Anak Saleh (30)

Publish

13 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
277
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Anak Saleh (30)
Oleh: Mohammad Fakhrudin/Warga Muhammadiyah Magelang

"Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui proses yang panjang dan penuh tantangan."

Sebagaimana telah diuraikan di dalam Anak Saleh (AS) 29, keteladanan orang tua di rumah sangat besar pengaruhnya terhadap ikhtiar memperoleh anugerah anak saleh. Orang tualah (selanjutnya disebut ayah ibu) yang semestinya menjadi sosok teladan utama bagi anak di dalam berbagai aspek kehidupan, bukan orang lain. Tentu kita sadari bahwa ayah ibu mempunyai kekurangan atau keterbatasan dalam hal tertentu. Ada ayah ibu yang mempunyai keterbatasan dalam hal menghafal Al-Qur’an, tetapi mempunyai kelebihan dalam hal lain. 

Banyak keteladanan ayah ibu, baik melalui ucapan maupun perilaku terpuji yang semestinya ditularkan kepada anak. Di dalam AS (30) ini dikemukakan beberapa contoh praktik-baik.

Teladan Murah Senyum

Murah senyum merupakan bagian penting dari akhlak mulia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang ramah kepada siapa pun. Keramahannya ditandai, antara lain, dengan murah senyum. Berkenaan dengan itu, beliau memotivasi muslim mukmin agar murah senyum. Beliau bersabda,

تَبَسُّمُكَ في وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

"Senyum manismu di hadapan saudaramu adalah sedekah." (HR Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Baihaqi)

Masyaallah! Betapa mulianya muslim mukmin yang mengikuti akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena bernilai sedekah, tentu bagi muslim mukmin yang mengamalkannya disediakan pahala besar. 

Murah Senyum Menyambut Kakek
dan Nenek

Murah senyum itu tentu terutama dilakukan ketika bertemu dengan atau menerima kunjungan, baik mertua maupun orang tua kandung, yakni kakek nenek anak kita. Begitulah perintah Allah Subhanahu wa Taa’ala dan Rasul-Nya. Berdasarkan hal itu, perlu makin kita sadari bahwa senyum manis merupakan ibadah.

Jika sambutan terhadap kakek nenek dengan senyum manis disaksikan oleh anak, dapat diharapkan anak murah senyum juga kepada orang tuanya. Jika orang tua itu adalah kita, berarti anak kita tentu mau senyum manis kepada kita. Senyum manis lazimnya diiringi dengan tutur kata yang santun, kata-kata yang memuliakan. Rasanya tidak mungkin kata kasar dan tuturan ketus mengiringi senyum manis. 

Praktik baik menyambut kakek nenek tersebut dapat menjadi teladan bagi anak kita. Anak menyaksikan ayah ibunya menyambut kakek nenek dengan sangat hangat dan ramah sejak mereka belum masuk rumah. Tidak terlewatkan pula: anak disuruh bersalaman dan dibiarkan dipeluk-peluk oleh kakek nenek. 

Sementara itu, kakek nenek dengan penuh kasih sayang dan penuh sanjungan mengajak cucunya berbicara. Mereka tertawa lepas ketika cucunya menjawab setiap pertanyaannya dengan cara yang menggemaskan. 

Sungguh sangat bagus anak melihat langsung ayah ibunya memuliakan kakek nenek, mengajaknya masuk ke ruang keluarga dan mempersilakan duduk. Dia pun menyaksikan ayah ibunya menawari kakek nenek kalau-kalau akan ke kamar mandi lebih dahulu karena mereka datang dari jauh. Masih ada lagi, anak menyaksikan juga ayah ibunya telah menyiapkan dua handuk bersih dan kering.

Setelah kakek nenek tampak segar, barulah mereka diajak bincang-bincang. Anak pun dapat mendengar pembicaraan mereka. Dia memperoleh kesan yang sangat mendalam akan kehangatan hubungan ayah ibunya dengan kakek neneknya.  

Anak menyaksikan secara langsung ayah ibunya memperlakukan kakek nenek dengan cara yang sangat memuliakan, bahkan ketika kakek neneknya menginap sampai ketika mereka akan pulang.

Pada era yang makin canggih ini, percakapan antara ayah ibu dengan kakek nenek dapat berlangsung juga melalui telepon atau video call. Untuk percakapan yang berisi masalah sehari-hari seperti saling berkabar tentang kesehatan, kegiatan rutin dan saling mendoakan kiranya cucu perlu dikondisikan agar dapat berpartisipasi atau setidak-tidaknya menjawab salam.  

Dalam hubungannya dengan menjawab salam, cucu perlu mendengar contoh yang benar dari ayah ibu. Jika cucu menjawab tetapi tidak sempurna, ayah ibu wajib memperbaikinya. Namun, hal itu disampaikan dengan cara yang baik, tanpa marah. Sering cucu lebih asyik menonton televisi atau gawai. Jika hal ini tejadi, tentu ayah ibu dan kakek nenek menyikapinya dengan penuh kearifan. 

Pengamalan murah senyum dapat dilakukan juga ketika menerima tamu, kedatangan penjual/pedagang keliling, menerima tetangga, bahkan ketika kedatangan pengemis atau pengamen sekalipun. Hal ini perlu kita pahami baik-baik. Mengapa? Mereka datang ke rumah karena ada yang menggerakkan dan penggeraknya adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mungkin pandangan ini kontroversial. Namun, jika kita berpikir dari segi hikmah atau pelajaran yang terkandung di dalamnya, kita akhirnya mengetahui bahwa Allahu Subhanahu Wa Ta’ala telah mengatur rezeki bagi hamba-Nya sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat al-Ankabut (29): 62

ٱللَّهُ يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ وَيَقْدِرُ لَهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Ada lagi pelajaran lain yang perlu kita pahami juga. Bagi muslim mukmin, kehadiran pengamen/pengemis atau orang lain untuk minta bagian rezeki kita merupakan ujian, mau atau tidak berbagi rezeki yang kita cintai.

Teladan Murah Hati

Ketika kakek nenek berpamitan, anak memperoleh hadiah uang. Jika belum mengucapkan terima kasih, cucu diajari oleh ayah ibunya. Pada saat yang hampir bersamaan, cucu menyaksikan mereka diberi oleh-oleh dan uang oleh ayah ibunya. Itulah teladan murah hati di rumah yang tidak mungkin diperoleh di tempat lain. 

Dalam kehidupan nyata ada orang yang diberi rezeki berupa harta melimpah. Namun, ada pula yang sebaliknya. Kenyataan juga bahwa ada orang yang berharta melimpah dan berhati lapang. Namun, ada pula orang yang berharta melimpah, tetapi berhati sempit. 

Muslim mukmin yang berakidah tegak lurus yang berharta melimpah, mereka berhati lapang. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa rezeki yang dimilikinya adalah titipan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Oleh karena itu, mereka menyadari juga bahwa harta itu wajib digunakan sesuai dengan perintah-Nya.

Muslim mukmin yang berakidah tegak lurus selalu husnuzan. Ketika kedatangan pengamen/pengemis dan/atau penggalang dana untuk kepentingan sosial kemasyarakatan, mereka berpikir dan bersikap baik yang ditandai, antara lain, dengan murah senyum dan diikuti murah hati. Mereka memberinya dengan senyum. Mereka tidak pernah mencela pengemis dengan mengatakan, “masih muda, sehat lagi, kok ngemis.” Mereka tidak pernah mengatakan, “suaranya jelek kok ngamen. Ngamen kan jual suara!” Tidak pernah juga mereka menghardik.

Sangat bagus jika sambil menggendong anaknya yang masih kecil, ayah ibu menemui pengemis/pengamen dan memberikan uang atau yang lain. Dengan cara demikian, anak dapat belajar langsung. Pada tahapan berikutnya, dengan didampingi ayah atau ibu, anaknya dilatih menemui mereka dan memberikan uang atau yang lain. Ayah ibu mengajarinya bagaimana berbicara dengan santun dan memberikan uang atau yang lain dengan santun juga.

Muslim mukmin murah senyum dan murah hati tidak berarti suka terhadap kemiskinan. Mereka suka kepada orang yang mau bekerja keras dan benci kepada orang malas. Oleh karena itu, mereka mau menasihati dengan kata-kata yang memotivasi, bukan dengan kata-kata yang bernada membenci. Bahkan boleh jadi mereka menawarkan pekerjaan karena mereka mempunyai usaha rumah tangga. 

Tentu usahanya itu tidak selalu berhasil. Ada orang yang sudah dinasihati agar bekerja, tetapi tetap memilih mengemis/mengamen. Meskipun demikian, hal itu tidak menyebabkannya frustrasi dan tidak pula mengubah ucapan dan perilakunya. Mereka tetap murah senyum dan murah hati.

Praktik-baik yang perlu dilakukan juga oleh ayah ibu sebagai teladan anaknya adalah berbagi. Ketika anak memegang kue atau makanan lain, dia dilatih berbagi dengan temannya. Jika perlu, kue yang dipegangnya dibagi kepada temannya. Mungkin akibat itu anak menangis. Namun, tidak apa-apa. Seiring dengan perjalanan waktu dan bertambahnya usia, dia bisa berubah justru bangga dengan berbagi.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Imam Masjid Muhammadiyah Seharusnya: Belajar dari Turki Oleh: Dr. Husamah, S.Pd, M.Pd, Dosen Pendi....

Suara Muhammadiyah

16 December 2024

Wawasan

Oleh: Ns. Andri Praja Satria, M.Sc, M.Biomed (Dosen di Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Muhamm....

Suara Muhammadiyah

30 January 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Saat ini kita menyaksikan berkurangnya kesopanan, meningkatnya sikap diskrimina....

Suara Muhammadiyah

4 October 2023

Wawasan

Shalat dan Berkurban sebagai Wujud Syukur Oleh: Mohammad Fakhrudin Sebagai muslim mukmin menyadari....

Suara Muhammadiyah

25 May 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Peristiwa Isra` dan Mi'raj meru....

Suara Muhammadiyah

7 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah