BANYUWANGI, Suara Muhammadiyah – Mendapati foto lama hitam putih saat membersihkan almari, tampak dalam foto berjajar laki-laki dan perempuan memakai seragam bertuliskan KOKAM dan didepan mereka ada papan bertuliskan tahun 1966, berarti itu adalah satu tahun berselang setelah berdirinya KOKAM 01 Oktober 1965.
Sembilan orang ini adalah mereka yang saat kursus kader atau disebut TAKARI dibuka tanggal 30 September 1965 ini, diikuti oleh 250 orang dan merupakan utusan Cabang Muhammadiyah Jakarta. Dimana kegiatan itu sendiri digelar di Aula Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jl. Limau.
Dalam foto mereka tampak sudah memakai seragam, namun sejatinya pada saat ikut kursus pengkaderan dan pendidikan pelatihan TAKARI yang kemudian bernama KOKAM, mereka belum memakai atribut yang sama.
Tidak disangka ternyata mereka itu adalah bersaudara (kakak, adik dan sepupu), yang merupakan generasi pertama yang juga ikut masa kursus pengkaderan TAKARI (KOKAM). Setahun berikutnya saat upacara kemerdekaan RI tahun 1966 mereka berfoto bersama dengan memakai seragam KOKAM.
Berselang setelah 58 tahun, saya mendapati foto ini tatkala sedang membereskan almari, dan ternyata oleh ibu dibenarkan bahwa salah satu diantaranya adalah bapak saya. Dalam foto itu (alm) Djumhana - (foto: pertama dari kanan yang memakai baret) adalah bapak saya yang waktu itu berusia 20 tahun atau setelah menamatkan sekolah di sebuah STM didaerah Halim Perdana Kusumah.
Subhanallah, ibu banyak bercerita saat itu bagaimana peran ayah menjelang ikut masa kursus pengkaderan TAKARI. Karena keluarga ayah, pada tahun 1965 kakek adalah salah seorang anggota TNI AU yang saat itu bertempat tinggal di sekitar Halim Perdana Kusumah.
"Benar Le, itu adalah foto bapak pakai baju KOKAM yang saat itu baru lulus dari STM di Halim Perdana Kusumah dan ikut mbah di Kompleks AU. Dan bapakmu waktu itu oleh kakek diminta ikut pelatihan TAKARI (KOKAM) saat Jakarta rame-ramenya G30S/PKI," tutur ibu mengulang cerita ayah.
Kembali ibu melanjutkan cerita, saat itu kompleks TNI AU disekitar Halim Perdana Kusumah yang berdekatan dengan daerah Lubang Buaya yang sebagaimana diketahui dipakai sebagai tempat untuk beraktifitas gerombolan PKI.
Sambil mengingat apa yang pernah diceritakan bapak, “Nah makanya Mbah waktu itu tidak ingin anak-anaknya kena pengaruh itu, maka mbah yang waktu di Purwokerto dulu aktif di Muhammadiyah begitu tahu ada informasi tentang kursus pengkaderan dan pelatihan Angkatan Muda Muhammadiyah langsung meminta anak-anaknya untuk ikut semua,”.
Mengingat tempat kelahiran bapakmu (Purbalingga) juga sama dengan tempat kelahirannya Panglima Besar Jendral Sudirman dan besar bersama Muhammadiyah. "Makanya le, tidak heran jika sikap tentara dari mbahmu dan jiwa KOKAM terbentuk dalam sikap bapakmu juga," tutup cerita Ibu sembari melipat sajadah sholatnya.
Melanjutkan dan menata kembali almari, kesan terdalam yang dapat diambil dari bapak adalah sikap tegas, disiplin dan bertanggung jawab yang tidak lain adalah cerminan jiwa KOKAM. Satu lagi cerminannya yakni tetap berpegang pada Tauhid dan selalu mencari Ilmu, sesuai benar menjadi senjata KOKAM, Selamat Milad KOKAM. (Rizkie Andri)