SURAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam Dialog Terbuka Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres), Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menanggapi salah satu pertanyaan dari panelis, di Bidang Pendidikan, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Rektor UMS Prof., Dr., Sofyan Anif., M.Si., mempertanyakan tiga poin. Poin pertama, rata-rata jumlah warga memiliki pendidikan yang rendah di Indonesia, poin kedua tentang kebijakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru, dan terakhir menhenai kebijakan Perguruan Tinggi Nasional Berbadan Hukum (PTNBH) yang berdampak terhadap Perguruan Tinggi Swasta (PTS), baik milik Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama (NU).
Dalam Dialog Terbuka yang diselenggarakan di Gedung Edutorium KH Ahmad Dahlan UMS, Anies Baswedan menanggapi poin pertama terkait jumlah warga Indonesia yang berpendidikan rendah dengan cara mengembalikan yang putus sekolah kembali ke sistem sekolah. Cara tersebut dilakukan dengan mengintensifkan kesetaraan sekolah mulai dari Paket A sampai Paket C dan memberikan insentif kepada para pengajar.
“Dalam memberantas angka warga Indonesia yang masih berpendidikan rendah, dengan cara kejar paket,” ungkap Capres nomor urut 1 itu, Rabu (22/11).
Kemudian, poin kedua terkait kebijakan PPPK guru, negara harus menghargai mereka yang berkiprah dalam lembaga pendidikan milik swasta.
“Mengabdi di Indonesia tidak harus menjadi pegawai negeri, sehingga guru swasta itu juga berkontribusi atas kemajuan pendidikan. Apalagi sekolah swasta di Muhammadiyah dan NU ini sudah mencerdaskan bangsa bahkan sejak negara Republik Indonesia belum berdiri,” tegas Anies Baswedan.
Maka dari itu, lanjutnya, sekolah sampai perguruan tinggi swasta harus bebas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tanpa sekolah swasta, negara tidak bisa mewadahi banyaknya anak-anak Indonesia. Anies akan mempersilakan kepada sekolah swasta, agar tanah negara dapat dimanfaatkan oleh sekolah swasta untuk mendidik generasi penerus bangsa.
“Sehingga negara hadir bukan hanya untuk memberikan bantuan fiskal, tetapi harus mengurangi beban biaya yang harus dikeluarkan oleh sekolah swasta di Indonesia," ujar Anies.
Anies-Imin, menjawab cecaran yang diberikan oleh panelis pakar di Bidang Hukum dan Demokrasi, saat mengikuti Dialog Terbuka Muhammadiyah. Pakar di bidang Hukum dan Demokrasi, Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum., mengajukan beberapa pertanyaan kepada Anies-Imin. Aidul Fitriciada mengajukan pertanyaan dengan membandingkan tingkat korupsi di Indonesia dengan China.
Aidul Fitriciada menyampaikan, data terakhir pada bulan September tentang indeks negara hukum global, Indonesia menempati pada rank 66 dari 142 dengan skor 0.54. Tapi di sisi lain, China dengan peringkat lebih rendah, yaitu rank 97 dari 142 negara yang disurvei.
"Jangan jangan masyarakat kita lebih suka negara yang aman, dibandingkan dengan negara yang bersih?" pikir Mantan Ketua Komisi Yudisial itu.
Menimbang bahwa korupsi di China parah tetapi tingkat ketertiban dan keamanan tinggi.
Lantas Anies Baswedan menanggapi pertanyaan tersebut. Dia menilai ketika korupsi dibiarkan, mungkin akan menciptakan kenyamanan dalam jangka pendek. Tapi dalam jangka panjang itu akan menciptakan ketimpangan yang bisa meletup menjadi masalah sosial.
"Karena begitu ada korupsi, otomatis itu artinya kebijakan-kebijakan yang seharusnya dirasakan oleh orang banyak, dana yang seharusnya bisa dirasakan oleh semua, berhenti di kelompok-kelompok tertentu saja. Dalam jangka panjang ini eksplosif," tegas Capres dari Koalisi Perubahan.
Anies juga mengatakan, jika korupsi dibiarkan, maka efeknya akan langsung ke rakyat. Dalam konteks tersebut, dia mencontohkan jalan raya yang dikorupsi yang pada akhirnya memberikan dampak negatif pada distribusi pangan.
"Kami melihat, bagaimana pun juga korupsi ini tetap harus diberantas. Nol belum tentu bisa, tapi ikhtiar pemberantasan harus terus dilakukan," tegas Anies dengan mantap.
Dia menambahkan bahwa kepemimpinan nasional harus mempunyai nilai, sehingga ketika ada kebijakan yang menyimpang, maka kepemimpinan akan paham kapan harus kembali, termasuk tentang pemerintahan yang bersih.
Pada akhir sesi, di hadapan ribuan peserta baik dari warga Persyarikatan Muhammadiyah, mahasiswa, maupun masyarakat umum, Capres dan Cawapres nomor urut 1 ini mendapatkan kenang-kenangan yang diserahkan langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof., Dr., Haedar Nashir, M.Si., berupa Kartu Anggota Kehormatan Muhammadiyah. (Fika/Riz)