Bersedekah dengan Harta yang Dicintai
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Seruan berpuasa ditujukan kepada orang beriman. Hal itu dapat kita maknai bahwa orang yang diseru agar berpuasa tidak hanya muslim. Memang demikian umat sebelum Islam pun sudah diseru agar berpuasa dan seruan itu dilaksanakan sampai sekarang. Namun, ada perbedaan dalam tata cara pelaksanaannya.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 183
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْکُمُ الصِّيَا مُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِکُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,"
Berdasarkan ayat tersebut, iman merupakan dasar beribadah puasa Ramadhan, sedangkan takwa menjadi tujuan orang beriman melaksanakan ibadah puasa. Iman merupakan bekal yang sangat penting karena orang berpuasa tidak sekadar menahan lapar dan haus dan mengendalikan nafsu seksual pada siang hari meskipun dengan pasangan yang sah, tetapi juga dianjurkan mengerjakan ibadah sunnah misalnya bersedekah.
Hal tersebut dijelaskan di dalam HR al-Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan di antara manusia lainnya, dan beliau makin dermawan saat berada pada bulan Ramadhan."
Ciri-Ciri Orang Bertakwa
Ciri orang bertakwa dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Salah satu ciri orang bertakwa adalah menginfakkan sebagian harta yang dicintainya sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 177
لَيْسَ الْبِرَّ اَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ وَلٰـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَوْمِ الْاٰ خِرِ وَا لْمَلٰٓئِکَةِ وَا لْكِتٰبِ وَا لنَّبِيّٖنَ ۚ وَاٰ تَى الْمَا لَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَا لْيَتٰمٰى وَا لْمَسٰكِيْنَ وَا بْنَ السَّبِيْلِ ۙ وَا لسَّآئِلِيْنَ وَفِى الرِّقَا بِ ۚ وَاَ قَا مَ الصَّلٰوةَ وَاٰ تَى الزَّکٰوةَ ۚ وَا لْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عٰهَدُوْا ۚ وَا لصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَآءِ وَا لضَّرَّآءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِ ۗ اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ
"Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."
Bagi muslim mukmin, perintah menginfakkan sebagian harta yang dicintainya disambut dengan penuh ketaatan karena mereka beriman bahwa pahala yang disediakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala jauh lebih banyak.
Allah Suhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an, surat al-Baqarah (2): 261
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَا لَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَا بِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَا للّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَآءُ ۗ وَا للّٰهُ وَا سِعٌ عَلِيْمٌ
"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui."
Membayar Utang Teman
Di dalam ayat 177 surat al-Baqarah (2) sebagaimana telah dikutip terdapat pula ciri lain orang bertakwa, yakni menepati janji bila berjanji. Dengan demikian, jika telah berjanji membayar utang, orang bertakwa menepati janjinya itu sesuai dengan waktu yang telah disanggupinya.
Ada kisah nyata yang kiranya bermanfaat untuk kita jadikan inspirasi. Kisah ini dialami oleh dua orang teman kami, yakni Bu Een dan Bu Lam. Kedua nama itu bukan nama sebenarnya.
Membayar utang sendiri merupakan kewajiban yang menjadi konsekuensi berutang. Jadi, hal itu wajar-wajar atau biasa-biasa saja. Namun, membayar utang teman merupakan hal yang luar biasa. Oleh karena itu, pahalanya pun luar biasa. Betapa tidak?
Sungguh merupakan hal yang manusiawi jika orang tua, terutama ibu, galau ketika anak gadisnya sudah hampir berusia 30 tahun, tetapi belum ada tanda-tanda hadirnya laki-laki yang ingin memperistrinya. Tentu tingkat kegalauan tersebut berjenjang. Muslim yang imannya lemah mengalami kegalauan yang sangat tinggi. Bahkan, mungkin dia sampai terjerumus kemusyrikan misalnya minta bantuan dukun.
Tidak demikian halnya muslim yang imannya tegak lurus. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berikhtiar yang benar senantiasa dilakukannya. Begitulah yang dilakukan oleh Bu Een. Dia membayar utang temannya karena temannya itu telah mengingkari janjinya, padahal ketika temannya itu pinjam uang, Bu Een yang dijadikan saksi, bahkan, sepertinya dijadikan sebagai penjamin. Bekenaan dengan itu, dia membayar utang temannya dengan niat bersedekah.
Sementara itu, Bu Lam prihatin karena anak laki-lakinya yang berstatus duda belum juga menikah lagi. Usia anaknya tidak terlalu jauh berbeda dengan usia anak Bu Een. Bu Lam adalah muslim mukmin yang berkeyakinan kuat bahwa jika Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah menghendaki, tidak ada yang sulit! Tidak ada yang dapat mengalanginya1
Dia murah tangan. Ketika pohon jambunya berbuah, dia tidak segan-segan memberi siapa pun, malahan siapa pun boleh memetiknya sendiri, tanpa harus pamit lebih dahulu.
Subhanalah! Alhamdulillah! Allahu akbar! Dalam waktu tiga hari setelah membayar utang temannya, Bu Een mendapat kiriman jodoh untuk anaknya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang tidak lain adalah anak Bu Lam. Tentu kegalauan mereka berganti dengan kebahagiaan. Lebih berbahagia lagi, dari perkawinan tersebut mereka memperoleh cucu.
Bagi muslim mukmin, semua itu diyakini bukan kuasa manusia. Muslim mukmin pasti yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membalas kebaikan Bu Een dan Bu Lam dengan yang jauh lebih besar.
“Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?”
Janji Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah benar dan Dia tidak pernah ingkar janji!
Di dalam surat Ghafir (4): 55
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَا صْبِرْ اِنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّ وَّا سْتَغْفِرْ لِذَنْبِۢكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِا لْعَشِيِّ وَا لْاِ بْكَا رِ
"Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampun untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi."
Sementara itu, di dalam surat Ali ‘Imran (3): 194 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
رَبَّنَا وَاٰ تِنَا مَا وَعَدْتَّنَا عَلٰى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ اِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَا دَ
"Ya, Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari Kiamat. Sungguh, Engkau tidak pernah mengingkari janji."
Allahu a’lam