Di Atas Jalan Fitrah Menjaga Nilai-Nilai Inti Peradaban Manusia
Oleh: Dr. Irwandi Nashir, Dosen UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi dan Ketua PDM Kota Payakumbuh Sumbar
Puncak kehidupan manusia sebagai insan yang bermakna terletak pada kesanggupannya menapaki jalan fitrah yang ditetapkan Allah Ta'ala (QS. 30:30). Jalan fitrah merupakan poros kehidupan yang menjadi fondasi peradaban. Menyimpang darinya hanya akan melahirkan kehancuran, sebagaimana planet yang bergeser sedikit dari orbitnya dapat memicu bencana dahsyat. Al-Qur'an menegaskan bahwa kebahagiaan atau penderitaan manusia bergantung pada sejauh mana Ia menghidupkan atau mengubur fitrahnya (QS. 91:9-10).
Jalan Lurus yang Memayungi Nilai-Nilai Fitrah
Al-Qur'an menyebut jalan fitrah sebagai shirothol mustaqiim (jalan lurus) dan shirothol hamiid (jalan terpuji). Di atasnya, terdapat lima nilai krusial yang menjadi penopang peradaban:
1. Nilai Pembebasan (Tauhid)
Fitrah manusia adalah mengenal Penciptanya (QS. 29:65). Syirik, atau menyekutukan Allah, adalah belenggu yang merampas kemerdekaan jiwa. Tauhid mengajak manusia menjadi hamba yang hanya tunduk pada Allah, bukan pada nafsu atau materialisme. Konsekuensinya, manusia bertauhid memiliki keberanian membela kebenaran (saja'ah) dan optimisme (at-tafaul) karena yakin akan pertolongan-Nya.
2. Nilai Keluarga
Harmoni keluarga dimulai dari penghormatan kepada orang tua (QS. 6:151). Ketidakharmonisan keluarga modern dengan melemahnya peran pengasuhan dan komunikasi, menjadi akar krisis kepribadian generasi. Anak yang terabaikan sering tumbuh menjadi pribadi egois dan agresif, merusak tatanan sosial.
3. Nilai Kemanusiaan
Larangan membunuh, menelantarkan anak, atau merampas hak orang lain (QS. 6:151-152) bersumber dari fitrah manusia yang membenci kekerasan. Penelitian S.L.A. Marshall tentang perilaku tentara dalam Perang Dunia II mengungkap: mayoritas prajurit enggan membunuh bukan karena takut mati, tetapi karena naluri kemanusiaan yang fitri.
4. Nilai Kejujuran
Perintah menyempurnakan takaran dan timbangan (QS. 6:152) adalah simbol kejujuran dalam segala aspek. Rasulullah SAW menyatakan, seorang mukmin mungkin memiliki sifat kikir atau pengecut, tetapi mustahil ia berbohong. Praktik mark-up proyek, laporan fiktif, atau kecurangan timbangan adalah contoh pengkhianatan terhadap fitrah ini, yang menggerogoti kepercayaan sosial.
5. Nilai Keadilan
Keadilan harus ditegakkan bahkan terhadap kerabat sendiri (QS. 6:152). Ini adalah ujian tertinggi integritas, karena manusia cenderung memihak kelompoknya. Namun, keadilan adalah napas masyarakat yang sehat; ketidakadilan hanya melahirkan perlawanan dan disintegrasi.
Fitrah sebagai Fondasi Peradaban Indonesia
Di tengah gempuran individualisme dan materialisme, Indonesia perlu merawat nilai-nilai fitrah ini. Krisis kejujuran dalam birokrasi, kekerasan atas nama kelompok, atau disharmoni keluarga adalah alarm bahwa kita mulai menjauh dari jalan lurus. Seperti alam semesta yang taat pada hukum Tuhan, manusia pun harus konsisten pada fitrahnya agar peradaban tetap lestari.
Mengabaikan nilai-nilai ini sama dengan mengubur jati diri sebagai bangsa yang berketuhanan dan berperikemanusiaan. Mari kembali ke jalan fitrah, jalan yang mengantarkan kita pada kemuliaan sebagai insan dan masyarakat yang bermartabat.