Dari Desa Membaca Buya Syafii

Publish

17 February 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
307
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Dari Desa Membaca Buya Syafii

(Kisah Saya dan Kelas Reading Buya Syafii)

Oleh: Rizkul Hamkani, komunitas Kelas Reading Buya Syafii Lombok Timur

Seperti Buya Syafii, saya juga seorang anak desa. Saya tinggal di sebuah lingkungan pedesaan di Kabupaten Lombok Timur, persisnya di Desa Paok Lombok, Kecamatan Suralaga yang berjarak sekitar 6 kilometer dari ibu kota kabupaten. Rumah yang saya tinggali agak jauh di pinggiran desa, tidak banyak yang bermukim di sana kecuali hanya beberapa rumah yang jaraknya tidak begitu dekat dari satu rumah ke rumah yang lain. Selebihnya, hanya ada hamparan rumput liar dan kebun-kebun pisang. Namun, semenjak tahun 2010 ke atas, rumah-rumah di sekitar itu kian banyak dibangun, orang-orang pun semakin bertambah. 

Kendati pemukim kian bertambah, kebiasaan yang saya temukan semasa kecil masih tetap bertahan. Hal ini kemungkinan karena kebanyakan pemukim yang berpindah ke sana adalah warga desa Paok Lombok. Jarang sekali saya temukan pemukim dari luar desa yang berpindah ke situ. Pemukim yang berpindah ke sana pun kebanyakan merupakan sanak saudara dari pemukim yang sebelumnya mendiami tempat itu lebih dulu. 

Kami yang tinggal di sana pun hampir seluruhnnya tergabung dalam organisasi Nahdlatul Wathan (NW) atau Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) yang memiliki paham Islam tradisional yang dekat dengan mazhab Syafii. Hampir semua orang memiliki pandangan hidup yang saragam. Akibatnya, tradisi yang saya temukan kala saya kecil hingga kini tetap saya temukan ketika dewasa.

Salah satu dari tradisi yang tetap bertahan itu adalah acara tahlilan. Di desa saya, tahlilan dilakukan selama sembilan malam berturut-turut setelah seseorang meninggal, dilanjutkan setiap sekali seminggu selama lima pekan secara berturut-turut. 

Selain membaca wirid dan mendoa, biasanya keluarga almarhum akan menyediakan nampan-nampan yang berisi makanan untuk disantap warga yang mengikuti tahlilan atau menyediakan kantong kresek berisi makanan untuk dibawa pulang warga. Menyiapkan makanan pada acara tahlilan ini, tidak jarang menghabiskan biaya, tenaga, dan waktu yang banyak. Keluarga yang ditinggalkan, selain berkabung, harus pula memikirkan uang untuk membiayai acara ini.

Tradisi juga membuat masyarakat tidak terbiasa dengan kebiasaan yang berbeda dengan mereka. Terkadang mereka terlihat sinis ketika melihat orang yang berpenampilan atau memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka. Pernah suatu ketika, ada seorang perempuan di lingkungan saya memutuskan menggunakan cadar. Penampilan barunya itu segera menjadi pergunjingan. Mendakwanya sebagai bagian dari wahabi dan bahkan menganggap telah salah masuk sekolah.

Saya pun pernah menjadi objek pembicaraan. Pernah suatu ketika saya menjadi imam salat dan tidak memimpin zikir setelahnya. Memang waktu itu saya baru pulang dari Pulau Jawa dan mendapatkan pemahaman agama yang jauh berbeda dengan yang dipercayai masyarakat desa selama di Pulau Jawa. Salah satunya adalah larangan zikir berjamaah sehabis salat.

Itu rupanya menimbulkan kecurigaan bahwa saya telah terpapar ajaran radikal. Tak terkecuali ibu saya yang mempertanyakan tindak-tanduk saya. Kejadian yang saya alami ini seakan menguatkan asumsi saya di atas.

Kebiasaan tahlilan serta cara pandang sinis terhadap kebiasaan berbeda ini tidak pernah menjadi soal bagi saya, bahkan saya menjadi bagian dari masyarakat yang ikut andil di dalamnya. Sampai suatu ketika, saya menjadi mahasiswa dan menjadi bagian dari Komunitas Kelas Reading Buya Syafii. 

Komunitas yang awalnya hanya berbentuk kelas khusus untuk mendalami gagasan Buya Syafii (panggilan akrab Ahmad Syafii Maarif) melalui kelas mingguan. Hingga pada akhir bulan Januari 2023, kami yang tergabung dalam kelompok diskusi itu sepakat mengubahnya menjadi komunitas dengan tujuan supaya gagasan Buya Syafii dapat menjangkau khalayak yang lebih luas. Komunitas yang kami beri nama Komunitas Kelas Reading Buya Syafii.

Dalam komunitas ini, kami membaca dan mendiskusikan gagasan-gagasan Buya Syafii. Ciri yang paling menonjol dari gagasannya adalah cara pandang inklusif dan terbuka. Pandangan inklusif Buya Syafii nampak pada caranya menilai perbedaan dalam beragama atau dalam memahami teks agama. Buya Syafii juga menganjurkan berpikir terbuka. “Berbeda dalam persaudaraan dan bersaudara dalam perbedaan,” tulis Buya Syafii. 

Ia juga kritis pada banyak hal. Berbagai peristiwa atau fenomena agama dan negara dilihatnya dengan mata tajam layaknya mata elang. Salah satunya ialah fenomena persinggungan antara budaya dengan agama. Menurut Buya Syafii, ketegangan antara agama dan budaya harus dipandang dengan cara dialogis dan dialektik. Prinsip agama yang bersifat kekal perlu dialog yang terbuka dengan kebudayaan yang bersifat parsial. Ketika kebiasaan masyarakat malah mempersulit dan bahkan menambah masalah baru bagi yang melakukan tradisi itu, perlu dilakukan kritik untuk mencari jalan keluarnya. 

Selain membaca pikiran Buya Syafii, kami secara rutin membaca dan mendiskusikan buku-buku sastra. Bagi saya, perkenalan pada dunia sastra telah mengikis cara pandang saya yang kaku dan mengubahnya menjadi pikiran yang merdeka. Saya merasa mengalami lompatan yang begitu berarti. Terlebih, kami juga bertemu dengan banyak orang dan komunitas yang sebelumnya tidak pernah saya pikirkan ada. 

Menjadi bagian dari Komunitas Kelas Reading Buya Syafii selama dua tahun, telah menyadarkan saya pada pentingnya refleksi terhadap segala hal yang selama ini saya lakukan dan temui dengan cara kritis dan terbuka. Tak terkecuali mempertanyakan tradisi yang telah dianggap sebagai bagian dari agama yang harus dikerjakan. Kebiasaan yang menjadikan agama dipahami hanya sebatas ritual-ritual belaka.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (2) Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra Pada I....

Suara Muhammadiyah

14 September 2023

Wawasan

Puasa Bukan Hukuman, Tapi Jalan Kebahagiaan Menuju Tuhan Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu B....

Suara Muhammadiyah

11 March 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Islam memperlakukan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk spiritual yang seta....

Suara Muhammadiyah

2 October 2023

Wawasan

Menakar (Baik-Buruk) Pemimpin Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso,....

Suara Muhammadiyah

2 January 2025

Wawasan

Catatan Awal Tahun 2025: BPR Sedang Tidak Baik-baik Saja Oleh: Khafid Sirotudin, Ketua LPUMKM PWM J....

Suara Muhammadiyah

6 January 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah