Rektor UM Sumbar Dr. Riki Saputra ungkap Perspektif Syekh Abdul Qadir al-Jailani
PADANG, Suara Muhammadiyah – Dalam rangkaian Semarak Ramadhan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UM Sumbar), Rektor Dr. Riki Saputra, M.Hum., menyampaikan ceramah yang mendalam tentang metode epistemologi Islam—Bayani, Burhani, dan Irfani—dalam perspektif Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Ceramah ini dikaitkan dengan firman Allah dalam QS. Al-Anfal ayat 29:
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan (pembeda), menghapus kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar." (QS. Al-Anfal: 29)
Epistemologi Islam dalam Perspektif Syekh Abdul Qadir al-Jailani
Dalam ceramahnya di masjid Taqwa Muhammadiyah Sumbar, Senin (10/3/2025), Dr. Riki menjelaskan bahwa Syekh Abdul Qadir al-Jailani, seorang ulama sufi besar, menggunakan tiga pendekatan utama dalam memahami dan mengajarkan ilmu:
Bayani (Teksual-Normatif). Pendekatan ini mengandalkan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama kebenaran. Dalam konteks QS. Al-Anfal: 29, Allah menegaskan bahwa ketakwaan akan menghasilkan furqan, yaitu kemampuan membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Pemahaman ini sesuai dengan metode bayani, di mana seseorang yang berpegang teguh pada wahyu akan memperoleh bimbingan langsung dari Allah.
Burhani (Rasional-Empiris). Metode burhani menekankan pentingnya akal dan logika dalam memahami agama. Dr. Riki mengutip Syekh Abdul Qadir yang menyatakan bahwa selain memahami teks secara literal, seorang pencari ilmu juga harus menggunakan akal untuk menggali makna terdalam dari ajaran Islam. Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa ketakwaan akan menghapus kesalahan dan mengampuni dosa, yang secara rasional dapat dipahami sebagai proses pembersihan jiwa yang membawa manusia pada kehidupan yang lebih baik.
Irfani (Makrifat-Intuitif). Dalam dimensi irfani, pengetahuan diperoleh melalui pengalaman spiritual yang mendalam. Syekh Abdul Qadir al-Jailani menekankan bahwa ketakwaan yang sejati akan membuka pintu hikmah dan makrifat, sehingga seseorang dapat merasakan furqan sebagai cahaya ilahi yang menerangi hatinya. Dr. Riki menegaskan bahwa inilah yang dimaksud dengan "karunia yang besar" dalam QS. Al-Anfal: 29—karunia berupa pemahaman batin yang tidak hanya berbasis teks atau rasionalitas, tetapi juga pengalaman ruhani yang mendalam.
Dr. Riki menutup ceramahnya dengan pesan bahwa seorang Muslim perlu menyeimbangkan ketiga pendekatan ini dalam memahami Islam. Bayani memberikan dasar normatif, burhani memperkuatnya dengan rasionalitas, dan irfani menyempurnakan pemahaman dengan pengalaman batin.
“Jika kita ingin mendapatkan furqan dalam hidup, maka kita harus bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa. Ketakwaan inilah yang akan membuka pintu ilmu yang hakiki—baik dari teks, akal, maupun cahaya ilahi dalam hati kita,” pungkasnya.
Acara ini disambut antusias oleh para peserta, yang terinspirasi untuk lebih mendalami ilmu dengan pendekatan yang holistik sesuai dengan ajaran para ulama besar, termasuk Syekh Abdul Qadir al-Jailani.