YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Baitul Arqam (BA) Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Pekajangan, Pekalongan, Jawa Tengah berlangsung di SM Tower Malioboro Yogyakarta, Sabtu (12/7). Dalam BA ini, menghadirkan pemateri dari Direktur Utama PT Syarikat Cahaya Media / Suara Muhammadiyah Deni Asy’ari.
Deni mengatakan, konsep ekonomi dalam bingkai Islam menjadi sesuatu hal yang sangat penting. Dikatakan bahwa, hal demikian juga sebagai fondasi dalam membangun sebuah peradaban Islam.
“Ibnu Khaldun pernah mengatakan tidak mungkin ada peradaban Islam kalau tidak ditopang oleh kemandirian ekonomi. Kekuatan ekonomi adalah salah satu kunci utama dari peradaban,” tegasnya.
Menyigi sejarah Islam lebih lanjut, tatkala Rasulullah Saw melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah (Yastrib), lalu mendirikan masjid pertama bernama Masjid Quba. Setelah itu, membangun fondasi ekonomi melalui pasar alternatif.
“Bentuknya membangun pasar. Pasar ini yang mengelola oleh Kaum Yahudi. Tetapi pasar ini pasar yang zalim, diskriminatif, yang berpihak hanya pada pemilk modal, berpihak pada oligarki,” jelasnya.
Maka, Rasulullah Saw pada saat itu melakukan jihad alternatif, yakni jihad lil-muwajahah, yang manifestasinya dengan mendirikan Pasar Al Souq Manakhah. Pasar yang dibangun dengan sarat kebersamaan dan keadilan.
“Inilah pasar yang kemudian menjadi fondasi ekonomi pada masa kejayaan Islam di Yastrib yang kemudian dikenal Madinah. Bahwa Madinah sekarang menjadi Al-Munawwarah, sesuatu yang mencerahkan itu karena ditopang oleh fondasi ekonomi yang kuat,” ujarnya.
Melongok lebih jauh lagi, kehidupan para sahabat Rasulullah Saw, notabene sebagai seorang saudagar. Di antaranya Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, dan Az-Zubair bin Awwam.
“Jadi, tujuh dari sepuluh sahabat Rasul yang dijamin masuk surga ini adalah mereka yang berlatar belakang saudagar. Pengusaha semuanya mereka,” bebernya.
Termasuk pendiri Muhammadiyah, Kiai Haji Ahmad Dahlan. “Beliau itu adalah saudagar. Pebisnis batik di Kauman waktu itu,” ungkapnya. Hampir 71% pengurus Muhammadiyah tahun 1912-1927, mereka motabene sebagai seorang saudagar. “Makanya, kita lihat Muhammadiyah akan cepat tumbuh berkembang di suatu daerah yang mana daerahnya itu banyak seorang saudagar,” lanjutnya.
Di sinilah menunjukkan, kultur Persyarikatan Muhammadiyah adalah pedagang. “Kalau kita lihat di Pekajangan, Kotagede, Kauman, Muhammadiyahnya bagus sekarang, karena banyak entrepreneurship. Ini menjadi bagian dari Muhammadiyah,” tuturnya.
Bahkan, dipertegas oleh Deni, kunci Muhammadiyah tumbuh pesat dan cepat karena ada variabel kemandirian. “Muhammadiyah itu tumbuh besar karena kemandiriannya,” tandasnya.
Variabel inilah yang kemudian menjadi basis Muhammadiyah dalam menggerakan ekonomi secara mandiri dan sekaligus berjamaah. “Akan menjadi kekuatan ekonomi umat ke depannya,” tukasnya. (Cris)