merugikan orang lain.

Namun demikian karena keadaan yang ada di zaman klasik, umat Islam sampai pada beberapa penafsiran kekerasan terhadap ayat-ayat tertentu. Misalnya, surah At-Taubah ayat 5 mengatakan, “Apabila sudah lewat bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kamu jumpai mereka...” (QS. 9:5). Sementara pihak, hanya dengan mengambil frasa ini di luar konteks, akan berkata, “Wah ini ayat pedang, dan ini memerintahkan kaum Muslim untuk pergi berperang habis-habisan dan membunuh musuh.”

Yang terjadi sebetulnya mereka tidak menelaah ayat-ayat Al-Qur`an secara berurutan dalam bagian-bagian tempat ayat itu muncul, dan dalam konteks yang lebih luas dari keseluruhan narasi Al-Qur`an, dan tentu saja, dalam konteks sejarah. Lalu apa yang terjadi dengan surah At-Taubah ayat 5, yang oleh para ahli tafsir klasik disebut sebagai ayat pedang? Nah, kita lihat di awal surah ini bahwa Al-Qur`an berbicara kepada kantong-kantong perlawanan tersebut. Setelah Nabi Muhammad menaklukkan Mekah dan kembali mensucikan tempat ibadah untuk menyembah Allah yang Esa dan hakiki, seperti pada zaman Ibraham, ada sejumlah kelompok perlawanan yang mencoba menyergap kaum Muslim dan membunuh kaum Muslim di mana pun mereka menemukan kaum Muslim.

Oleh karena itu, sebagai tanggapan atas hal itu, Al-Quran mengatakan, “Lihatlah, jika Anda tidak menghentikan kejahatan Anda, maka waspadalah sekarang, karena Muslim akan mendapat izin dari Allah untuk melancarkan serangan.” Serangan menjadi dibenarkan karena agresi yang mereka lalkukan. Tetapi, jika mereka berhenti dari kezalimannya, Al-Qur`an sudah sangat jelas dalam surah Al-Baqarah, yang telah kita sebutkan sebelumnya di ayat 190, sekarang kita lanjut ke ayat 193, Allah berfirman, “Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.”

Bahkan dalam surah At-Taubah dijumpai—setelah ayat ke-5 ini yang oleh sebagian orang dianggap sebagai seruan habis-habisan bagi umat Islam untuk melakukan kekerasan terhadap non-Muslim—bagaimana kesalahpahaman mereka itu dikoreksi dalam ayat ke-6, jika orang mau memperhatikan, “Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. (Demikian) itu karena sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengetahui” (QS 9: 6).

Al-Qur`an di sini menunjukkan kaum musyrik yang berperang melawan kaum Muslim. Jika kebetulan salah satu dari mereka mencari perlindungan kepada kaum Muslimin, maka si musyrik tersebut harus diberikan perlindungan, agar orang tersebut bisa mendengar firman Allah. Jika pada akhirnya dia masih tidak mau menerima firman Allah dan tidak ingin menjadi bagian dari komunitas Muslim, maka dia bebas pergi. 

Bahkan tidak sekadar membebaskannya pergi, tetapi juga menjadi kewajiban umat Islam untuk mengantarkan orang tersebut ke tempat yang aman. Karena jika Anda membiarkannya pergi begitu saja, maka dia mungkin akan diperlakukan sebagai pengkhianat oleh kaumnya sendiri, dan mungkin mereka akan membunuhnya. Ini hal yang lazim di zaman itu, bahkan hingga Abad Pertengahan. Jadi, umat Islam diperintahkan untuk melindungi orang ini, meskipun dia tinggal di sekitar Muslim untuk sementara waktu dan dia tidak ingin menganut Islam. 

Singkat kata, Al-Qur`an bukanlah kitab kekerasan dan tidak boleh ditafsirkan dengan cara yang mengandung kekerasan. Tetapi ketika kita mengambil ayat-ayat Al-Qur`an secara keseluruhan, ketika kita melihat halaman di mana ayat tertentu ditulis dan membaca semua ayat yang muncul sebelum dan sesudahnya, ketika kita membaca Al-Qur`an dalam konteks situasi sejarahnya, maka kita akan memahami bahwa ini bukanlah kitab kekerasan, dan kita harus menghindari penafsiran bernada atau bermuatan kekerasan terhadap Al-Qur`an. Wa’llaahu a’lam.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Persatuan Bangsa Arab: Antropologis Kuat, Politis Rapuh  Oleh: Hajriyanto Y. Thohari  Ba....

Suara Muhammadiyah

22 July 2023

Wawasan

Melejitkan SMK Pusat Keunggulan Oleh: Rizki Putra Dewantoro, Alumni SMK Teknik Muhammadiyah Cianjur....

Suara Muhammadiyah

6 July 2024

Wawasan

Idul Fitri Tradisi Menyemai Nilai Autentik Oleh: Rumini Zulfikar (GusZul), Penasehat PRM Troketon ....

Suara Muhammadiyah

15 April 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Islam menjadikan kesenangan dan kenikmatan sebagai bagian dari agama. Apa artin....

Suara Muhammadiyah

1 November 2023

Wawasan

Sabar Melaksanakan Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala  Oleh: Mohammad Fakhrudin Banyak ....

Suara Muhammadiyah

21 June 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah