MALANG, Suara Muhammadiyah - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) secara resmi telah mengambil langkah strategis untuk memperbaharui "jantung" organisasinya. Dalam Sidang Pleno Tanwir ke-XXXIII di Kota Malang, forum musyawarah tertinggi kedua setelah Muktamar ini secara resmi mengesahkan Sistem Perkaderan Ikatan (SPI) terbaru.
Pembaruan SPI sendiri sejatinya telah melalui proses pembahasan yang panjang dan dinamis. Anggota Korps Instruktur Nasional (KIN), Imam Achmad Baidlowi, menjelaskan bahwa diawal Bidang Kader DPP dan KIN melakukan riset dan asesmen mengenai situasi dan kondisi perkaderan nasional melalui wawancara dengan Bidang Kader dan Korps Instruktur Daerah (KID).
Hasil asesmen tersebut dirangkum menjadi sebuah materi dan dikaji bersama DPD dan KID dalam Simposium Perkaderan Nasional yang dilaksanakan pada bulan Juli lalu di Medan. Hasil dari Simposium Perkaderan inilah yang menjadi bahan penyusunan SPI terbaru.
“Tahapan ini dilakukan untuk menjamin SPI dapat diperkaya sekaligus diaplikasikan di semua level struktur, dengan local wisdom daerah dan struktur yang berbeda-beda,” ucapnya.
Jika dibandingkan dengan SPI sebelumnya, secara subtansial di dalam SPI terbaru lebih kaya akan ruang dan lingkup kaderisasi. Terutama dalam cakupan paradigma dan metodologi perkaderan, termasuk pemberian wewenang yang lebih luas dalam menyelenggarakan perkaderan bagi setiap level struktur pimpinan.
“SPI terbaru menghadirkan konsep perkaderan inklusif dan berkemajuan, yang di antaranya meliputi perkaderan anggota istimewa (non-muslim), internasionalisasi perkaderan, perkaderan profesi, adil gender, ramah lingkungan dan disabilitas, serta adaptif akan teknologi,” katanya.
Ia mengakui bahwa hampir semua organisasi mahasiswa hari ini mengalami kelesuan perkaderan. Menurutnya, salah satu upaya mengatasi problem tersebut adalah dengan mendorong kuantitas dan kualitas instruktur serta perluasan wewenang pelaksanaan Perkaderan Khusus.
“Berdasarkan SPI terbaru, bagi Pimpinan Komisariat yang memiliki kesiapan, diperbolehkan untuk melaksanakan Pelatihan Instruktur Dasar. Begitupun Pimpinan Cabang dapat melaksanakan Pelatihan Instruktur Madya, atau DPD dapat melaksanakan Pelatihan Instruktur Paripurna,” ungkapnya.
Ia berharap kehadiran SPI baru bisa mendorong kesadaran bahwa kerja-kerja perkaderan tidak sebatas dalam ruang formal, melainkan juga ruang kultural. Karena itu dibutuhkan banyak tenaga dan kepedulian untuk memperbaiki langgam dan kembali meningkatkan kualitas-kuantitas perkaderan.
“Semoga juga bisa menjadi pembuka untuk diskursus perkaderan yang lebih luas, inklusif dan adaptif dengan perkembangan zaman,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Kader DPP IMM, Ihya Rizqi, menyatakan bahwa dengan pengesahan SPI di Tanwir Malang, maka SPI terbaru telah resmi menjadi pedoman perkaderan yang berlaku untuk digunakan dalam kaderisasi IMM. SPI sendiri telah dicetak dan dibagikan kepada seluruh DPD se-Indonesia. Dengan demikian, ia berharap proses pengkajian SPI bisa lebih masif dilakukan.
“Kedepan wacana perkaderan inklusif bisa dikaji secara mendalam oleh kader-kader IMM se-Indonesia. Harapan kami tentu hasil dari kajian itu kita bisa terus melakukan pengayaan terhadap SPI agar memiliki relevansi dengan kondisi zaman yang ada. Jika ada yang kurang, silahkan dikritik dan diberi masukan,” ujarnya.
Menurutnya, SPI terbaru ini dapat memandu kaderisasi IMM dalam mencetak kader-kader yang bermoral, intelek, inklusif, matang secara emosi, bertanggung jawab dan tidak menjadi individu yang merasa paling benar di dunia.
“Tentu kami di Bidang Kader DPP IMM juga berharap kepada instruktur agar menjadi pribadi yang senantiasa belajar dan suka bergaul dengan kader-kader IMM, sehingga egalitarianisme di IMM tumbuh dengan baik,” tutupnya.


