Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi Ajak Masyarakat Waspadai Hoax Seputar Keuangan Haji
MAKASSAR, Suara Muhammadiyah - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan Komisi VIIII DPR RI memperlihatkan komitmennya dalam meningkatkan pelayanan dan transparansi pengelolaan keuangan haji melalui acara Diseminasi Pengelolaan Keuangan Haji dengan Stakeholder Perhajian.
Acara tersebut berlangsung pada Sabtu, 23 September 2023 di Hotel Rinra Makassar. Diseminasi itu diikuti ratusan peserta, dari kalangan dosen, guru, mubalig, pekerja sosial hingga mahasiswa.
Tampil sebagai Narasumber Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi, Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah, Kabag Tata Usaha Kanwil Kemenag Sulsel Ali Yafid, dan Dosen Unismuh Makassar Hadisaputra.
Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi dalam pemaparannya mengajak para tokoh masyarakat yang hadir untuk membantu BPKH dalam menyosialisasikan tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih).
Menurut Kahfi, ada sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa biaya perjalanan ibadah haji dinaikkan setiap tahun. Padahal, sebenarnya selama ini Bipih yang ditanggung jamaah hanya sebagian kecil dari biaya total biaya perjalanan.
"Untuk tahun 2023, harusnya setiap jamaah menanggung biaya 90,05 juta, namun yang ditanggung jamaah hanya sekitar 49,8 juta, selebihnya ditutupi dari biaya manfaat investasi BPKH.
Kahfi juga mengajak masyarakat tidak mudah percaya dengan informasi hoax seputar pengelolaan keuangan haji. "Misalnya, ada yang bilang dana haji dipakai untuk infrastruktur. Semua itu tidak benar. Bisa cek langsung ke website atau medsos BPKH, atau tanyakan langsung ke kami Komisi VIII atau Kememterian Agama," ungkapnya.
Sementara itu Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah menyebut, hingga Juni 2023, posisi dana yang dikelola BPKH telah mencapai Rp156,59 triliun. "Alhamdulillah nilai manfaat hingga Juli 2023 adalah Rp6,4T. Nilai manfaat ini tentu akan kembali kepada jamaah," ujarnya.
Fadlul juga mengungkapkan bahwa pihaknya berencana untuk mengembangkan investasi ke bisnis yang terkait ekosistem perhajian. "Misalnya pada sektor konsumsi dan transportasi. Kami saat ini sudah punya kantor di Jeddah untuk mengembangkan bisnis tersebut," tambahnya.
Solusi Antrian Haji
Kabag TU Kemenag Sulsel Ali Yafid menyinggung tingginya antusiasme masyarakat di Sulsel untuk menunaikan ibadah haji. Di Sulsel, katanya, daftar antrian jamaah haji mencapai 240 ribu orang, dengan masa tunggu 34 tahun.
“Kuota kita hanya sekitar 7200 per tahun, jadi jika mendaftar sekarang butuh 34 tahun baru bisa berangkat,” ungkapnya.
Namun, lanjutnya, data itu, masih rata-rata tingkat provinsi. Jika dilihat pada tingkat kabupaten, masa tunggunya bervariasi.
“Masa tunggu terlama, di Kabupaten Bantaeng, mencapai 47 tahun. Sementara untuk daftar tunggu paling singkat, yakni Kabupaten Luwu hanya 22 tahun,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan Ali Yafid, dosen Unismuh Makassar Hadisaputra menyampaikan beberapa tawaran solusi untuk memperpendek waktu antrian.
Ia meminta agar Pemerintah Indonesia mendorong Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menggelar Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi (KTT) untuk merevisi penetapan kuota haji.
“Selama ini, payung hukum penentuan kuota jamaah haji tiap negara adalah KTT OKI tahun 1987 yakni menggunakan rasio 1:1000. Mungkin perlu direvisi dengan memperhatikan daftar pendaftar haji di masing-masing negara,” ungkap Dosen Pendidikan Sosiologi Unismuh Makassar itu.
Hadi juga meminta pemerintah memperketat regulasi bagi jamaah yang telah pernah menunaikan ibadah haji. “Jika pada masa Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dibatasi ada waktu jeda hingga 10 tahun, mungkin sekarang perlu dikeluarkan aturan yang tidak membolehkan sama sekali. Kecuali, kalau mau lewat jalur haji khusus, silakan saja,” tambahnya.
Ia juga mendorong agar pemerintah membuat regulasi, bagi masyarakat yang memiliki pendapatan besar, didorong melalui jalur haji khusus, tidak melalui haji reguler.
Terakhir, Hadi juga menyebut, haji bukan sekadar ritual ibadah, namun ada juga dimensi sosial.
“Di Sulsel, status haji akan menaikkan strata sosial seseorang. Jadi ada juga motivasi ekstrinsik yang mendorong orang berbondong-bondong mendaftar haji. Kemenag perlu melibatkan budayawan, untuk memikirkan strategi kebudayaan untuk meluruskan niat haji, setidaknya bisa meluruskan niat berhaji,” tutup Hadi, sembari tersenyum. (Hadi/Riz)