SLEMAN, Suara Muhammadiyah - IPM DIY telah melakasanakan Baitul Arqam bersama MPKSDI PWM DIY yang dengan Master Of Training Johan Nasruddin Firdaus, S.I.Kom. Bertempat di Wisma Puas Kaliurang, kegiatan diikuti sebanyak 42 peserta yang terdiri dari pimpinan wilayah dan daerah IPM DIY. Adapun tema yang diusung “Merajut Sinergi dalam Bangunan Kesadaran Multikultural melalui Budaya Inklusi”.
Hari Sabtu (28/9/24) kegiatan dibuka oleh Dr. Iwan Setiawan, MSi, Wakil ketua PWM DIY yang sekaligus membawakan materi IPM sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amanah. Baitul Arqam kali ini juga menghadirkan delapan pemateri lain. Yaitu Arif Jamali Muiz, S.Pd., M.Pd., Asep Shalahudin, S.Ag., M.Pd.I., Eka Anisa Sari, M.I.Kom., Niki Alma, S.Th.I, Andy Putra Wijaya, M.S.I., Ridwan Furqoni, S.Pd.I., M.Pd.I., dan Harpan Nursitadhi, M.Pd., M.Eng.
Penekanan terhadap Risalah Islam Berkemajuan dibawakan oleh pemateri ke dua yaitu Arif Jamali Muiz. Dengan Harapan Islam Berkemajuan benar benar menjadi nafas perjuangan kader-kader ortom termasuk IPM. Hasil rapat putusan muktamar Muhammadiyah tersebut dirasa harus dimasukkan dalam berbagai perkaderan di Muhammadiyah terutama Baitul Arqam yang menjadi inkubasi selama ini.
Komunikasi interpersonal yang dibawakan oleh Eka Anisa juga menjadi materi yang tidak kalah menarik. Menjalankan roda organisasi tentunya menemukan masalah berupa kecemasan komunikasi interpersonal. Kecemasan tersebut bersasal dari ketakutan mendapatkan respon. Padahal komunikasi interpersonal dapat menjadi cerminan atau simbol dari organisasi. Dari komunikasilah upaya menghadirkan kesadaran multikultural melalui budaya inklusi dimulai.
Selain materi Risalah Islam Berkemajuan, Komunikasi Interpersonal, dan materi-materi berdasarkan Sistem Perkaderan Muhammadiyah. Materi dakwah inklusif “kalangan marginal dan pelajar” dibawakan oleh Ridwan Furqoni, S.Pd.I., M.Pd.I.
Peserta diberikan pemahaman bahwa inklusi adalah sebuah pendekatan untuk membangun lingkungan yang terbuka untuk siapa saja dengan latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda, meliputi: karakteristik, kondisi fisik, kepribadian, status, suku, budaya dan lain sebagainya.
Inklusifitas pada konteks perbedaan abilitas juga perlu dipahami terlebih dahulu. Selanjutnya peserta diajak mengenal tujuh cluster pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial. Dilanjut dengan tantangan dakwah inklusi yang ada sebelum pada akhirnya kader-kader IPM harus mengambil langkah-langkah dalam berdakwah. Harapannya materi ini dapat menggeser paradikma dakwah inklusif yang masih salah dipahami selama ini, terutama dikalangan pelajar. (Luluk)