SLEMAN, Suara Muhammadiyah - Daripada mengutuk kegelapan, 1000 Cahaya memilih menjadi cahaya. Slogan ini menggema dalam kegiatan Training of Trainer (TOT) Kader Pintar – Pionir Transisi Energi Indonesia Raya untuk para guru yang berlangsung Balai PMD, Kalasan, Yogyakarta (11/11). Agenda yang diikuti lebih dari 50 peserta ini terselenggara sebagai ikhtiar untuk menghadapi krisis iklim serta bagaimana memanfaatkan secara maksimal energi terbarukan.
Namun sebelum itu, Muhammadiyah juga telah memantapkan komitmennya dalam menghadapi krisis iklim dunia. Melalui Global Forum yang dihadiri perwakilan dari 13 negara—mulai Malaysia, Filipina, Inggris, Australia, hingga Vatikan—Muhammadiyah menegaskan posisi strategisnya lewat peluncuran Muhammadiyah Climate Centre (MCC).
Dalam forum internasional tersebut, Muhammadiyah mengumandangkan Call to Action dengan empat komitmen besar. Pertama, Budaya Hijau – Menanamkan nilai ekologis ke dalam pendidikan, ibadah, hingga aktivitas sosial warga Muhammadiyah. Kedua, Inovasi Ketahanan Iklim – Mendorong energi terbarukan serta memperluas gerakan Green Campus dan Green Hospital. Ketiga, Keadilan & Inklusivitas – Menjamin bahwa kelompok rentan menjadi bagian dari transformasi energi. Keempat, Kolaborasi Global – Menguatkan jejaring lintas iman, negara, dan sektor menuju target Net Zero Emission 2060.
Komitmen ini tidak berhenti sebagai wacana. Di lapangan, Muhammadiyah bergerak cepat dalam mendukung program pemerintah menuju energi bersih. Mulai dari distribusi listrik di kawasan 3T, penyediaan listrik untuk kaum dhuafa, hingga memaksimalkan potensi SMK Muhammadiyah untuk merawat dan membangun solar panel. Perguruan tinggi Muhammadiyah pun terus mengembangkan riset etanol, sementara jaringan rumah sakit Muhammadiyah didorong menjadi model efisiensi energi di sektor layanan kesehatan.
Lahirnya 1000 Cahaya Muhammadiyah, menurut Sudarto M. Abukasim, selaku Wakil Direktur 1000 Cahaya bermula dari inisiatif untuk menghadirkan sebuah platform edukasi dan gerakan aksi energi bersih yang progresif, inklusif, dan berpihak pada keberlanjutan bumi. Program ini bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat sipil dan lembaga keagamaan dalam menciptakan transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Targetnya jelas, menjadi pelopor masyarakat sipil dan lembaga keagamaan yang mendorong Indonesia menuju emisi nol persen.
Hasilnya mulai tampak. Sejak 2024–2025, sebanyak 324 peserta telah dilatih untuk praktik efisiensi energi di sekolah, pesantren, masjid, ranting, hingga gedung-gedung Muhammadiyah lainnya. Sementara itu, 28 panel surya telah terpasang di sekolah, masjid, rumah sakit, dan perguruan tinggi Muhammadiyah sebagai model penerapan energi terbarukan.
Melalui jejaring kolaborasi yang semakin luas, upaya ini menunjukkan bahwa urusan merawat bumi bukan semata hanya agenda lingkungan, tapi juga merupakan bagian dari misi keumatan yang lebih besar dan luas. “Melalui 1000 Cahaya, gerakan ini mengajak umat dan masyarakat luas untuk tidak sekadar bicara perubahan, tetapi menghadirkan cahaya untuk sekitar,” ujarnya. (diko)


