Tanggalnya Jilbab dan Tumbangnya Pohon Beringin

Publish

15 August 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
381
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Tanggalnya Jilbab dan Tumbangnya Pohon Beringin

Oleh: Immawan Wahyudi, Dosen Fakultas Hukum UAD, mantan aktivis partai politik

TULISAN ini mencoba mengungkapkan hal-hal yang aktual sekaligus menjadi kegelisahan publik saat ini. Sebetulnya tidak ada relevansi antara topik satu dan topik kedua. Tapi dalam dunia berfikir tidak ada hal yang dapat dibatasi secara zakelijk. Alam berfikir itu sangat dipengaruhi oleh alam realitas yang sedang laku dan menjadi sorotan atau perhatian publik. Thomas Kuhn pakar filsafat ilmu pun berkesimpulan bahwa teori keilmuan sangat ditentukan keberlakuannya oleh dukungan popularitas dan situasi sosial yang sedang dianggap sebagai kebenaran akademis. Realitas sosial yang sedang ramai saat ini adalah lepasnya jilbab kader bangsa yang terpilih sebagai pengibar bendera yang keren dan popular (terutama di bulan Agustus) dengan sebutan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). 

Sementara itu gegap gempita politik kepartaian yang akan berimbas kepada dunia politik pemerintahan adalah munculnya pernyataan mundur dari Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto (AH). Di samping itu, mengapa penulis mengangkat kedua topik itu berbarengan karena penulis menengarai akhir-akhir ini politik nasional kita dipenuhi dengan segala macam skenario aneh-aneh. Lebih parahnya lagi skenario ane-aneh itu adalah bagian dari skenario induk untuk menuju target politik tertentu yang amat sangat aneh. Jadi, bukan tidak mungkin lepasnya jilbab dengan runtuhnya beringin sengaja diluncurkan  sebagai bagian dari skenario besar tertentu.  

Mimpi Masa Lalu

Pada Selasa (13/8/2024), Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah melantik 76 putra-putri terbaik Indonesia dari 38 provinsi sebagai Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 yang akan bertugas pada HUT ke-79 RI di Istana Negara IKN, Kalimantan Timur (Kaltim). Upacara pelantikan tersebut berlangsung di Istana Garuda IKN. Namun, momen tersebut harus tercoreng lantaran adanya kabar 18 perwakilan Paskibraka perempuan harus melepas jilbab karena adanya ketentuan. Foto-foto yang beredar menunjukkan bahwa 18 anggota Paskibraka perempuan tersebut biasanya mengenakan jilbab sehari-hari. https://www.beritasatu.com/nusantara/2835506/ 

 Seorang Ustadz dalam suatu WA Group menulis begini; “Kita punya orang di lingkaran (pemerintahan, penulis) tapi tidak kuasa berbuat apa-2. ”Atas “curhatan” politik ala-ala Orde Lama dan Orde Baru dari ustadz ini penulis merespon; “Ustadz “JJ” secara faktual  benar. Tapi secara dialektik sudah tidak tepat lagi. Dulu ketika politik kekuasaan masih normal umumnya kita berharap kepada saudara2 kita membawa aspirasi umat. Lho sekarang ini etika sudah tidak normal. Lebih tepatnya sudah rusak parah. Saudara2 kita tidak lagi membawa aspirasi umat tapi sebaliknya membawa aspirasi penguasa untuk ditularkan kepada kita. Apa akan sukses? Kayaknya akan sukses. Mohon maaf teman-teman kita yang sudah begitu gandrung (bukan lagi tidak kritis) untuk mengikuti jalan penguasa sejengkal demi sejengkal. Tidak ada lagi rasa prihatin. Malah yg ada rasa gembira. Malah mungkin saja rasa bangga. Ngapunten nggih saya ungkapkan hal seperti ini sekadar mengajak untuk kita tetap ingat bahwa akhirnya kita hanya menunggu hari kiamat.” Kemudian penulis unggah lagu Hari Kiamatnya Black Brothers. 

 Tidak mengherankan jika sahabat penulis Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) al-mukarrom Buya Anwar Abbas mengecam keras adanya larangan bagi anggota Paskibraka 2024 yang wanita mengenakan hijab dalam peringatan Hari Kemerdekaan ke-79 RI di IKN. Menurut Buya Anwar Abbas, tindakan tersebut merupakan bentuk kekerasan terhadap rakyat Indonesia sendiri. Buya Anwar Abbas menegaskan, larangan ini sangat disesalkan karena dinilai tidak hanya melanggar hak asasi manusia (HAM) tetapi juga meremehkan konstitusi negara. Dengan tegas Buya Anwar Abbas menyatakan; "Pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945 dengan jelas menyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjamin kemerdekaan setiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing." Pernyataan ini penulis kutip dari Beritasatu.com, yang diunggah Rabu (14/8/2024).

 Catatan penting dari segala macam bentuk aturan perundang-undangan dewasa ini sudah masuk kategori ugal-ugalan. Dapat kita lihat bagaimana Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) merancang aturan ini dan bagaimana respon masyarakat terhadap cara berfikir dan bertindak BPIP. Sebab itu BPIP justru dituding tidak Pancasilais dan melanggar peraturan resmi BPIP sendiri. KH Cholil Nafis tokoh utama MUI yang selama ini terkenal tegas mengatakan “BPIP telah melanggar aturan BPIP sendiri yaitu Peraturan BPIP RI nomor 3 tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden nomor 51 tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Bab VII  Tata Pakaian dan Sikap Tampang  Paskibraka. BPIP ini tak patuh, melanggar aturan, konstitusi dan pancasila. Buat apa bikin aturan melepas jilbab saat upacara saja. Sungguh ini aturan dan kebijakan yang tak bijak, tak adil dan tak beradab.”  https://youtu.be/GQn0b7uf59g?si=cGoNLTgujnr1e917

Melongo Politik

Pada peristiwa kedua, tumbangnya “pohon beringin”, tulisan Dahlan Iskan (DI) yang saya yakin sudah viral di berbagai media sosial menyoroti dengan ungkapan bahasa yang agak memelas. Tulisan DI menggambarkan spekulasi demi spekulasi politik satu persatu terwujud. Begitu AH mundur katanya, muncul spekulasi akan hadir penggantinya Agus Gumiwang (AG) sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketum Golkar. Tiga hari sesudah pengunduran diri AH, melalui Rapat Pimpinan (Rapim) Golkar benar-benar terjadi yakni terpilihnya AG sebagai Plt Ketum Golkar. Disamping itu diputuskan pula diselenggarakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) tanggal 20 Agustus 2024. 

DI menyebutkan bahwa  “itu juga sesuai dengan urutan dalam spekulasi.”  Tulisan DI melanjutkan, dengan memberi sinyal bahwa kita tinggal membuktikan tiga spekulaasi berikutnya yakni siapa ketua Munaslubnya, siapa yang akan ditetapkan sebagai Ketum definitive  Golkar dan akan dimutlakkannya Ketua Dewan Pembina. Hal terakhir ini amat sangat luar biasa anehnya. Seingat penulis, zaman Orba yang sering dijelek-jelekkan oleh sementara pihak, tindak tanduk politiknya tidaklah sebrutal ini. 

 Sementara itu, dalam video yang juga viral Yusuf Hamka (YH) menyatakan akan selalu membersamai AH; “Pak Airlangga you are not alone. I will be with you and I don’t let you walk alone. I will walk with you. Pernyataan YH ini tentu menggambarkan adanya latar belakang persoalan politik yang sangat serius. Muncullah spekulasi politik yang mengaitkan mundurnya AH dengan pencalonan wakil gubernur dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta.  Sebagaimana ungkapan DI, pertanyaannya adalah apakah itu semua akan terjadi demikian rupa mudah? 

Jika benar demikian maka itu sesungguhnya bukan spekulasi oleh publik tapi sebenarnya pembocoran dari dalam tentang skenario rapih menumbangkan pohon beringin. Mengapa dibocorkan, karena yang membocorkan mau bersikap tidak berani, tetapi membiarkannya begitu saja akan membawa pada penderitaan politik lahir batin. Betapa kasihannya partai politik yang satu ini, sesudah demikian rupa kerja keras memenangkan skenario pemilihan presiden, sesudah betul-betul menang gilirannya tiba: dijadikan bahan untuk membuat skenario politik kepartaian sekaligus skenario politik kekuasaan tanpa etika. Betapa kasihannya putri-putri yang dengan Latihan sangat keras dilucuti jilbabnya. Kembali pada arti as-siyaasah, diartikan al-hud’ah, hidangan panas di usia kemerdekaan RI ke 79 bangsa Indonesia kenapa tipu daya. Wallahu a’lamu.*

  Tidak ada korelasi sama sekali antara topik tanggalnya jilbab dengan tumbangnya pohon beringin kecuali –jika mau kita laksanakan— tetap ada yakni as-siyaasah al hud’ah. Politik telah menjelma menjadi raksasa tipu daya. Istilah Prof. Frans Magnis Suseno; “tidak ada rasa malu.” Inilah masa-masa bangsa yang sudah merdeka 79 tahun merasakan kehadiran yang diistilahkan oleh Sukidi dengan Machiavelli Jawa dan Pinokio Jawa. Istilah Dahlan Iskan melongo politik; “Kaget serentak, satu hari, lalu melongo serentak. Melongonya bisa berhari-hari.”  Akhirnya kita merasakan “nelangsa politik – lahir batin.”

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Pernahkah Anda berpikir apakah....

Suara Muhammadiyah

22 January 2024

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (12) Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra Di da....

Suara Muhammadiyah

23 November 2023

Wawasan

Indonesia, Muhammadiyah, dan Pasar Oleh: Saidun Derani Mukaddimah Tulisan Dr. Mukhaer Pakkana, Se....

Suara Muhammadiyah

7 November 2023

Wawasan

Bersedekah dengan Harta yang Dicintai Oleh: Mohammad Fakhrudin Seruan berpuasa ditujukan kepad....

Suara Muhammadiyah

2 April 2024

Wawasan

Kemerdekaan untuk Mempersiapkan Generasi Emas Oleh: Drh H Baskoro Tri Caroko, Anggota LPCRPM PP Muh....

Suara Muhammadiyah

26 August 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah