Dari Khalifah Umar hingga Era Digital, Evolusi Kalender Hijriah Global Tunggal

Publish

23 January 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
109
Foto Dok SM

Foto Dok SM

Dari Khalifah Umar hingga Era Digital, Evolusi Kalender Hijriah Global Tunggal

Oleh: Najihus Salam, Ketua Bidang Kajian Korps Mubaligh Mahasiswa Muhammadiyah Nasional DPP IMM, Mahasiswa Pondok Shabran UMS

Kalender Hijriah merupakan sistem penanggalan Islam yang berbasis pada pergerakan bulan. Penetapannya bermula pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab sebagai respons terhadap kebutuhan administrasi yang terorganisir di tengah berkembangnya Daulah Islamiyah. Dalam konteks modern, kalender Hijriah tidak hanya berfungsi sebagai acuan keagamaan, tetapi juga memiliki relevansi dalam kehidupan sosial dan ekonomi umat Islam.

Namun, perbedaan dalam penetapan awal bulan Hijriah sering kali memunculkan tantangan dalam menciptakan keseragaman di antara komunitas Muslim global. 

Sejarah Penetapan Kalender Hijriah

Pada masa awal Islam, penanggalan dilakukan berdasarkan peristiwa penting yang dijadikan acuan, seperti tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW (Tahun Gajah). Sistem ini berubah pada masa Khalifah Umar bin Khattab, ketika beliau menetapkan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah sebagai awal kalender Islam pada tahun 17 Hijriah. Dengan setiap bulan diawali oleh observasi hilal (bulan sabit pertama).

Kebijakan ini memberikan landasan bagi sistem penanggalan Islam. Namun, sejak awal, metode observasi hilal memunculkan variasi akibat faktor geografis dan kondisi cuaca. Hal ini menyebabkan perbedaan penetapan awal bulan, yang masih menjadi tantangan hingga saat ini.

Metode penentuan awal bulan Hijriah terbagi menjadi dua pendekatan utama: rukyat (pengamatan langsung) dan hisab (perhitungan astronomi). Pendekatan rukyat, yang didasarkan pada pengamatan visual hilal, dianggap lebih sesuai dengan tradisi syar'i. Namun, pendekatan ini sering kali menghadapi kendala teknis, seperti cuaca mendung atau perbedaan posisi geografis.

Sebaliknya, metode hisab menggunakan data astronomi untuk menghitung posisi bulan. Pendekatan ini tentu lebih akurat dan konsisten, terutama dengan adanya teknologi modern. Meski demikian, perbedaan pandangan di antara ulama mengenai keabsahan metode hisab dalam penentuan awal bulan menjadi salah satu hambatan menuju kalender Hijriah global tunggal.

Urgensi Kalender Hijriah Global Tunggal

Bagi Muhammadiyah dan beberapa kali juga disampaikan dikesempatakan pengajian Pimpinan Pusat Muhammadiyah bahwa keseragaman kalender Hijriah memiliki nilai strategis bagi persatuan umat Islam. Dalam konteks ibadah, seperti penentuan Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha, perbedaan penanggalan sering kali memunculkan kebingungan dan ketidakseragaman. Selain itu, kalender Hijriah global tunggal dapat mempermudah koordinasi ibadah haji, yang melibatkan jutaan Muslim dari berbagai negara setiap tahunnya.

Di luar aspek keagamaan, kalender Hijriah yang seragam juga berpotensi memberikan dampak positif dalam bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, hari-hari besar Islam yang dirayakan serentak secara global dapat meningkatkan solidaritas umat serta memperkuat identitas Islam di dunia internasional.

Muhammadiyah sebagai organisasi berkemajuan yang sangat terbuka dengan perkembangan teknologi astronomi modern yang memberikan peluang besar juga bagi kemajuan umat, salah satunya untuk menciptakan kalender Hijriah global tunggal. Observatorium dan satelit dapat digunakan untuk memetakan posisi bulan dengan akurasi tinggi, sehingga memungkinkan penetapan awal bulan yang seragam.

Teknologi digital juga memungkinkan penyebaran informasi secara cepat. Dengan adanya platform digital, keputusan mengenai awal bulan Hijriah dapat disampaikan secara seragam ke seluruh dunia dalam waktu singkat.

Tantangan Implementasi Kalender Hijriah Global Tunggal

Meskipun memiliki banyak keuntungan, implementasi kalender Hijriah global tunggal menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai metode penetapan awal bulan. Sebagian ulama berpegang pada rukyat sebagai metode syar'i yang harus diikuti, sementara yang lain mendukung hisab sebagai pendekatan yang lebih relevan di era modern.

Selain itu, faktor politik dan budaya juga memainkan peran penting. Beberapa negara Muslim memiliki tradisi lokal yang kuat dalam penetapan awal bulan, sehingga resistensi terhadap perubahan sistem penanggalan dapat terjadi. Dalam konteks geopolitik, perbedaan kebijakan antarnegara juga dapat menghambat terciptanya konsensus global.

Untuk mewujudkan kalender Hijriah global tunggal, diperlukan koordinasi dan kerja sama antarnegara Muslim. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dapat memainkan peran sentral dalam menyatukan pandangan dan membangun konsensus di antara negara-negara anggotanya. OKI dapat membentuk komite khusus yang terdiri dari ahli astronomi, ulama, dan perwakilan pemerintah untuk merancang model kalender global yang dapat diterima oleh semua pihak.

Dari Indonesia, Muhammadiyah telah mengawali kalender hijriah global tunggal tersebut. Selain itu, fatwa dari lembaga keagamaan terkemuka, seperti Al-Azhar atau Rabithah Al-Alam Al-Islami, juga dapat membantu memberikan legitimasi teologis bagi implementasi kalender Hijriah global tunggal.

Prospek Masa Depan Kalender Hijriah Global Tunggal

Bagi Muhammadiyah di era digital seperti ini, penerapan kalender Hijriah global tunggal semakin terbuka lebar. Dekan pendekatan Bayani, Burhani dan Irfani yang dilakukan Muhammadiyah, integrasi teknologi modern dengan prinsip-prinsip syar'i dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan perbedaan yang selama ini ada. Misalnya, kombinasi antara rukyat digital dan hisab dapat memberikan pendekatan yang lebih inklusif dan diterima oleh berbagai kalangan.

Selain itu, penguatan kesadaran umat Islam mengenai pentingnya kalender global juga menjadi kunci keberhasilan. Kampanye edukasi dan sosialisasi yang melibatkan ulama, akademisi, dan media dapat membantu mengurangi resistensi serta membangun dukungan di tingkat komunitas.

Kalender Hijriah global tunggal merupakan langkah strategis yang dapat memperkuat persatuan umat Islam di era modern. Dari masa Khalifah Umar bin Khattab hingga era digital, kalender Hijriah telah mengalami evolusi yang signifikan. Dengan memanfaatkan teknologi modern dan menjembatani perbedaan pandangan, penerapan kalender global ini dapat menjadi kenyataan.

Meskipun terdapat tantangan, seperti perbedaan metode penentuan dan faktor geopolitik, upaya kolektif dari organisasi Islam internasional dan komunitas Muslim global, seperti Muhammadiyah terus dijalankan untuk mewujudkan kalender Hijriah yang seragam. Langkah ini tidak hanya memberikan manfaat praktis dalam kehidupan umat Islam, tetapi juga menjadi simbol solidaritas dan identitas Islam di dunia internasional.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Integritas dalam Sistem Politik Oleh: Saifullah Bonto, Demisioner Ketum PC IMM Kab. Pangkajene, Mah....

Suara Muhammadiyah

13 January 2024

Wawasan

Guru dan Kebiasaan Hebat Anak Oleh: Afridatul Laela Amar, Guru PAUD Aisyiyah Dudukan Tonjong Brebes....

Suara Muhammadiyah

21 November 2024

Wawasan

Pendidikan Nasional dan Kebangkitan Nasional Oleh: Mohammad Fakhrudin Ketika Perang Dunia II, pada....

Suara Muhammadiyah

18 May 2024

Wawasan

Menjaga Mentalitas dengan Nilai-Nilai Spiritual Pada dasarnya, manusia diciptakan oleh Tuhan di dun....

Suara Muhammadiyah

12 October 2023

Wawasan

Sulthanan-Nashira sebagai Pakaian Politik Islam Oleh: Adrian Al-fatih, Kader Muhammadiyah Sulthana....

Suara Muhammadiyah

22 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah