Bulan Syawal, Transformasi Manusia Seutuhnya
Oleh: Asman Budiman, Wakil Ketua PD Pemuda Muhammadiyah Kota Kendari, Bidang Riset, Teknologi dan Manajemen SDM
Bulan Syawal dalam kalander Islam merupakan bulan yang penuh berkah bagi seluruh umat muslim di dunia. Bulan ini, Allah menganugerahkan perayaan idul fitri bagi umat Islam setelah melaksanakan puasa ramadan selama sebulan penuh. Bulan Syawal adalah momentum kedudukan dan derajat kaum muslimin di tinggikan di sisi Allah Swt, karena telah melewati berbagai ujian dan cobaan selama bulan ramadan. Seperti proses pembelajaran di sekolah, seorang siswa akan naik kelas, Ketika ia berhasil melewati ujian atau ulangan dan mendapatkan nilai tinggi. Begitupun dengan kehidupan manusia, akan meninggi derajat seorang manusia, Ketika ujian dari Allah mampu dilewatinya dengan penuh ketaqwaan.
Bulan Syawal, diciptakan oleh Allah untuk memberikan bonus kepada umat muslim agar meraih keutamaannya. Salah satu keutamaan yang Allah berikan ialah berpuasa selama enam hari di bulan Syawal, pahalanya seakan berpuasa selama setahun. Imam Al Ghazali mengatakan bahwa di bulan ini, kita dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, serta Kembali kepada fitrah sebagai manusia. Fitrah yang dimaksud ialah fitrah manusia sebagai mahkluk yang memiliki potensi kebaikan dan taat kepada Allah Swt.
Syawal dan fitrah manusia mengandung arti yang sangat mendalam, baik secara teologis maupun sosiologis. Secara teologis, Syawal dan fitrah manusia menandakan keluarnya seseorang dari ujian melawan hawa nafsu dan menjadi manusia suci bersih dari segala dosa. Sedangkan secara sosiologis, bulan Syawal dan fitrah manusia ialah melahirkan kembali manusia dengan pada kehidupan baru, agar mengembangkan potensi untuk berbuat keadilan dan kebaikan. Inilah yang menajdi poin penting dari susah payahnya kita berpuasa selama sebulan penuh, agar ramadan melahirkan manusia yang mampu peka dan kembali kepada fitrahnya.
Membumikan Kebaikan dan Keadilan
Kebaikan dan keadilan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Mahatma Gandhi pernah mengatakan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa kekerasan dan kebaikan sederhana lebih berdampak dari pada doa. Selama bulan ramadan, doa-doa telah banyak dilangitkan, sejadah dibentangkan, tak jarang air mata jatuh di bumi. Namun bukan sekadar itu yang kita harapkan. Kebaikan-kebaikan yang dilakukan sebelumnya, haruslah dijaga dan dilakukan setiap saatnya.
Puasa selama sebulan penuh, telah mengembleng kaum muslim agar menjadi insan yang bertaqwa. Menjadi seorang yang bertaqwa, bukan sekadar ucapan atau pemberian gelar kepada mereka yang konsisten dan komitmen kepada perintah dan larangan sang Ilahi. Namun, mereka yang mampu mengtransformasikan ketaqwaan menjadi ikrar untuk melakukan perbuatan kebaikan dan menegakan keadilan pada kehidupan sosial.
Buya Hamka mengumpamakan seorang yang menjaga satu kehidupan (kebaikan dan keadilan) manusia, maka seakan-akan ia telah merawat kehidupan seluruh umat manusia. Ungkapan buya Hamka, tentunya mengandung nilai progresif, dimana manusia yang satu, merawat kehidupan manusia yang lainnya. Sebagaimana hadis nabi “khoirunnas anfauhum linnas” sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi yang lainnya. Merawat kehidupan manusia cukuplah melakukan perbuatan kebaikan dan keadilan. Dengan merawat keduanya, kehidupan manusia akan senantiasa terawat dan menjadi Masyarakat yang toiyyabtun warabbun ghafur.
Sehingga, bulan syawal janganlah hanya dimaknai sebagai kemenangan secara batiniah, secara progresif bulan syawal juga kemenangan jasmaniah melawan ketidakadilan dan penindasan. Makna inilah yang harus diimplementasikan seluruh umat muslim di dunia, mengokokohkan ukhuwah Islamiyah untuk menegakkan keadilan dan kebaikan di muka bumi ini.
Kembali Kepada Fitrah
Manusia yang melakukan kebaikan pada dasarnya Ia sedang Kembali kepada fitrahnya. Kebaikan yang merupaka fitrah manusia, akan menjadi karakter yang baik ketika, karakter itu dapat dikembangkan dengan tepat. Untuk mengembangkan potensi kebaikan itu, maka dibutuhkan pendekatan Ilahi dengan mengerjakan segala bentuk ibadah dan menjauhi larangannya. Karena, kebaikan itu akan muncul atas dorongan nurani yang dihasilkan dari ibadah yang dilakukan.
Para alim ulama adalah mereka yang senantiasa beribadah kepada sang pencipta. Ibadah mereka sangatlah kuat, tetapi tidak hanya asyik duduk termangu untuk dirinya sendiri saja. Para ulama tersebut sangat aktif hadir di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan solusi terhadap kesulitan yang dihadapi. Hadir dalam segala macam problem kehidupan, mulai yang sangat kecil sampai persoalan yang sangat besar. Walaupun mereka terkadang harus menanggung risiko pada dirinya.
Fitrah manusia sangat erat kaitannya dengan perjanjiannya dengan sang pencipta. Nur Cholis Madjid mengatakan bahwa fitrah manusia adalah perjanjian dengan Allah Swt, sehingga manusia harus menempuh jalan hidup yang benar. Jalan agar mencapai kehidupan yang benar ialah dengan berpegang teguh kepada ajaran Allah, sebagaimana Sayyid Quthb mengatakan fitrah manusia adalah jiwa yang perlu dilengkapi dengan tabiat beragama.
Jurgen Habermas seorang sosiolog memberikan perhatian besar pada agama sebagai institusi. Menurutnya agama memiliki peran penting dalam kehidupan Masyarakat yang mampu memberikan pandangan terhadap suatu perubahan. Sehingga orang yang beragama, bukanlah hanya sekadar mengikuti ajaran dan doktrin agama semata, namun menjadi corong untuk menyebarluaskan ajaran agama yang hanif. Islam salah satunya mengajarkan itu semua.
Syahdan, fitrah manusia adalah kesucian jiwa dan Rohani. Fitrah manusia akan membawa seseorang kepada perbuatan yang baik. Agama, ibadah serta Pendidikan mampu mengembangkan fitrah itu. Dengan demikian, ibadah ramadan dan bulan syawal yang penuh berkah adalah ajang untuk Kembali kepada fitrah manusia, yaitu fitrah kebaikan dan keadilan sebagai kertas putih yang kosong.