Banjir, Ular dan Opank
Khafid Sirotudin
Dua pekan terakhir Januari 2025 banyak daerah di Jawa Tengah yang terkena bencana alam berupa banjir dan tanah longsor. Tidak terkecuali beberapa desa dan kecamatan di kabupaten Kendal terdampak banjir. Desa Kebonharjo dan Lanji kecamatan Patebon adalah dua desa yang paling parah. Faktor penyebabnya yaitu ambrolnya tanggul sungai Bodri sisi timur yang masuk wilayah Kebonharjo.
Ratusan rumah penduduk di kampung dan Perumahan Patebon Indah, Puskesmas Patebon II, Pasar Tradisional, SMPN 2 Patebon kemasukan lumpur dan air hingga setinggi 1-1,5 meter. Listrik dipadamkan oleh PLN sejak banjir hingga masa tanggap darurat yang dinilai aman. Masyarakat bisa memahami jika sengatan arus listrik 220-VA yang dihantarkan air dapat menambah korban baru hingga meninggal dunia. Ibarat pepatah “sudah jatuh tertimpa tangga”.
Berbagai jenis sampah akibat banjir di Patebon kali ini sebanyak 1.000 ton (1.000.000 kg). Data ini saya kutip dari beberapa media yang mengabarkan dari Kepala Instansi yang menangani. Berbagai relawan bencana –termasuk MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center) Kendal– bekerjasama dengan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), Ormas, Komunitas Relawan lain bahu membahu membantu para korban terdampak banjir.
Karakter, side effect dan penanganan setiap bencana membutuhkan penanganan yang berbeda. Tergantung jenis bencana alam : banjir, kebakaran, gempa tektonik, gempa vulkanik (gunung berpai meletus), pandemi penyakit, dan lainnya. Juga membutuhkan sinergitas dan kolaborasi penanganan antara komunitas relawan dengan Pemerintah Daerah/Provinsi/Pusat dan masyarakat setempat.
Setidaknya terdapat 4 tahapan yang musti dilakukan. Pertama, tahapan tanggap darurat. Pada fase ini yang penting dikerjakan adalah menyelamatkan nyawa para korban terdampak. Tahap Kedua, pemenuhan kebutuhan pokok/dasar para korban. Berupa makanan, minuman, obat dan pakaian (termasuk pembalut untuk wanita dan anak-anak balita).
Tahap Ketiga, fase rekonstruksi dan rehabilitasi. Untuk kasus jebolnya tanggul sungai Bodri, maka perlu segera dibuatkan minimal tanggul bronjong kawat dan batu. Apalagi di sebelah utara tanggul yang jebol, terdapat dua titik tanggul yang telah tergerus air dan menyisakan lebar hanya 1 meter. Jika curah hujan daerah Hulu sungai Bodri di Temanggung sangat tinggi seperti kejadian dua pekan lalu, maka saya meyakini akan ada tambahan tanggul sungai yang jebol. Rehabilitasi psikologis, terutama trauma pada anak-anak, perlu dilakukan terapi kejiwaan oleh para psikolog.
Tahap Keempat, fase recovery atau pemulihan ekonomi dan sosial. Bagaimana proses belajar mengajar di sekolah bisa segera diadakan, pasar tradisional bisa kembali melakukan aktivitas ekonomi, Puskesmas dapat melayani lagi masyarakat, dan sebagainya. Semua tahapan itu musti berjalan beriringan, kolaboratif, cepat dan tepat guna serta dilaksanakan berdasar hasil Jitupasna (Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana). Sebuah kegiatan yang bertujuan untuk menilai dan menghitung dampak, kebutuhan dan merekomendasikan strategi pemulihan.
Serpentes
Selain ikan dan kelabang (Scolopendra sp.), biasanya banyak ular (Serpentes) ikut terseret arus air banjir ke perkampungan dan perumahan. Tidak semua orang memiliki keterampilan dan nyali untuk menangkap ular. Paling banter yang dilakukan kebanyakan orang yaitu membunuh ular yang ditemukan di dalam rumah. Entah menggebukinya dengan sebatang bambu, sabit, parang atau tongkat.
Keberadaan ular di sungai dan pematang sawah dibutuhkan sebagai predator alami beberapa jenis hewan yang menjadi hama pertanian, misalnya tikus. Ular merupakan salah satu hewan yang dibutuhkan dalam ekosistem lingkungan pertanian. Membunuh semua ular berarti merusak ekosistem pertanian yang ada. Menangkap dan mengembalikan ular ke habitat sungai adalah sebuah langkah bijak.
Saya mengenal dan bersahabat dekat salah satu Relawan MDMC Kabupaten Tegal. Nama panggilannya Opank, nama aslinya Nofianto Setya Lencana. Ia salah satu relawan dan aktivis KOKAM yang memiliki “sertifikasi khusus” sebagai pawang ular. Ada juga Yopi, teman saya dari Weleri yang sering dimintai tolong untuk membersihkan ular dari pabrik atau bangunan lama yang penuh ilalang. Opank sering menemani kami saat ada kegiatan di Tegal selama puluhan tahun.
Kehadiran Opank dibutuhkan pada saat penanganan bencana banjir tahap ketiga. Dikala air banjir sudah surut dan masyarakat terdampak mulai kembali ke rumah. Bukan hanya lantai dan halaman rumah yang harus dibersihkan dari sampah dan lumpur. Tapi juga perabotan, peralatan dan instalasi listrik/air (mesin pompa air, stecker listrik, dll). Saya masih ingat ketika masih usia SD rumah orang tua di Kedonsari Weleri kebanjiran atau kos-kosan terkena banjir bandang dari luapan sungai Banjir Kanal Barat Semarang, 26 Januari 1990.
Waktu itu, kami membersihkan almari buku. Pada salah satu “slorokan” (laci) almari itu ternyata terdapat ular Sawa Macan. Kaget juga saya waktu itu. Dengan sebilah bambu panjang, akhirnya saya pindahkan ke saluran air depan kos-kosan. Tadinya mau saya eksekusi mati, tetapi teringat pesan suwargi mbah Jamhari pemilik kos : “Ulo kuwi makhluke Gusti Allah, ojo dipateni. Deweke manggon sementara nang kene mergo banjir (Ular itu makhluknya Allah, jangan dibunuh. Ia bertempat tinggal sementara di sini karena banjir)”.
Anda takut dengan ular berbisa? Tentu banyak orang takut dengan ular berbisa seperti saya. Namun jangan sampai ketakutan menjadikan kita berbuat kezaliman bagi sesama makhluk Tuhan. Jika rumah atau sekitar tempat tinggal banyak ular dan kita tidak menginginkan ular masuk ke rumah, caranya gampang. Siapkan “uyah krosok” (garam kerosok, bukan garam beryodium buat memasak) dan taburkan di teras serta halaman rumah kita secukupnya. Uyah krosok juga perlu disiapkan jika kita mau camping atau tidur di dalam tenda beralaskan rumput.
Salah satu ilmu pemberian suwargi Damanhuri Syiroj, bapak kami yang juga dipesankan oleh Opank.