Menasihati Tetangga yang Sakit
Oleh: Mohammad Fakhrudin
Topik kajian ini merupakan lanjutan topik “Menggembirakan Tetangga yang Sakit” yang telah dipublikasi di Suara Muhammadiyah online, 21 Juli 2025. Beberapa hal pokok yang telah diuraikan di dalam edisi tersebut adalah (1) berniat dengan ikhlas dan mengikuti tuntunan, (2) kesesuaian pakaian, (3) waktu menjenguk, (4) mendoakan sesuai dengan tuntunan, dan (5) menghibur tidak sekadar membuat tertawa.
Ketika menjenguk tetangga yang sakit, di antara kita tentu ada yang pernah dimintai nasihat. Yang meminta nasihat tetangga yang sakit itu sendiri dan/atau keluarganya. Mereka meminta nasihat dengan alasan yang bermacam-macam.
Ada tetangga yang sakit minta agar keluarganya dinasihati sebab selalu mendesak agar pengobatan medis dihentikan dan diganti dengan pengobatan alternatif kepada orang pintar. Keluarganya sudah tidak sanggup lagi membiayai pengobatan medis sebab sudah sangat banyak biaya yang dikeluarkan, tetapi tidak ada perkembangan kesehatan yang signifikan. Ada pula tetangga yang sakit itu minta agar kita menasihati anak-anaknya sebab mereka khawatir harta orang tuanya habis untuk biaya pengobatan, sedangkan hasilnya dirasa tidak ada.
Ada lagi anak-anaknya yang minta agar kita menasihati orang tuanya karena tidak mau minum obat, tidak mau makan, tidak mau berdoa, bahkan frustrasi. Dia takut disuntik. Dia ingin agar pengobatan secara medis dihentikan dan beralih ke pengobatan alternatif.
Berkenaan dengan dua keadaan yang berbeda tersebut kita harus dapat menasihatinya dengan bijak, baik kepada tetangga yang sakit itu sendiri maupun kepada keluarganya. Di dalam kenyataan masih ada lagi keadaan lain.
Selain mendoakan, salah satu yang kita lakukan ketika menjenguk tetangga yang sakit adalah menasihati. Namun, tetangga yang sakit dan keluarganya tidak selalu berpemikiran dan bersikap yang sama dengan kita.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V (hlm.1136) dijelaskan bahwa nasihat bermakna ajaran atau pelajaran; anjuran (petunjuk, peringatan dan teguran) yang baik. Berdasarkan pengertian itu, realisasi nasihat itu dapat mengubah, menguatkan, atau meningkatkan. Maksudnya, mengubah sesuatu yang belum baik menjadi baik, menguatkan sesuatu yang sudah baik tetap baik, atau meningkatkan sesuatu yang sudah baik menjadi makin baik.
Nasihat untuk Tetangga yang Berakidah Tegak Lurus
Ada yang menyadari bahwa sakit merupakan bagian dari cobaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dia memahami juga bahwa dunia medis bermanfaat bagi kesehatan. Berkenaan dengan itu, dia dengan sadar senantiasa berdoa, minta didoakan, dan berikhtiar secara medis. Dia menyadari bahwa hasil akhir ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika demikian kondisi tetangga kita, kiranya tidak baik kita menasihati agar beralih ke pengobatan alternatif lebih-lebih lagi berobat kepada dukun. Jika dia sudah tertib dalam hal makan, kita tidak perlu menasihatinya dengan kata-kata misalnya, "Hati-hati makannya." Jika dia bersabar dengan bukti tidak pernah mengeluh selama sakit, nasihat, "Yang sabar, ya" tidak perlu kita ucapkan. Yang tepat adalah mengatakan, "Masyaallah! Kami harus belajar agar dapat sabar ketika sakit seperti Bapak. Bapak terpilih oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai orang yang ditingkatkan derajatnya."
Mereka beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Menyembuhkan sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat asy-Syu'ara' (26):80,
وَاِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِيْنِ ۙ
“Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.”
Mereka beriman pula bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menurunkan penyakit dan penawarnya sebagaimana disebutkan di dalam HR al-Bukhari bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit, kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.”
Terhadap tetangga yang demikian kita menasihati dalam rangka menguatkan atau meningkatkan kesabarannya dalam menerima cobaan.
Nasihat berikut ini kiranya bijak untuk mereka.
“Kita yakin Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti memberikan yang terbaik. Apa pun yang terbaik menurut Dia, pasti terbaik menurut kita. Namun, apa yang terbaik menurut kita, belum tentu terbaik menurut Dia. Tetap sabar dan istikamah, ya!”
Nasihat bagi Orang yang Lebih Percaya pada Ilmu Pengetahuan
Ada tetangga yang sepenuhnya percaya pada ilmu pengetahuan. Baginya, dari penyebab hingga cara mengatasi sakit pun dapat diselesaikan berdasarkan ilmu pengetahuan. Jika penguasaan ilmu pengetahuan kita lebih luas, tambahan lagi, penguasaan ilmu agama kita lebih baik juga, kita dapat menasihatinya dengan berbagai contoh bahwa dokter (termasuk dokter spesialis) pun sakit. Kita dapat mengatakan juga misalnya,
“Banyak dokter muslim mukmin yang ketika melakukan pemeriksaaan terhadap pasien mengucapkan tasmiyah dan mengakhirinya dengan mengucapkan tahmid. Mereka pun minta dukungan doa kepada kita. Semua itu merupakan bukti bahwa ada yang Maha Menentukan, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Nasihat bagi Orang yang Lebih Percaya pada Dukun
Biasanya orang yang lebih percaya kepada dukun tidak mau dinasihati agar berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika sakit, dukun atau paranormal dijadikan narasumber utama. Jika dikatakannya bahwa penyebab sakitnya adalah diguna-guna, dia percaya meskipun berisiko putusnya hubungan silaturahim dengan saudara kandung.
Kepada mereka kita dapat menasihati, misalnya,
“Siapa pun bisa sakit. Sabar, ya.”
Tetangga yang lebih percaya kepada dukun memerlukan waktu yang lama untuk dapat menerima nasihat yang berbeda dari kepercayaannya tersebut. Jika tidak mau menerima nasihat, kita doakan agar diberi hidayah. Tentu kita berdoa ketika tidak berada di depan mereka.
Nasihat bagi Orang yang Mudah Terpengaruh
Di antara tetangga ada yang mudah terpengaruh. Ketika sakit, dia mudah terpengaruh oleh pendapat atau testimoni orang lain. Jika ada yang menasihati agar berobat ke dokter A, misalnya, dia mengikutinya. Namun, setelah beberapa hari belum sembuh juga, lalu dinasihati oleh orang lain agar berobat kepada dokter B, dia pun mengikutinya. Jika dinasihati agar beralih dari pengobatan medis ke alternatif, dia mau melakukannya juga. Dia ingin sekarang berobat, sekarang juga sembuh. Orang demikian, bahkan, kadang-kadang menyalahkan dokter.
Kepada tetangga yang demikian, kita dapat menasihati dengan mengatakan misalnya,
“Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala segera memberikan obat yang terbaik. Aamiin.”
Nasihat bagi Orang yang Mengimani ada Hubungan Dosa dengan Sakit atau Sebaliknya
Ada tetangga yang selalu menghubungkan dosa dengan sakit. Ada pula tetangga yang sangat berhati-hati bersikap dalam hal tersebut. Di dalam kenyataan ada tetangga yang berilmu dan saleh yang sakit.
Terhadap tetangga yang berilmu dan saleh, kiranya kita tidak perlu menasihati dengan mengatakan, “Sakit adalah penggugur dosa.” Nasihat seperti, “Sabar. Sakit dapat dialami oleh siapa pun” kiranya cukup bijak.
Berikut ini contoh lain nasihat yang tidak bijak.
(1)
"Aku lebih tua, tetapi sehat. Jarang sekali sakit. Kalaupun sakit, sebentar saja sudah sembuh. Kamu kurang berolahraga. Makanya, olahraga!"
(2)
"Sepertinya jarang ziarah kubur. Yang sering agar hidupnya berkah."
Nasihat seperti, “Sakit adalah penggugur dosa” dapat menyingung perasaan orang yang merasa tidak punya dosa atau orang yang tidak percaya pada hubungan dosa dengan sakitnya.
Berkenaan dengan itu, hadis berikut ini sebaiknya tidak dibacakan.
ما من مسلم يصيبه أذى من مرض فما سواه إلا پو , گماط الشكر رها (رواه بخاری ومسلم)
"Seorang muslim yang tertimpa suatu gangguan berupa penyakit atau yang lainnya pasti Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya." (HR al-Bukhari dan Muslim)
Nasihat bagi Orang yang Tak Mau Berikhtiar
Banyak orang sakit yang mempunyai keinginan bermacam-macam, yang secara medis tidak baik bagi kesehatannya. Mereka berdalih bahwa hidup mati adalah takdir. “Jika tiba saatnya mati, ya, mati. Jika ditakdirkan berusia panjang, meskipun sakit-sakitan, tidak segera mati juga.” Contoh pun dikemukakannya."
Begitulah mereka mencari pembenaran. Dengan dalih itu, mereka tanpa ragu melanggar larangan dokter. Ada pula yang tidak mau minum obat meskipun berobat kepada dokter. Akibatnya, ada yang sakitnya bertambah. Namun, tetap saja mereka mencari pembenaran dengan mengatakan bahwa sakit pun takdir.
Nasihat berikut ini kiranya dapat menjadi pilihan untuk menasihatinya.
“Bahwa hidup mati adalah takdir, bagi orang beriman, benar 100%. Bahwa kematian tidak selalu melalui sakit atau tua usia pun benar! Namun, bagi muslim mukmin, berikhtiar adalah beribadah karena melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an sura tar-Ra’d (13):11
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوْمٍ سُوٓءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥ ۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ
“Sesungguhnya, Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Sementara itu, di dalam HR at-Tirmizi dijelaskan,
يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَلَا نَتَدَاوَى؟ قَالَ: نَعَمْ، يَا عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا! فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً أَوْ قَالَ دَوَاءً إِلَّا دَاءً وَاحِدًا. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ
“Wahai Rasulullah, bolehkah kita berobat?” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berobatlah
karena Allah telah menetapkan obat bagi setiap penyakit yang diturunkan-Nya, kecuali satu penyakit!” Para sahabat bertanya, “Penyakit apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pikun.”
Ikhlas dan Sabar
Setiap muslim mukmin wajib mengimani bahwa setiap orang (termasuk orang beriman) pasti diuji oleh Allah Subhanhu wa Ta’ala. Salah satu bentuk ujian adalah sakit. Sesuai dengan sifat-Nya, antara lain, Maha Pengasih dan Penyayang, Dia pasti telah memperhitungkan kemampuan muslim mukmin yang diuji-Nya.
Oleh karena itu, setiap muslim mukmin wajib menjalani ujian itu dengan ikhlas yang ditandai dengan sabar. Kesabaran inilah yang menjadi modal utama untuk memperoleh pahala yang tidak terbatas. Dengan modal itu, kita selalu ditemani oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga selama sakit kita tidak pernah mengeluh. Kita justru selalu berzikir, bertasbih, bertahmid, dan bertakbir kepada-Nya.
Masyaallah!