Berpegang pada Kebenaran: Antara Tekanan Sosial dan Keteguhan Iman

Publish

30 January 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
93
Doc. Istimewa

Doc. Istimewa

Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta

Takut dicela dan menjaga kehormatan di mata manusia memang seringkali menjadi hambatan besar dalam perjalanan menuju kebenaran. Ketika seseorang terlalu fokus pada pandangan orang lain, ia cenderung mengorbankan prinsip-prinsipnya demi mendapatkan penerimaan sosial. Padahal, kebenaran sejati tidak ditentukan oleh pendapat manusia, melainkan oleh nilai-nilai luhur yang bersumber dari agama, moral, atau nurani.

Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. (Al-Baqarah [2]: 147)

Kebenaran sejati tidak ditentukan oleh pendapat manusia, melainkan bersumber dari nilai-nilai luhur yang berasal dari agama, moral, atau nurani. Pandangan manusia sering kali terikat pada subjektivitas, kepentingan pribadi, dan persepsi yang terbatas. Hal ini membuat apa yang dianggap benar oleh sebagian orang belum tentu benar secara universal atau sesuai dengan hakikat kebenaran.

Agama memberikan pedoman mutlak tentang kebenaran yang bersifat ilahiah, yang menjadi kompas hidup bagi manusia. Dalam agama, kebenaran tidak berubah meskipun zaman terus berganti. Moral, sebagai bagian dari prinsip universal yang diterima oleh banyak budaya, juga menjadi sumber penilaian yang kokoh tentang apa yang baik dan buruk. Sedangkan nurani, jika tetap jernih dan tidak dikotori oleh ego atau kepentingan duniawi, menjadi suara hati yang membimbing manusia untuk membedakan antara benar dan salah.

Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia mengagumkanmu, dan ia bersaksi kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari engkau), ia berusaha membuat kerusakan di bumi dan merusak tanaman serta ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan. Dan apabila dikatakan kepadanya, 'Bertakwalah kepada Allah,' bangkitlah kesombongannya untuk berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahanam. Dan sungguh, (neraka Jahanam) itu tempat tinggal yang paling buruk. Al-Baqarah [2]: 204-206)

Ketika seseorang hanya bergantung pada opini manusia, ia akan mudah terombang-ambing oleh tren, tekanan sosial, atau ketakutan akan penolakan. Sebaliknya, dengan berpegang pada nilai-nilai luhur, ia akan memiliki pondasi yang kuat untuk berdiri teguh dalam kebenaran, meskipun harus melawan arus mayoritas.

Allah SwT memberikan semangat kepada orang-orang beriman agar tidak gentar dalam menjalankan kebenaran meskipun menghadapi celaan. Firman-Nya:

Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Ma’idah [5]: 54)

Keberanian mengikuti kebenaran adalah tanda iman yang kokoh dan kebenaran sejati adalah milik Allah SwT. Oleh karena itu, kita harus berani untuk teguh dalam kebenaran, meskipun menghadapi celaan atau tekanan dari lingkungan. Seperti yang Allah SwT firmankan:

Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin beriman, hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir.” (QS. Al-Kahfi [18]: 29).

Berpegang pada kebenaran dalam situasi yang dipenuhi oleh godaan atau tekanan sosial memang sulit, tetapi inilah ujian sejati bagi orang yang beriman. Konsistensi dalam menjalankan nilai-nilai Islam, meskipun tidak selaras dengan tren atau pandangan umum, adalah bentuk pengabdian kepada Allah SwT.

Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya). [Al-A’raf [7]: 3)

Pendapat manusia yang seringkali dipengaruhi oleh hawa nafsu tidak dapat dijadikan standar kebenaran. Allah SwT juga memperingatkan bahwa mengikuti mayoritas manusia bisa menyesatkan, karena sering kali mereka lebih terpengaruh oleh hawa nafsu daripada kebenaran. Dalam firman-Nya:

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta. (QS. Al-An’am [6]: 116)

Ayat ini memberikan pelajaran yang sangat relevan, terutama dalam konteks kehidupan modern yang sering kali dipenuhi dengan tekanan sosial, opini publik, dan tren yang belum tentu sejalan dengan nilai-nilai kebenaran. Pesan utama dari ayat ini adalah agar manusia tetap berpegang teguh pada nilai-nilai ilahi, meskipun mayoritas orang mungkin memilih jalan yang berbeda.

Allah SwT mengingatkan bahwa jika kita mengikuti mayoritas manusia tanpa dasar kebenaran, kita berisiko tersesat. Mayoritas manusia sering kali membuat keputusan berdasarkan prasangka, asumsi, atau keinginan yang tidak berdasar pada petunjuk wahyu. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat melihat bagaimana opini mayoritas dapat membentuk norma yang kadang-kadang bertentangan dengan nilai agama.

Ada banyak contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari di mana opini mayoritas membentuk norma yang bertentangan dengan nilai agama. Dalam ranah gaya hidup gaya hidup konsumtif dan pamer kekayaan di media sosial, sering kali bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan kesederhanaan dan tidak bermegah-megahan. Misalnya, banyak orang berlomba-lomba membeli barang bermerek atau memamerkan kemewahan hanya demi mendapatkan pengakuan sosial, meskipun itu melampaui kemampuan finansial mereka.

Dalam Islam, Allah SwT mengajarkan pentingnya hidup sederhana dan tidak bermegah-megahan.

Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah makhluk yang sangat ingkar kepada Tuhannya. (Al-Isra [17]: 27).

Dalam ranah pergaulan dan pertemanan opini mayoritas cenderung memandang hubungan bebas antara laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan sebagai hal yang biasa. Bahkan, ada pandangan bahwa menjaga batas-batas syariat dianggap kolot atau kuno. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai agama yang memuliakan kehormatan dan kesucian hubungan dalam bingkai pernikahan. Allah SwT berfirman:

Katakanlah kepada orang-orang yang beriman, agar mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Itulah yang lebih suci bagi mereka. (An-Nur [24]: 30).

Islam menuntut umatnya untuk menjaga kehormatan diri dan tidak terjebak dalam pergaulan bebas yang dapat mengarah pada perbuatan yang tidak sesuai syariat.

Dalam menilai kesuksesan opini mayoritas sering menilai seseorang berdasarkan kekayaan dan status sosial. Namun, dalam Islam, kesuksesan sejati adalah rida Allah dan kebahagiaan akhirat, bukan semata-mata duniawi. Allah SwT berfirman:

Kebanyakan harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia, tetapi amal yang baik yang kekal lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu sebagai ganjaran dan lebih baik harapannya. (QS. Al-Kahfi [18]: 46).

Ayat ini mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati bukan berasal dari harta atau status sosial, tetapi dari amal baik yang mendekatkan kita pada Allah.

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram. (Ar-Ra'du [13]: 28)

Sebagai seorang Muslim, kita diajarkan untuk senantiasa berpikir kritis dan tidak menerima segala sesuatu begitu saja tanpa memperhatikan kesesuaiannya dengan ajaran agama. Al-Qur'an memberikan banyak pedoman tentang bagaimana kita harus menyikapi berbagai situasi, dan salah satunya adalah kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah berdasarkan nilai-nilai Islam.

Memiliki sikap kritis terhadap opini mayoritas bukan berarti menentang, tetapi lebih kepada memastikan bahwa pendapat tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip Islam yang adil dan benar. Dalam hal ini, berpikir dengan landasan iman yang kuat sangat penting agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan atau mengikuti arus yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Ibnu Abbas RA, mengatakan, “Celakalah orang-orang yang mengekor karena kesalahan-kesalahan orang ‘alim.” Beliau ditanya: “Bagaimana itu bisa terjadi?” Ia berkata, “Seorang ‘alim berkata tentang sesuatu berdasarkan pendapatnya, kemudian sang pengikut mendapatkan orang yang lebih tahu tentang Rasulullah dari imamnya, tapi ia meninggalkan perkataan orang yang lebih tahu tersebut, kemudian pengikut itu berlalu.”

Memiliki sikap kritis justru menjadi bagian dari upaya untuk menjaga diri agar tetap berada di jalan yang benar. Dalam Islam, berpikir kritis itu sangat dihargai, selama tujuannya adalah untuk mencari kebenaran yang hakiki dan memastikan bahwa apa yang diikuti sejalan dengan nilai-nilai agama.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (Al-Isra' (17): 36)

Yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Az-Zumar [39]:18).

Sikap ini juga dapat menjadi sarana untuk membangun pemahaman yang lebih dalam terhadap ajaran agama, menghindari tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip Islam, dan menjauhi keraguan atau hal-hal yang dapat menyesatkan. Dengan memiliki landasan iman yang kokoh, kita akan mampu menghadapi segala arus pemikiran yang berkembang di masyarakat, serta memilih jalan yang terbaik untuk diri kita dan umat.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Praktik Baik Universitas Muhammadiyah Kupang Bina Desa Berkemajuan Oleh: Uslan, Ph.D, Ketua Prodi S....

Suara Muhammadiyah

10 December 2023

Wawasan

Inkuisisi Ibnu Hanbali (Bagian ke-1) Oleh: Donny Syofyan Jumlah umat Islam diestimasi 1.6 miliar o....

Suara Muhammadiyah

9 October 2023

Wawasan

Penyakit Lever dan Penyakit Hati Oleh: Mohammad Fakhrudin Manusia memperoleh hidayah naluri, panca....

Suara Muhammadiyah

4 July 2024

Wawasan

Memberi Nilai Ibadah pada Dunia Kerja Kita Oleh : M. Rifqi Rosyidi, Lc., M.Ag., Mudir Pondok M....

Suara Muhammadiyah

17 January 2024

Wawasan

Ancaman Terhadap Sumberdaya Pulau Oleh: Dr.Ir. Armen Mara, M.Si Ketika ada berita tentang konfli....

Suara Muhammadiyah

11 October 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah