BSM Hendaknya Menjadi Model dan Daya Dorong Bank Syariah di Indonesia
Oleh: Amidi, Dosen FEB Universitas Muhammadiyah Palembang dan BPH pada UM-AD Palembang
Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang sudah mapan mengelola amal usaha, terutama amal usaha di bidang pendidikan dan kesehatan, sudah selayaklah mengembangkan amal usaha di bidang keuangan atau perbankan.
Bila ditelusuri, persyarikatan Muhammadiyah yang kita cintai ini, sebelumnya sudah pernah memiliki bank yakni Bank Persyarikatan Indonesia (BPI). BPI kemudian berganti kepemilikan menajdi Bank Syariah Bukopin yang merupakan salah satu bank yang “kecimpratan” dana triliunan rupiah milik persyarikatan Muhamamdiyah yang dipindahkan dari Bank Syariah Indoensia- BSI (lihat erakini.id, 7 Juni 2024)
Setelah adanya pemindahan atau rasionalisasi dana simpanan persyarikatan Muhammadiyah di BSI beberapa waktu lalu yang dipindahkan ke bank syariah lain dan setelah melalui proses “penggodokan” menyita waktu yang panjang, sehingga timbul ide/gagasan pengurus persyarikatan Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) untuk mendirikan bank syarah kembali yang akan diberi nama Bank Syariah Muhammadiyah (BSM).
Umat Menaruh Harapan Besar
Beberapa hari ini sudah santer beritanya, baik di media sosial maupun media massa mengenai akan hadirnya BSM tersebut, kami selaku warga persyarikatan Muhammadiyah sudah tidak sabar lagi menanti kehadiran BSM tersebut, begitu juga dengan masyarakat dan atau umat Islam pada umumnya di negeri ini. Mereka juga sudah menunggu kehadiran BSM, mereka sudah tidak sabaran untuk “memesrai” atau untuk menjadi nasabah BSM dan mereka sudah tidak sabaran ingin merasakan ke-syariah-an BSM yang didirikan persyarikatan Muhammadiyah tersebut.
Semoga dalam tempo dekat, BSM segera hadir, dan apa-apa yang menajdi harapan warga Muhammadiyah pada khususnyan dan harapan umat Islam pada umumnya dapat segera terwujud.
Warga Muhammadiyah menaruh harapan besar kepada pengelola/pihak manajemen BSM yang akan diberikan amanah nantinya, agar pengelola/pihak manajemen dapat memposisikan BSM sebagai bank syariah sesuai dengan harapan yang terpatri dalam sanubari warga Muhammadiyah dan atau umat Islam pada umumnya.
Diharapkan BSM dapat menjadi lembaga keungan yang dapat mendorong dan atau dapat menghadirkan keadilan dalam bertransaksi, BSM dapat menolong sesama, kaum lemah dan usaha skala kecil (UMKM), BSM diharapkan dapat memposisikan diri sebagai media trasformasi sosial, dan BSM diharapkan benar-benar dapat menjadi penggerak ekonomi syariah.
Sebaliknya, BSM diharapkan warga Muhamamdiyah dan umat Islam tidak bersembunyi atau berlindung dibalik produk-produk yang lazim ditawarkan pada bank syariah pada umumnya, dengan berbagai konsep ekonomi atau perbankan syariah, seperti mudharabah, murabahah, ijarah dan lainnya, namun dalam kenyataannya atau dalam prakteknya masih ada sebagian dari mereka yang menyatakan bahwa bank syariah yang ada “tak ubah-nya seperti bank konvensional” yakni masih tetap menjalankan konsep atau sistem yang berlaku di bank konvensional, hanya dibalut dengan nama sistem-sistem syariah saja.
BSM harus dikelola dengan dasar matan dan keyakinan Muhamamdiyah yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits, BSM harus dikelola sesaui dengan khittoh Muhamamdiyah, BSM harus dikelola sesuai dengan landasan tadjid dan manhaj Muhammadiyah, BSM harus dijalankan dengan prinsip-pronsip syariat Islam yang sebenarnya, singkat kata, BSM benar-benar harus dikelola sesuai dengan Syariat Islam.
Nasabah Belum Antusias
Bila di simak, tidak sedikit nasabah yang masih mengeluhkan pelayanan dan sistem yang dijalankan bank syariah. Tidak heran, kalau mereka sampai saat ini belum antusias atau belum gandrung dengan bank syariah. Nasabah memiliki catatan tersendiri, terutama tentang ke-syariah-an bank syariah. Dalam hal ini ada beberapa permasalahan yang menjadi keluhan mereka.
Keluhan dalam hal penetapan bagi hasil, ada yang “menggerutu” bagi hasil yang dilakukan bank syariah sudah ditetepkan dimuka, apa bedanya dengan bank konvensional. Keluhan dalam hal “potongan ini dan potongan itu” atas jasa simpanan pada bank syaraiah, yang tak ubahnya dengan bank konvensional. Keluhan ATM bank syariah kebanyakan masih bergabung dengan bank konvensional. Keluhan keuntungan (bagi hasil) yang diperoleh pada bank syariah lebih kecil dibandingkan dengan bank konvensional. Keluhan tentang hasil akhir produk pelayanan bank syariah yang lebih mahal dari bank konvensional.
Tdak hanya itu, ada lagi keluhan nasabah dalam perlakuan terhadap nasabah. Bank syaraiah masih memberlakukan nasabah tak ubahnya bank konvensional. Misalnya dalam penagihan kredit bermasalah. Jangan coba-coba Anda terlambat membayar tagihan kartu kredit beberapa hari saja, Anda akan ditelpon berkali-kali. Padahal jika memperhatikan nasabah yang sudah dipercaya mendapatkan kartu kredit tersebut berarti nasabah tersebut sudah paham betul kewajibannya. Mungkin saja keterlambatan beberapa hari tersebut, karena nasabah menghadapi masalah, kalau pun mau dihubungi, tidak harus sampai mengganggu.
Kemudian, belum lagi temuan perlakuan tidak “mengenakkan” nasabah yang terjadi dilapangan, ada petugas dan atau customer service yang tidak bersahabat, petugas yang “cuek” dan beberapa keluhan lainnya.
Hal ini diperkuat oleh pendapat para ulama. Pendapat pertama yang menyatakan bahwa pada praktiknya bank syariah tidak bedanya dengan bank konvensional. Dalam arti, sama-sama mengandung unsur riba. Salah satu contoh kesamaan itu adalah adanya keuntungan bersama yang sudah ditentukan sebelumnya yang tidak ada bedanya dengan bunga bank konvensional. Padahal bagi hasil yang sesuai syariah itu tidak boleh ditentukan sebelumnya. Pendapat kedua yang menyatakan sudah sesuai Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, berdasarkan fatwa-fatwa DSN MUI. (Kurnia Zuni dalam kompasiana. 12 Juni 2019)
BSM Harus Menjadi Model
Dengan masih adanya keluhan dari nasabah atas kekurangan atau kelemahan bank syariah tersebut, maka hadirnya BSM harus mampu menjawab keluhan dan atau tantangan tersebut.
BSM harus menjadi model bank syariah di negeri ini, BSM harus menjadi panutan atau contoh bank syariah di negeri ini, BSM harus dapat menjadi daya dorong agar bank syariah di negeri ini benar-benar menjalankan prinsip-prinsip syariah sesuai dengan Syariat Islam.
Untuk itu, BSM harus dikelola secara profesional, BSM harus menempatkan orang-orang atau manajemen yang “the right man on the right place”. Jika mengacu pada pengalaman BPI yang dimiliki persyarikatan Muhamamidyah sebelumnya, timbul masalah atau belum bisa eksis, karena hambatan SDM, bahwa persyarikatan Muhammadiyah pada saat itu belum memiliki SDM handal dibidang perbankan, maka pada saat ini dengan hadirnya BSM nanti, pengurus persyarikatan Muhammadiyah atau pengelola atau jajaran petinggi pada PP Muhammadiyah yang ditunjuk untuk melahirkan BSM, harus dapat menunjuk atau memilih pemimpin/direktur BSM orang dari kalangan Muhammadiyah yang mahir dan paham betul tentang manajemen perbankan bahkan sudah berpengalaman mengelola bank, terutama bank syariah.Begitu juga nantinya di tingkat daerah, yang akan mengelola/memimpin BSM tersebut.
Jangan sekali-kali hanya mempertimbangkan SDM sebagai kader atau sebagai pengurus persyarikatan saja, tanpa mempertimbangkan ke-profesional-an nya dan atau tanpa mempertimbangkan keilmuan tentang perbankan yang dimilikinya.
Jika kita belum mempunyai SDM yang demikian, tidak ada salahnya kalau kita mengambil SDM dari luar Muhammadiyah untuk dikontrak dengan perjanjian yang mengikat dengan menawarkan target-terget tertentu agar BSM bisa berjalan sesuai dengan harapan, bisa mengangkat citra positif persyarikatan, berhasil baik, maju dan berkembang. Semoga!