AUM DAN DAKWAH MUHAMMADIYAH
Mana yang mestinya lebih dulu lahir antara Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan Ranting Muhammadiyah? Dokumen resmi Muhammadiyah tidak menyebutkan pasti runtutan mana yang mestinya lebih dulu didirikan. Di suatu tempat, ada Ranting atau Cabang yang merintis Amal Usaha. Di tempat lain tidak sedikit juga Ranting baru yang muncul belakangan setelah adanya amal usaha.
Dr Ahmad Norma Permata (Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting PP Muhammadiyah tahun 2010-2020) juga pernah menyatakan fenomena bolak-balik seperti ini sebagai bukti keluwesan gerak Muhammadiyah. Pada masa awal perintisan, kebanyakan AUM dirintis dengan berdarah-darah. Para Pimpinan Muhammadiyah harus terus berpikir untuk membesarkan AUM yang dijadikan sarana dakwah itu.
Para Pimpinan Muhammadiyah yang merintis AUM itu harus memikirkan anggaran untuk membebaskan lahan, anggaran pembangunan, gaji guru, uang untuk beli kapur, gaji dokter, iuran listrik, dan aneka biaya rutin yang lain. Setelah AUM itu bisa berjalan sendiri, para Pimpinan Muhammadiyah kemudian mencari masalah baru dengan merintis amal usaha yang baru lagi. Demikian seterusnya. Beberapa Ranting baru Muhammadiyah ada yang terlahir dari proses seperti ini.
Hasil pengamatan Antropolog Kangwoon National University, Korea Selatan, Kim Hyun Jun yang dipaparkan di Pengajian Ramadhan beberapa tahun yang lalu juga mengkonfirmasi hal ini. Hanya saja, dalam Rakernas LPCR PM tahun 2016, Ahmad Norma Permata mengingatkan peran AUM yang sudah bisa berjalan mandiri ini untuk kemajuan gerak dakwah Muhammadiyah. AUM jangan membesar sendiri. Bagi Ahmad Norma Permata, AUM saat ini sudah harus difungsikan sebagai pusat perkaderan Muhammadiyah.
Selengkapnya dapat berlangganan Majalah Suara Muhammadiyah
Klik di sini https://suaramuhammadiyah.or.id/ebook/paket
Atau, download di Playstore