Pangkon dan Dinamika Kehidupan Manusia
Oleh: Rumini Zulfikar (Gus Zul), Penasehat PRM Troketon
"Di balik kesempurnaan sebagai makhluk ciptaan Tuhan, manusia memiliki kelemahan atau kekurangan dalam menjalani kehidupan di dunia ini."
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama."
Hadis di atas memberikan pelajaran dan hikmah kepada umat manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Pada dasarnya, manusia tidak bisa berdiri sendiri dalam kehidupan di dunia ini. Kita memerlukan saling memberi manfaat dan kebaikan dengan cara yang terukur dan tidak berlebihan dalam melakukan segala aktivitas, mulai dari lahir hingga kembali kepada Allah Aza Wajala. Oleh karena itu, nilai-nilai yang memberikan gambaran ini diturunkan oleh para leluhur, terutama oleh orang Jawa, melalui simbol-simbol dan filosofi. Inilah kecerdasan para leluhur kita yang disimbolkan dengan contoh huruf atau aksara Jawa. Contohnya, aksara Jawa "PA," jika dipangku atau diberi pangkon, akan berbunyi "P." Seperti halnya huruf Arab Hijaiyah, jika bertemu dengan Nun sukun atau mati, maka akan berhenti. Nun sukun bertemu Syin dalam Surat An-Nas ayat 4.
Jika kita memperhatikan kondisi di sekitar kita, kita dapat melihat interaksi sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Di situlah sering ada dua pihak, di mana pihak pertama menjadi pemangku pihak kedua. Akibatnya, pihak pertama dapat dengan mudah mengendalikan pihak kedua, yang seringkali merasa berhutang budi, sehingga tidak bebas untuk melakukan aktivitasnya. Orang Jawa memiliki ungkapan, "Nek wis potangan budi iku ewoh perkewuh," yang berarti ketika seseorang merasa berhutang budi, ia akan merasa tidak enak dan sulit untuk berkata tidak. Kondisi ini disebut pangkon.
Bentuk atau Macam Pangkon dalam Kehidupan
Bentuk atau macam pangkon yang berkembang di masyarakat bisa bersifat fisik maupun non-fisik, seperti jabatan (kalengguhan), uang, barang, kemareman (kepuasan), kolodangan (longgar), pangan (makanan), aleman (ingin mencari perhatian), utang (hutang), tren, dan idola. Ambil contoh seseorang yang menang dalam kontestasi politik; dengan jabatan, seseorang bisa membuat keputusan yang tidak lepas dari pengaruh orang-orang di sekitarnya. Uang dalam urusan politik praktis menjadi penentu, sehingga seseorang yang memilih berdasarkan uang sudah terikat dan tidak bebas.
Selain itu, dalam konteks sosial, ada ungkapan, "Pager mangkok luwih kuat daripada pager tembok," yang artinya jika kita memberikan sesuatu seperti makanan atau buah tangan kepada lingkungan sekitar kita, orang-orang di sekitar kita akan turut menjaga rumah kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengelola pangkon dengan seimbang dan tidak terlalu terikat sehingga kita tetap menjadi pribadi yang bebas dan merdeka. Semoga kita bisa menjadi umat yang tidak seperti aksara Jawa yang terkena pangkon atau mati.