JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Muhammadiyah sejak awal telah memiliki hubungan yang erat dengan dunia jurnalistik. Tengok saja KH Ahmad Dahlan, beliau melancarkan misi dakwah Islam berkemajuan dengan cara menyebarkan selembaran atau yang saat ini umum disebut buletin. Pada 1915, melalui tangan dingin Fachrudin, Muhammadiyah mendirikan kantor berita bernama Suara Muhammadiyah (SM) yang hingga sekarang masih terus eksis dan menerima berbagai penghargaan.
Dadang Kahmad dalam sebuah deklarasi berdirinya Ikatan Jurnalis Indonesia (IKAJI) yang berlangsung di tempat besejarah yaitu gedung Radio Republik Indonesia (RRI) Jakarta. Gedung RRI di Jalan Medan Merdeka Barat ini merupakan perluasan dan menggantikan gedung lamanya yang dibangun di era kolonial Belanda sebagai gedung NIROM (Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij, Maskapai Siaran Radio Hindia Belanda), yang sempat direbut oleh Jepang dan Sekutu di era revolusi.
Dadang menegaskan, bahwa sejatinya dakwah Muhammadiyah adalah jurnalisme. Menyebarkan informasi kepada masyarakat melalui cara-cara kerja jurnalistik. Kerja-kerja literasi dalam upaya mengajak orang lain berbuat baik. Dan salah satu tools tersebut adalah melalui terbentuk lembaga independen bernama IKAJI (13/12).
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi pustaka dan informasi tersebut menegaskan, setidaknya ada lima hal yang perlu digarisbawahi oleh IKAJI dalam upaya menghadirkan jurnalisme yang mencerahkan kehidupan. Hal pertama adalah, setiap insan yang tergabung dalam IKAJI harus memiliki jiwa seorang pendidik. Memberikan informasi yang berkualitas kepada masyarakat luas. Bukan jurnalisme pragmatis yang berorientasi kepentingan jangka pendek.
“Sekarang ini jurnalisme sangat pragmatis dan bersumbu pendek. Kita bisa menggambarkan bagaimana media sosial bukan menjadi media pendidik, tak jarang justru melakukan pembodohan di tengah masyarakat. Saya ingin teman-teman yang tergabung di IKAJI ini berperan sebagai edukator atau pendidik,” ujarnya.
Kedua, dengan telah dideklarasikannya IKAJI, jurnalis yang tergabung di dalamnya perlu hadir sebagai pelurus informasi. Meluruskan segala informasi yang salah dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai luhur jurnalisme.
“Kita tidak ingin informasi yang salah dikonsumsi oleh masyarakat, yang pada akhirnya menimbulkan kemudharatan,” tegasnya.
Ketiga, jurnalisme Muhammadiyah harus hadir di tengah masyarakat sebagai pemersatu umat dan bangsa. Selalu mengedepankan etika-etika jurnalistik dan menghindari hal-hal yang dapat menciptakan perpecahan di masyarakat.
Keempat, jurnalis Muhammadiyah harus berperan sebagai pembaharu bagi kehidupan dan kebudayaan masyarakat. Contohnya, menumbuhkan minat baca. Menurutnya, hal terkait minat baca masyarakat perlu dibangkitkan sebagai sebuah gerakan yang bisa dimulai dari IKAJI.
Dan yang terakhir yang juga tak kalah penting, IKAJI mesti berperan sebagai pejuang kebenaran. “Lima hal inilah yang ingin saya sampaikan kepada jurnalis yang tergabung dalam IKAJI, sebagai pendidik, pelurus informasi, pembaharu, pemersatu, dan pejuang kebenaran. Mudah-mudahan IKAJI dapat terus lestari,” tegasnya. (diko)