Pernikahan Anak Hasil Zina

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
313
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Pernikahan Anak Hasil Zina

Pertanyaan:

Setelah pernikahan anaknya lebih dari 5 tahun, ibu (mertua) menyatakan bahwa anak perempuannya adalah anak zina dengan suaminya yang menikahi ketika telah terjadi pernikahan. Perlu diketahui, kelahiran terjadi setelah 6 bulan akad nikah. Setelah membaca beberapa sumber, salah satunya di web http://www.fatwatarjih.com/2011/05/seputar-masalah-perzinaan-dan-akibat.html, lalu kami juga mencari informasi di web lainnya bahwa ternyata anak itu sah dinasabkan kepada lelaki yang menikahinya.

Namun yang membuat panik kami adalah ada pernyataan ini yang tertulis di web lain yang kami baca, bahwa di dalam “al-Fatawa al-Hindiyah” dalam fiqih Hanafiyah menyebutkan: “Jika seorang lelaki berzina dengan seorang perempuan dan perempuan itu menjadi hamil dan kemudian lelaki itu menikahinya dan melahirkan maka jika perempuan itu mengandung selama 6 bulan atau lebih maka nasab anak itu terkokohkan dan jika perempuan itu mengandung selama kurang dari 6 bulan, maka nasab anak itu tidak terkokohkan kecuali hanya sebatas pengakuannya – bahwa anak itu adalah anaknya – selama dia tidak menyatakan ‘sesungguhnya dia adalah dariku dari perzinaan’. Maka nasabnya tidak terkokohkan dan tidaklah mewariskan hartanya.”

Yang menjadi masalah pada kejadian kami adalah si ibu (mertua) mengakui bahwa anaknya yang sudah menikah itu adalah anak zina (terjadi kehamilan sebelum pernikahan). Untuk kejadian ini apakah yang harus kami lakukan, apakah sah pernikahan anak perempuannya ataukah harus pembaharuan nikah, dengan menganggap bahwa tidak sahnya si laki-laki yang menikahi ibu (mertua) itu menjadi wali nikah dipernikahan anak perempuannya. Demikian pertanyaan kami mengingat yang kami khawatirkan adalah perkawinan suami istri (si anak) tidak sah dan artinya zina terus dan terlebih jikalau memiliki anak perempuan ke depannya. Terimakasih banyak sebelumnya untuk berkenan jawabannya.

Gustav, Bogor (Disidangkan pada Jum’at, 28 Zulhijjah 1437 H / 30 September 2016)

Jawaban:

Terimakasih atas pertanyaan yang telah diajukan, semoga jawaban ini dapat membantu permasalahan saudara. Dari pertanyaan yang saudara ajukan kami akan merumuskan dalam kalimat-kalimat berikut:

1. Bagaimana status nasab anak hasil perbuatan zina?

2. Apakah sah akad nikah anak perempuan hasil perbuatan zina apabila lelaki yang menikahi ibunya menjadi wali nikahnya?

3. Apabila sudah terlanjur terjadi ikatan perkawinan anak perempuan tersebut apakah perlu adanya pembaharuan akad nikah karena ayah dianggap tidak sah menjadi wali nikah?

Tentang status anak hasil perbuatan zina, sebagaimana diterangkan dalam tautan yang saudara tunjuk, telah dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Bab XI tentang Pemeliharaan Anak Pasal 99: “Anak yang sah adalah: a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah, b. hasil perbuatan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut”. Demikian pula halnya dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 42, disebutkan “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”.

Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia tersebut, maka istri saudara statusnya adalah anak sah dari ayah dan ibunya (mertua saudara), karena dilahirkan dalam sebuah perkawinan yang sah meskipun ibunya sudah hamil lebih dulu sebelum perkawinan dilangsungkan. Perkawinan mertua saudara sendiri juga perkawinan yang sah, sebab memang tidak ada larangan bagi perempuan hamil untuk dinikahi. Yang dilarang adalah perkawinan seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya sementara ia dalam keadaan hamil, maka perempuan itu mempunyai masa iddah (tunggu) sampai dengan lahir bayinya.

Mengenai status pernikahan saudara dengan istri saudara, dengan laki-laki yang menikahi ibu dari istri saudara sebagai wali, maka pernikahan itu pun sah secara hukum. Hal ini sebagai konsekuensi dari status anak yang sah menurut KHI dan UU No. 1/1974 di atas, sehingga laki-laki yang menikahi ibu dari istri saudara adalah ayah yang sah bagi istri saudara dan berhak menjadi wali dalam pernikahan anak perempuannya. Dengan demikian, menurut hemat kami saudara tidak perlu melakukan pembaharuan akad nikah, karena pernikahan saudara sudah sah.

Perlu diketahui bahwa KHI sudah menjadi kesepakatan para ulama dan umat Islam di Indonesia, demikian pula UU No. 1/1974 adalah hukum positif yang mengatur perihal perkawinan, khususnya bagi umat Islam, sehingga dapat dijadikan dasar dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.

Sungguh pun demikian, jika saudara menggunakan pendapat yang saudara kutip dalam pertanyaan, yakni pendapat dari fikih Hanafiyah, itu pun tidak ada persoalan karena istri saudara lahir setelah 6 (enam) bulan perkawinan sehingga tetap dianggap sebagai anak sah.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 22 Tahun 2017


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Tanya Jawab Agama

Mengikuti Imam Yang Kunut dan Sujud Sahwi Karena Lupa Tidak Kunut Pertanyaan: Sebagai makmum wajib....

Suara Muhammadiyah

8 May 2024

Tanya Jawab Agama

Hukum Jual Beli Tanah Bekas Kuburan Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb. Bolehkah membeli ....

Suara Muhammadiyah

29 August 2024

Tanya Jawab Agama

Hukum Berhaji dengan Visa Nonhaji, Murūr di Muzdalifah dan Tanāzul di Mina Majelis Tarjih dan Taj....

Suara Muhammadiyah

13 June 2024

Tanya Jawab Agama

Penggunaan Pengeras Suara Masjid Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb.  Bagaimana huku....

Suara Muhammadiyah

13 March 2024

Tanya Jawab Agama

Ketentuan Shalat Saat Safar Dilakukan Berjamaah Bersama Imam Mukim Pertanyaan: Assalamu ‘ala....

Suara Muhammadiyah

27 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah